Sabtu, 23 Februari 2013

Kisah Lengkap Nabi  Muhammad SAW - Baiklah kali ini kita akan membahas mengenai kisah Nabi  Muhammad SAW yang kita idolakan. sampai lah kita ke Nabi kita, idola kita Rasulullah SAW. marilah kita sering2 bersalawat kepada baginda, agar kita  mendapatkan syafa'atnya. dalam sebuah hadis dikatakan umat yg paling sombong  adalah umat yang apabila diajak untuk berselawat dia acuh. nah ini mudah mudahan  bermanfaat untuk sodara semua. Ketika cahaya tauhid padam di muka bumi, maka  kegelapan yang tebal hampir saja menyelimuti akal. Di sana tidak tersisa  orang-orang yang bertauhid kecuali sedikit dari orang-orang yang masih  mempertahankan nilai-nilai ajaran tauhid. Maka Allah SWT berkehendak dengan  rahmat-Nya yang mulia untuk mengutus seorang rasul yang membawa ajaran langit  untuk mengakhiri penderitaan di tengah-tengah kehidupan. Dan ketika malam  mencekam, datanglah matahari para nabi. Kedatangan Nabi tersebut sebagai bukti  terkabulnya doa Nabi Ibrahim as kekasih Allah SWT, dan sebagai bukti  kebenaran berita gembira yang disampaikan oleh Nabi Isa as. 
Allah SWT menyampaikan salawatnya kepada Nabi  itu, sebagai bentuk rahmat dan keberkahan. Para malaikat pun menyampaikan  salawat kepadanya sebagai bentuk pujian dan permintaan ampunan, sedangkan  orang-orang mukmin bersalawat kepadanya sebagai bentuk penghormatan. Allah SWT  berfirman: 
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (QS. al-Azhab: 56)
Sebelumnya Allah SWT mengutus para nabi-Nya sebagai rahmat kepada kaum dan zaman mereka saja, namun Allah SWT mengutus beliau saw sebagai rahmat bagi alam semesta. Beliau saw datang dengan membawa rahmat yang mutlak untuk kaum di zamannya dan untuk seluruh zaman. Allah SWT berfirman, "Dan aku tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta."
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (QS. al-Azhab: 56)
Sebelumnya Allah SWT mengutus para nabi-Nya sebagai rahmat kepada kaum dan zaman mereka saja, namun Allah SWT mengutus beliau saw sebagai rahmat bagi alam semesta. Beliau saw datang dengan membawa rahmat yang mutlak untuk kaum di zamannya dan untuk seluruh zaman. Allah SWT berfirman, "Dan aku tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta."
Hakikat dakwah para nabi sebelumnya adalah menyebarkan Islam, begitu juga ajaran yang dibawa oleh Nabi yang terakhir adalah Islam. Beliau saw adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib, anak seorang wanita Quraisy. Beliau saw adalah pemimpin anak-anak Nabi Adam as. Beliau saw adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya, serta rahmat Allah SWT yang dihadiahkan kepada umat manusia.
Beliau saw lahir di tanah Arab. Ketika itu malam gelap, tiba-tiba Abdul Muthalib membayangkan bahwa matahari telah terbit, lalu ia bangun dan ternyata mendapati dirinya di pertengahan malam, keheningan yang luar biasa menyelimuti gurun yang terbentang. Ia menuju pintu kemah, lalu menyaksikan bintang-bintang bersinar di langit, dan dunia tampak di selimuti dengan malam. Ia kembali menutup pintu kemah dan tidur. Belum lama ia dikuasai oleh rasa kantuk yang amat sangat, sehingga ia kembali bermimpi untuk kedua kalinya. Segala sesuatunya tampak jela s kali ini, Sesungguhnya sesuatu yang besar memerintahnya untuk melaksanakan perintah yang sangat penting, "Galilah zamzam!" Dalam mimpinya Abdul Muthalib bertanya: "Apakah itu zamzam?" Kemudian untuk kedua kalinya perintah itu mengatakan bahwa ia diperintahkan untuk menggali zamzam. Belum lama Abdul Muthalib melihat sesuatu yang bersembunyi itu, sehingga ia berdiri di tempat tidurnya dan hatinya berdebar dengan keras. Abdul Muthalib bangkit, lalu ia membuka pintu kemah kemudian pergi ke gurun yang luas. Apakah arti zamzam? Tiba-tiba pikirannya dipenuhi dengan cahaya yang datang dari jauh, bahwa pasti zamzam adalah sebuah sumur, tetapi apa yang diinginkan oleh suara yang datang dalam tidur itu agar ia menggali sumur, di sana tidak ada jawaban selain satu jawaban dari pertanyaan ini, yaitu agar orang-orang yang berhaji dan berkeliling di sekitar Ka'bah dapat meminumnya. Tetapi apa nilai dari sumur itu sendiri, bukankah di sana terdapat banyak sumur yang dapat diminum oleh orang-orang yang berhaji.
Abdul Muthalib duduk di tengah-tengah pasir gurun pada pertengahan malam, ia memikirkan bintang-bintang sembari merenungkan cerita-cerita kuno yang mengatakan tentang sumur yang memancar darinya air sebagai akibat dari pukulan kaki Nabi Ismail as, di sana juga ada cerita yang mengatakan bahwa sumur itu telah binasa sesuai dengan perjalanan zaman.
Matahari terbit di atas gurun Jazirah Arab, Abdul Muthalib keluar menemui orang-orang, dan menceritakan kepada mereka bahwa ia akan menggali sebuah sumur di tempat tertentu, ia menunjukkan ke tempat yang di situ ia diberitahu oleh suara yang ada dalam mimpinya. Orang-orang Quraisy menolaknya, Sesungguhnya tempat yang diisyaratkan oleh Abdul Muthalib terletak di antara dua berhala dari berhala-berhala yang biasa disembah oleh masyarakat setempat, yaitu di antara berhala yang bernama Ashaf dan NAllah. Abdul Muthalib merasa bahwa usahanya sia-sia untuk meyakinkan kaumnya agar mengizinkannya untuk menggali sumur. Mereka mengetahui bahwa Abdul Muthalib tidak mempunyai sesuatu selain hanya seorang anak. Bahwasanya ia tidak memiliki anak-anak yang dapat menolong dan memperkuatnya serta melaksanakan keinginan-keinginannya.
Pada saat itu di kawasan negeri Arab dipenuhi dengan kabilah-kabilah yang terjalin suatu ikatan fanatisme atau kesukuan yang kuat dan usaha untuk melindungi keluarga yang sangat menonjol. Akhirnya Abdul Muthalib pergi dalam keadaan sedih, lalu ia berdiri di hadapan Ka'bah dan mengungkapkan suatu nazar kepada Allah SWT. Ia berkata: "Jika aku mendapat sepuluh anak laki-laki, dan mereka menginjak usia dewasa, sehingga mereka mampu melindungiku saat aku menggali sumur Zamzam, maka aku akan menyembelih salah seorang dari mereka di sisi Ka'bah sebagai bentuk korban."
Pintu langit pun terbuka untuk doanya. Belum  sampai berlangsung satu tahun, istrinya melahirkan anaknya yang kedua dan setiap  tahun ia melahirkan anak laki-laki sampai pada tahun yang kesembilan, sehingga  Abdul Muthalib mempunyai sepuluh anak laki-laki. Kemudian berlalulah zaman dan  anak-anak Abdul Muthalib menjadi besar. 
Abdul Muthalib akhirnya menjadi seseorang yang memiliki kemampuan. Kemudian Abdul Muthalib berusaha melakukan rencananya yang diisyaratkan dalam mimpinya itu, yaitu ia bersiap-siap untuk mengorbankan salah satu anaknya sebagai bentuk pelaksanaannya dari nazarnya. Maka dilakukanlah undian atas sepuluh anaknya, lalu keluarlah nama anaknya yang paling kecil yaitu Abdullah. Ketika nama anak itu keluar dalam undian, maka orang-orang yang ada disekitarnya berusaha memberontak, mereka mengatakan bahwa mereka tidak akan membiarkan Abdullah disembelih.
Abdullah saat itu terkenal sebagai seseorang yang bersih dikawasan Arab, ia telah dapat menarik simpati masyarakat di sekitarnya. Ia tidak pernah menyakiti seseorang pun. Bahkan ia tidak pernah meninggikan suaranya lebih dari orang lain. Senyuman khas Abdullah terkenal sebagai senyuman yang paling lembut di kawasan Jazirah Arab. Muatan ruhaninya demikian jernih, dan hatinya yang mulia menyerupai sebuah kebun di tengah-tengah gurun hati-hati yang keras, oleh karena itu semua manusia datang kepadanya dan menentang usaha penyembelihannya. Para pembesar Quraisy berkata, "Lebih baik kami menyembelih anak-anak kami daripada ia harus disembelih, dan menjadikan anak-anak kami sebagai tebusan baginya. Kami tidak akan menemukan seseorang pun yang lebih baik dari dia seandainya kami menyembelihnya, pertimbangkanlah kembali masalah itu, dan biarkan kami bertanya kepada dukun."
Abdul Muthalib tampak tidak mampu menghadapi tekanan ini, lalu ia mempertimbangkan kembali apa yang telah ditetapkannya. Kemudian mereka mendatangi seorang dukun. Si dukun berkata: "Berapakah taruhan yang kalian miliki?" Mereka menjawab: "Sepuluh ekor unta." Dukun itu berkata: "Datangkanlah sepuluh unta, lalu lakukanlah kembali undian atasnya dan atas nama Abdullah, jika undian datang padanya, maka tambahlah sepuluh ekor unta lagi, lalu ulangilah terus undian tersebut, demikian hingga tidak keluar lagi nama Abdullah."
Kemudian dilakukanlah undian atas nama Abdullah dan atas sepuluh ekor unta yang besar. Undian itu pun mengeluarkan terus nama Abdullah, hingga Abdul Muthalib menambah sepuluh ekor unta lagi, kemudian lagi-lagi yang keluar nama Abdullah sehingga mereka pun menambah sepuluh ekor unta lagi sampai jumlah unta itu telah mencapai seratus ekor unta. Setelah itu, datanglah nama unta tersebut. Maka saat itu, masyarakat demikian gembiranya sehingga berlinangan air mata, kegembiraan dari mereka karena melihat Abdullah berhasil diselamatkan. Kemudian disembelihlah seratus ekor unta di sisi Ka'bah, dan mereka membiarkannya di situ sehingga korban itu tidak disentuh oleh seseorang pun dan juga disentuh oleh binatang-binatang buas.
Abdul Muthalib sangat gembira atas keselamatan anaknya, Abdullah. Lalu ia menetapkan untuk menikahkannya dengan gadis terbaik di Jazirah Arab, kemudian ia keluar dengannya pada suatu hari dari Ka'bah ke rumah Wahab, dan di sana ia meminang untuknya Aminah binti Wahab. Kemudian Aminah binti Wahab menikah dengan Abdullah bin Abdul Muthalib, seorang pemuda yang paling mulia dan paling dicintai oleh orang-orang Quraisy.
Dinyalakanlah api-api di gunung-gunung Mekah, agar para musafir dan para tamu mengetahui tempat diadakannya acara tersebut, yaitu acara pernikahan antara Abdullah dan Aminah. Lalu disembelihlah hewan-hewan korban, dan manusia dari kalangan orang-orang fakir bahkan binatang-binatang buas dan burung makan darinya. Abdullah tinggal bersama istrinya dua bulan di rumah pernikahan, hingga suatu hari ada kabar bahwa kafilah akan berangkat, lalu Abdullah pun mengikuti kafilah tersebut dan melakukan perjalanan bersama kafilah perdagangan Quraisy menuju Syam, itu adalah kesempatan terakhir yang diperoleh Aminah binti Wahab bersamanya. Wajah Abdullah yang mulai tampak berseri-seri mengucapkan selamat tinggal kepada Aminah, lalu setelah itu bayang-bayang wajahnya tersembunyi bersama kafilah dan rnereka pun hilang. Aminah tidak mengetahui bahwa itu adalah kesempatan terakhirnya setelah dua bulan dari perkawinannya. Abdullah mengunjungi paman-pamannya dari kabilah bani Najar di Madinah, dan di sana ia meletakkan jasadnya di muka bumi, ia meninggal dunia.
Abdullah bin Abdul Muthalib kini telah meninggal. Saat itu ia berusia dua puluh lima tahun. Kabar kematiannya tiba-tiba tersebar dan sangat memilukan hati orang-orang yang mendengarnya, sehingga kabar itu sampai ke istrinya. Aminah tampak menangis tersedu-sedu dan ia tampak menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada dirinya dan tidak mengetahui jawabannya, mengapa Allah SWT menebusnya dengan seratus unta jika kemudian Dia menetapkan kematian baginya.
Tidak lama kemudian, lalu bergeraklah dirahimnya janin dengan gerakan yang sedikit, ia tampak mulai mengetahui bahwa ia sedang hamil. Aminah menangis dua kali, pertama ia menangis untuk dirinya sendiri dan kali ini ia menangis untuk anak yang ditinggal mati ayahnya sebelum ia sempat dilahirkan. Aminah tidak pernah mengetahui sebelumnya bahwa janin yang dikandungnya akan menjadi anak yatim, ayahnya meninggal saat ia dilahirkan.
Anak yatim ini harus menanggung beban anak-anak yatim dan orang-orang fakir serta orang-orang yang sedih di muka bumi. Ia akan menjadi Nabi yang terakhir dan rasul-Nya kepada manusia. Ia akan menjadi rahmat yang dihadiahkan kepada manusia dan tidak akan mengetahui makna rahmat kecuali orang yang merasakan penderitaan dan kepahitan. Inilah anak kecil yang sebelum dilahirkan telah menelan kesedihan. Dan berlalulah hari demi hari, lalu hilanglah tangisan penderitaan dan mata Aminah pun telah mengering, namun kesedihannya tampak menyerupai sebuah pohon yang turnbuh bersama kehausan.
Kemudian kesedihannya hari demi hari semakin ia rasakan tetapi kesedihannya itu mulai tidak tampak ketika ia mendapatkan bahwa janin yang dikandungnya tidaklah memberatkannya, sebaliknya ia merasakan betapa ringannya janin yang dikandungnya bagaikan merpati yang berkeliling di seputar Ka'bah, dan seandainya kesedihannya yang selalu mengitarinya, maka tidak ada wanita yang lebih bahagia darinya dengan kehamilan yang ringan ini. Janin itu adalah manusia yang mulia di sisi Tuhan, kemudian semakin dekatlah hari kelahirannya. Sementara itu, pasukan Abrahahh mendekati Mekah.
Abrahahh adalah seorang penguasa Yaman, yaitu pada saat Yaman tunduk kepada Habasyah setelah penguasa Persia diusir. Di Yaman ia membangun suatu gereja yang menunjukkan bangunan yang menakjubkan. Abrahahh membangunnya dengan niat agar orang-orang Arab berpaling dari Baitul Haram di Mekah. Ia melihat betapa orang-orang Yaman tertarik dengan rumah tersebut. Dan ketika ia tidak melihat gereja yang dibangunnya memiliki daya tarik seperti itu dan tidak mampu menarik hati orang-orang Arab, maka ia berkeinginan kuat untuk menghancurkan Ka'bah, sehingga orang-orang tidak menuju ke Ka'bah lagi melainkan ke gerejanya. Demikianlah akhirnya ia menyiapkan pasukan yang besar yang dipenuhi dengan berbagai senjata, kemudian pasukan itu menuju Ka'bah.
Pasukan Abrahahh terdiri dari kelompok gajah yang besar yang digunakannya untuk menghancurkan Ka'bah. Gajah-gajah itu bagaikan tank-tank yang kita gunakan saat ini. Orang-orang Arab pun mendengar rencana tersebut. Memang orang-orang Arab saat itu terkenal sebagai penyembah berhala, meskipun demikian mereka sangat memberikan penghargaan dan penghormatan terhadap Ka'bah, karena mereka meyakini bahwa mereka adalah anak-anak Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as pemelihara Ka'bah.
Perjalanan pasukan tiba-tiba dihadang oleh seorang lelaki yang mulia dari penduduk Yaman yang bernama Dunaher. Ia mengajak kaumnya dan dari kalangan orang-orang Arab untuk memerangi Abrahahh, sehingga ada beberapa orang yang mengikutinya. Abrahahh berhadapan dengan tentara tersebut tetapi pasukan yang sedikit itu dapat dengan mudah dipatahkan oleh pasukan kafir yang besar itu. Kemudian Dunaher pun kalah dan menjadi tawanan Abrahahh. Pasukan Abrahahh tersebut juga sempat ditentang oleh Nufail bin Hubaid al-Aslami, namun Abrahahh pun dapat mengalahkan mereka dan berhasil menawan Nufail.
Kemudian ketika Abrahahh melewati kota Taif, menghadaplah kepadanya beberapa orang tokoh setempat, dan mereka tampak gemetar ketakutan dan berkata kepadanya bahwa sesungguhnya 'rumah' yang ditujunya tidak berada di tempat mereka, tetapi berada di Mekah. Hal itu mereka sampaikan dengan maksud untuk memalingkannya dari rumah berhala mereka, di mana mereka membangun di dalamnya berhala yang bernama Latha kemudian mereka mengutus seseorang yang akan menunjukkan kepada Abrahahh letak Ka'bah. Ketika Abrahahh berada di antara Taif dan Mekah, ia mengutus seorang pemimpin pasukannya sehingga ia melihat keadaan Mekah. Di sana ia merampas banyak harta dari kaum Quraisy dan selain mereka, dan di antara yang dirampasnya adalah dua ratus unta milik Abdul Muthalib bin Hasyim. Saat itu Abdul Muthalib adalah salah seorang pembesar Quraisy dan pemimpin mereka, serta pengawas sumur Zamzam.
Kedatangan utusan Abrahahh di Mekah telah menimbulkan gejolak pada kabilah-kabilah. Akhirnya kaum Quraisy bergerak, begitu juga kaum Khananah. Kemudian mereka mengetahui bahwa mereka tidak memiliki kemampuan untuk melawan Abrahahh, sehingga mereka membiarkannya, lalu tersebarlah di Jazirah Arab berita tentang datangnya pasukan yang kuat yang sulit untuk ditandingi. Dalam surat yang dibawa oleh utusannya itu, Abrahahh menyampaikan bahwa ia tidak datang untuk memerangi mereka, namun ia datang hanya untuk menghancurkan Ka'bah. Jika mereka tidak menentangnya, maka darah mereka tidak akan ditumpahkan. Lalu utusan itu menemui Abdul Muthalib, ia menceritakan tentang keinginan Abrahahh. Abdul Muthalib berkata: "Kami tidak ingin memeranginya karena kami tidak memiliki kekuatan. Ka'bah adalah rumah Allah SWT yang mulia dan suci, dan rumah kekasih-Nya Ibrahim. Jika Ia mencegahnya, maka itu adalah rumah-Nya dan tempat suci-Nya, namun jika Ia membiarkannya, maka demi Allah kami tidak memiliki kekuatan untuk mempertahankannya." Kemudianutusan itu pergi bersama Abdul Mutihalib menuju Abrahahh.
Abdul Muthalib adalah seseorang yang sangat terpandang dan sangat mulia. Ia memiliki kewibawaan dan kehormatan yang mengagumkan. Ketika Abrahahh melihatnya, Abrahahh menampakkan penghormatan kepadanya. Abrahahh memuliakannya dan mendudukannya di bawahnya, ia tidak suka bahwa ia duduk bersamanya di kursi kekuasaannya. Lalu Abrahahh turun dari kursinya dan duduk di atas sebuah permadani dan mendudukkan Abdul Muthalib di sisinya. Kemudian ia berkata kepada penerjemahnya: "Katakan padanya apa kebutuhannya?" Abdul Muthalib berkata: "Kebutuhanku adalah agar Abrahahh mengembalikan dua ratus ekor unta yang diambilnya dariku" Ketika Abdul Muthalib mengatakan demikian, wajah Abrahahh berubah, lalu ia berkata kepada penerjemahnya: "Katakan padanya sungguh aku merasa kagum ketika melihatnya, kemudian aku merasakan kehati-hatian saat berbicara dengannya, apakah engkau berbicara denganku tentang dua ratus ekor unta yang telah aku ambil, lalu engkau membiarkan rumah yang merupakan simbol agamanya dan kakek-kakeknya, yang aku datang untuk menghancurkannya dan dia tidak menyinggungnya sama sekali" Abdul Muthalib menjawab: "Aku adalah pemilik unta, sedangkan pemilik rumah itu adalah Tuhan yang melindunginya." Abrahahh berkata: "Dia tidak akan mampu melindunginya dariku." Abdul Muthalib menjawab: "Lihat saja nanti!"
Selesailah dialog antara Abdul Muthalib dan Abrahahh. Abrahahh pun mengembalikan unta yang telah dirampasnya. Abdul Muthalib pergi menemui orang-orang Quraisy dan menceritakan apa yang dialaminya, dan ia memerintahkan mereka untuk meninggalkan Mekah dan berlindung dibalik gua-gua di gunung. Akhirnya kota Mekah dikosongkan oleh pemiliknya. Aminah binti Wahab keluar ke gunung-gunung di dekat kota Mekah kemudian malaikat turun di bumi Jarzirah Arab.
Abdul Muthalib berdiri dan memegangi pintu Ka'bah dan berdiri bersama dengan sekelompok orang-orang Quraisy, mereka berdoa kepada Allah SWT dan meminta perlindungan-Nya, agar para malaikat memerintahkan gajah-gajah tidak melangkahkan kakinya sehingga gajah itu pun tetap di tempatnya dan menaati perintah para malaikat, kemudian gajah-gajah itu menerima pukulan yang dahsyat namun gajah-gajah itu tetap berdiam di tempatnya, gajah-gajah itu tampak gemetar dan berteriak tetapi lagi-lagi gajah-gajah itu menolak untuk bergerak dan tidak bergerak selangkah pun. Abrahahh bertanya: "Mengapa pasukan tidak bergerak?" Kemudian dikatakan kepadanya bahwa gajah-gajah menolak untuk bergerak. Abrahah mengangkat cemetinya. Dengan muka emosi, ia ingin melihat apa yang sebenarnya terjadi dengan gajah-gajahnya.
Matahari saat itu bersinar dan ia duduk di kemahnya. Ketika ia keluar, matahari bersembunyi di balik segerombolan burung. Abrahah mengangkat pandangannya ke arah langit. Mula-mula ia membayangkan bahwa ia melihat sekawanan awan yang hitam. Kemudian ia mengamat-amati awan itu. Dan ternyata ia bukan awan biasa. Itu adalah sekelompok burung yang menutupi cahaya matahari dan menyerupai awan yang tebal. Burung ababil, burung yang banyak.
Gajah-gajah semakin berteriak dengan kencang dan tampak ketakutan. Dan rasa takut itu kini menghinggapi seluruh pasukan. Abrahah berteriak di tengah-tengah pasukannya agar gajah diusahakan untuk maju secara paksa. Kemudian terbukalah salah satu jendela dari jendela al-Jahim, dan burung-burung itu menghujani pasukan dengan batu dari Sijil, yaitu batu yang sama yang pernah dihujankan kepada kaum Nabi Luth. Batu itu menyerupai bom-bom atom yang digunakan saat ini.
Jika Anda membaca buku-buku kuno, maka Anda akan mengetahui bagaimana peristiwa yang menimpa pasukan Abrahah. Anda akan membayangkan bahwa Anda berada di hadapan suatu kekuatan yang menghancurkan yang tidak diketahui asal muasalnya. Dunia mengenali sebagian darinya setelah empat belas abad dari peristiwa tersebut. Buku-buku itu mengatakan bahwa pasukan itu dihancurkan dengan penghancuran yang dahsyat.
Para tentara Abrahah kembali dalam keadaan binasa di mana daging-daging dari tubuh mereka berceceran di jalan. Abrahah pun mendapatkan luka dan mereka keluar dari tempat itu dalam keadaan dagingnya terpisah satu persatu. Abrahah pun terbelah dadanya dan mati. Kemudian jasad para pasukannya tersebar dan berceceran di bumi, seperti tanaman yang dimakan oleh binatang. Setelah mendekati setengah abad, turunlah suatu surah di Mekah yang menceritakan tentang peristiwa itu:
"Apakah kamu tidak memperhatikan bagimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara gajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka 'bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadihan mereka seperti daun yang dimakan (ulat)." (QS. al-Fil: 1-5)
Pasukan gajah yang ingin memporak-porandakan  Mekah dikalahkan. Kemudian mereka dihancurkan dan Tuhan pemilik Ka'bah berhasil  melindungi rumah suci-Nya. Perlindungan tersebut bukan sebagai penghormatan bagi  orang yang tinggal di rumah itu dan bukan sebagai bentuk pengkabulan doa kaum  yang menyembah berhala yang memenuhi tempat itu. Allah SWT sebagai Pelindung  Ka'bah memeliharanya karena adanya hikmah yang tinggi; Allah SWT menginginkan  sesuatu bagi rumah itu; Allah SWT ingin melindunginya agar tempat itu menjadi  tempat yang damai bagi manusia dan supaya tempat itu menjadi pusat dari akidah  yang baru dan menjadi tanah bebas yang aman, yang tidak dikuasai oleh seseorang  pun dari luar dan juga tidak didominasi oleh pemerintahan asing yang akan  membatasi dakwah. Yang demikian itu karena di sana terdapat rumah dari  rumah-rumah di Mekah yang lahir di sana seorang anak di mana ibunya bernama  Aminah binti Wahab dan ayahnya adalah Abdullah, salah seorang tokoh Arab. Anak  itu belum dilahirkan dan belum dapat tugas kenabian dan ia belum memikul Islam  di atas pundaknya dan belum menjadi rahmat bagi alam semesta. Kemudian datanglah  Abrahah yang ingin menghancurkan semua ini tanpa ia mengetahui semua rahasia  ini. 
Tragedi yang menimpa Abrahah adalah karena  bahwa ia berusaha menentang kehendak Ilahi sehingga kehendak Ilahi itu  menghancurkannya dengan mukjizat yang mengagumkan. Datanglah banyak burung  dengan membawa batu-batuan yang tidak didengar suaranya. Kemudian burung-burung  melemparkan batu-batu itu kepada Abrahah beserta tentaranya. Semua ini  berdasarkan rencana Ilahi terhadap rumah-Nya dan agama-Nya serta nabi-Nya  sebelum orang mengetahui bahwa Nabi Islam telah bersiap-siap untuk meninggalkan  tempat tidurnya di perut ibunya dan mulai memasuki kehidupan yang keras di muka  bumi. 
Di tengah-tengah kegembiraan Mekah karena  keselamatan penghuninya dan selamatnya Ka'bah, Aminah binti Wahab bermimpi: di  tengah suatu malam ia menyaksikan dirinya berdiri sendirian di tengah-tengah  gurun, dan telah keluar dari dirinya suatu cahaya besar yang menyinari timur dan  barat dan terbentang hingga langit. Aminah tiba-tiba terbangun dari tidurnya  namun ia tidak mengetahui tafsir dari mimpinya. 
Berlalulah hari demi hari dari tahun gajah. Dan pada waktu sahur dari malam Senin hari keduabelas dari bulan Rabiul Awal, Aminah melahirkan seorang anak kecil yang yatim yang bernama Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib, seorang cucu dari Ismail bin Ibrahim bin Adam.
Berlalulah hari demi hari dari tahun gajah. Dan pada waktu sahur dari malam Senin hari keduabelas dari bulan Rabiul Awal, Aminah melahirkan seorang anak kecil yang yatim yang bernama Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib, seorang cucu dari Ismail bin Ibrahim bin Adam.
Sebelum ia dilahirkan, dunia mati karena kehausan padanya. Kehausan dunia sangat besar kepada cinta, rahmat, dan keadilan. Sekarang teiah berlalu 600 tahun dari kelahiran al-Masih dan orang-orang Masehi telah menjauhi ajaran cinta, bahkan keyakinan-keyakinan berhalaisme telah meresap kepada sebagian kelompok mereka dan kejernihan ajaran tauhid telah ternodai. Sedangkan orang-orang Yahudi telah meninggalkan wasiat-wasiat Musa dan mereka kembali menyembah lembu yang terbuat dari emas. Dan setiap orang dari mereka lebih memilih untuk memiliki lembu emas yang khusus. Demikianlah, berhalaisme telah menyerang di bumi. Bumi dipenuhi oleh kegelapan. Akal disingkirkan dan Tuhan diiupakan dan mereka menyerahkan diri mereka kepada pembohong.
Ketika jantung dunia telah terkena kekeringan, maka memancarlah dari timur suatu mata air keimanan yang jernih yang menjadi puas dengannya separo dunia. Dan mukjizat besar terjadi ketika mata air ini mengeluarkan air yang jernih dari jantung gurun yang paling besar ketandusannya di dunia, yaitu gurun jazirah Arab. Berkenaan dengan penggambaran masa tersebut, dalam hadis yang mulia dikatakan: "Sesungguhnya Allah melihat penduduk bumi lalu Dia murka kepada mereka, baik orang-orang Arab maupun orang-orang Ajam kecuali sebagian kecil dari Ahlulkitab."
Di tenda yang kasar, lahirlah seorang anak yatim yang kemudian bertanggung jawab untuk memberikan minum kepada dunia yang haus pada cinta, keadilan, kebebasan, serta kebenaran. Sementara itu, beberapa langkah dari tempat kelahirannya terdapat berhala-berhala yang memenuhi Baitul 'Athiq dan sekitar Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail agar menjadi rumah Allah SWT dan Dia disembah di dalamnya dan manusia merasa tenteram di dalamnya. Di rumah yang kuno ini—yang dibangun sebelumnya oleh Adam—dipenuhi patung-patung tuhan yang terbuat dari batu dan kayu. Ini menunjukkan betapa akal orang-orang Arab saat itu mengalami titik terendah.
Sementara itu nun jauh di sana, tepatnya di Yatsrib atau Madinah dipenuhi oleh orang-orang Yahudi yang mereka datang di sana karena melarikan diri dari penindasan orang-orang Romawi. Mereka tinggal di situ bagaikan srigala-srigala di atas tanah yang tersubur di mana mereka melakukan monopoli dalam perdagangan. Mereka membagun kejayaan mereka dengan memanfaatkan orang-orang Arab dan keheranan mereka terhadap diri mereka sendiri.
Para cendikiawan Yahudi memperdagangkan segala sesuatu, dimulai dari emas sampai Taurat. Mereka menyembunyikan kertas-kertas darinya dan menampakkan sebagiannya; mereka mengubah kertas-kertas Taurat itu untuk memperkaya diri mereka. Pada saat orang-orang Yahudi menyembah emas dan sangat lihai melakukan persekongkolan, orang-orang Arab justru menyembah batu dan mereka pandai berperang. Mereka juga lihai dalam membuat syair lalu menggantungkannya di atas tirai-tirai Ka'bah. Orang-orang Arab hidup di bawah naungan sistem kesukuan di mana kepala suku adalah pemimpin dan nilainya sebanding dengan anak buahnya, dan kemampuan mereka dalam berperang. Dan keutamaan seseorang dilihat dari asal muasalnya serta nilainya juga dilihat dari kefanatikannya serta kebanggannya kepada nasab yang merupakan kemuliannya, juga kefanatikannya terhadap berhala tertentu yang merupakan agamanya. Jadi, segala bentuk kemuliaan dan kewibawaan tidak terbentuk kecuali dalam ruang lingkup yang sempit dalam kabilah atau kesukuan.
Sedangkan di tempat yang jauh dari Mekah, Romawi menyerupai burung rajawali yang lemah, namun belum sampai kehilangan kekuatannya. Orang-orang Romawi sangat menyanjung kekuatan. Sedangkan di belahan timur dari utara negeri Arab, orang-orang Persia menyembah api dan air. Api tetap menyala di tempat peribadatan mereka di mana manusia rukuk untuknya. Dan di sana terdapat danau Sawah yang dianggap suci oleh mereka.
Sementara itu, Kisra, raja kaum Persia duduk di atas singgasananya dan memberikan keputusan terhadap manusia. Keputusan Kisra selalu didengar dan dilaksanakan. Tidak ada seorang pun yang berani menentangnya dan menolaknya. Orang-orang Persia berhasil mengalahkan Romawi dan Yunani, sehingga mereka menjadi kekuatan yang dahsyat di muka bumi. Meskipun mereka memiliki kekuatan yang sangat luar biasa, namun penyembahan api jelas-jelas menunjukkan betapa bodohnya mereka dan betapa kekuatan mereka diliputi oleh kebodohan sehingga akal mereka tercabut dan mereka terhalangi untuk mencapai kebenaran. Alhasil, kegelapan semakin meningkat di setiap penjuru bumi dan kehidupan berubah menjadi hutan yang lebat di mana di dalamnya seorang yang kuat akan menyingkirkan seorang yang lemah dan di dalamnya yang menang adalah kebatilan.
Di tengah-tengah suasana yang demikian kelam, lahirlah seorang anak di tenda Mekah. Ketika anak tersebut lahir, maka padamlah api yang disembah oleh kaum Persia dan keringlah danau Sawah yang disucikan oleh manusia, bahkan robohlah empat belas loteng dari istana Kisra. Dan setan merasa bahwa penderitaan yang besar telah merobek-robek hatinya. Ini semua sebagai simbol dimulainya kehancuran kejahatan atau keburukan di muka bumi dan terbebasnya akal manusia dari penyembahan terhadap sesama manusia atau terhadap hal-hal yang bersifat khurafat. Manusia diajak hanya untuk menyembah kepada Allah SWT. Kelahiran Rasul sebagai bukti hilangnya kelaliman, sebagaimana kelahiran Nabi Musa yang menunjukkan kebebasan Bani Israil dari kelaliman Fir'aun.
Ajaran Muhammad bin Abdillah merupakan ajaran revolusi yang paling meyakinkan dan yang paling penting yang pernah dikenal di dunia; ajaran yang bertugas untuk menyelamatkan dan membebaskan akal dan materi. Tentara Al-Qur'an adalah tentara yang paling adil dan paling berani untuk menghancurkan orang-orang yang lalim. Kita akan melihat dalam sejarah Nabi bahwa kejadian-kejadian luar biasa telah mengelilingi Ka'bah sebelum kelahirannya. Kemudian terjadilah peristiwa luar biasa setelah kelahirannya di mana terjadilah peristiwa pembelahan dada pada saat beliau masih kecil, begitu juga beliau dinaungi oleh awan di waktu kecil, bahkan beliau terkenal pada saat masih kecil dengan kecenderungan untuk meninggalkan permainan-permainan yang biasa dimainkan oleh anak-anak kecil seusia beliau. Allah SWT memberikan penjagaan khusus kepadanya sehingga Jibril as turun kepadanya dengan membawa wahyu.
Selanjutnya, mukjizatnya yang pertama adalah mukjizat yang terdapat pada kepribadiannya dan pemikiran-pemikirannya. Itulah yang menjadi mukjizatnya yang terbesar setelah Al-Qur'an; itu adalah bangunan ruhani yang tinggi di mana beliau mampu menahan penderitaan di jalan Allah SWT. Dan dalam menegakkan kebenaran, beliau memikul berbagai macam rintangan. Beliau melaksanakan amanat yang diembannya secara sempuma dan sebaik-baik mungkin. Hal yang indah yang dikatakan tentang mukjizat Nabi setelah diutusnya beliau adalah bahwa beliau tidak mempunyai mukjizat selain usaha membebaskan akal: tanpa memiliki kekuatan luar biasa selain membebaskan pikiran, tanpa dalil selain kalimat Allah SWT.
Sedangkan Isa bin Maryam telah berdakwah dan  mengajak manusia untuk menciptakan kesamaan, persaudaraan, dan cinta kasih di  antara mereka, namun Muhammad saw diberi karunia untuk mewujudkan persamaan,  persaudaraan, dan cinta kasih di antara orang-orang mukmin di tengah-tengah  kehidupannya dan setelah kehidupannya. 
Ketika Nabi Isa mampu menghidupkan orang-orang yang mati dan mengeluarkan mereka dari kuburan, Muhammad bin Abdillah menghidupkan orang-orang hidup dari kematian mereka yang tidak pernah mereka sadari. Itu adalah bentuk kematian yang paling berat. Beliau juga mengeluarkan rnereka dari kegelapan dan kebodohan menuju cahaya ilmu, dan dari belenggu syirik dan kekufuran menuju dunia tauhid.
Sulaiman sebagai seorang Nabi dan raja mampu  memperkerjakan jin untuk mengabdi padanya, bahkan mereka mampu terbang  beribu-ribu mil untuk menghadirkan singgasana musuh-musuhnya agar mereka semua  tercengang terhadap kemampuannya, sehingga mereka masuk Islam. Namun Muhammad  saw justru mengabdi kepada Islam hanya sebagai seorang tentara yang sederhana.  Beliau mengetahui bahwa ketika beliau lalai sesaat saja dari dakwah di jalan  Allah SWT, maka kesempatannya dalam menyebarkan agama Islam akan hilang. 
Di saat terjadi peristiwa besar dalam peperangan, tiba-tiba azan salat dikumandangkan, sehingga para pasukan yang berperang mengerjakan salat. Tidak ada malaikat yang turun untuk melindungi mereka ketika salat atau mencegah datangnya anak-anak panah dari punggung mereka saat sujud. Karena itu, hendaklah para pasukan melindungi dirinya sendiri. Para pasukan mukmin berusaha salat secara bergantian: sebagian mereka salat dan sebagian mereka bertugas untuk menjaga.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus."(QS. an-Nisa': 102)
Selesailah masalah itu dan tidak adak malaikat  yang turun untuk melindunginya dan menolongnya. Ini adalah masa kematangan akal  dan masa keletihan para nabi dan orang-orang mukmin. Dan sesuai kadar keletihan  mereka dalam menyampaikan ajaran Islam, mereka pun akan mendapatkan balasan yang  besar. 
Pada masa para nabi sebelum Nabi Muhammad saw, mereka menghadirkan mukjizat-mukjizat kepada kaum mereka saat memulai dakwah, sehingga kaum tersebut mempercayai apa saja yang mereka bawa, sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tidak menghadirkan kepada kaumnya selain dirinya dan ketulusannya.
Pada masa para nabi sebelum Nabi Muhammad saw, mereka menghadirkan mukjizat-mukjizat kepada kaum mereka saat memulai dakwah, sehingga kaum tersebut mempercayai apa saja yang mereka bawa, sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tidak menghadirkan kepada kaumnya selain dirinya dan ketulusannya.
Allah SWT telah memutuskan untuk melindungi Musa dan memerintahkannya untuk mengangkat gunung di atas kaumnya hingga mereka beriman kepada Taurat, atau untuk menjatuhkan gunung tersebut di atas mereka. Ketika mengetahui hal yang Demikian itu, orang-orang Yahudi sujud dengan meletakkan pipi mereka di atas tanah dan mereka mengamati bukit batu yang berada di atas kepala mereka yang diangkat oleh tangan yang tersembunyi. Sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tak pernah memaksa seseorang pun. Berimanlah beberapa orang kepadanya dan puaslah beberapa orang kepadanya dan matilah bersamanya orang-orang yang mati dalam keadaan puas. Beliau tidak membawa pedang kecuali saat panah yang beracun mendekati jantung Islam dan mengancamnya.
Dakwah para nabi menuntut terjadinya mukjizat demi mukjizat. Ini karena masa kekanak-kanakan manusia serta kelemahan akal dan hilangnya panca indera menuntut rahmat Allah SWT untuk mendatangkan mukjizat yang sesuai dengan masa turunnya mukjizat tersebut dan budaya masyarakat setempat. Adalah hal yang maklum bahwa di tengah-tengah penduduk Mekah saat itu tidak terdapat orang-orang yang cerdas atau orang-orang yang bijak yang mampu menyerap kata-kata yang baik. Dan kesulitan yang dihadapi oleh Islam adalah bahwa ia tidak diturankan pada masa ini saja, tetapi Islam diturunkan untuk setiap masa. Allah SWT mengetahui bahwa manusia telah memasuki masa kematangan berpikir yang mengagumkan, maka hikmah-Nya menuntut bahwa pernyataan yang pertama kali disebutkan dalam risalah-Nya adalah "iqra'" (bacalah). Di samping itu, risalah tersebut mengandung pemikiran yang universal, sistem yang membangun, dan hukum yang mempesona, serta kebebasan yang diidamkan, dan manusia yang sempurna.
Adalah tidak mengurangi kehormatan para nabi sebelum Nabi Muhammad saw di mana mereka tidak diutus di masa-masa kematangan pemikiran, tetapi yang menambah kehormatan Nabi Muhammad saw bahwa beliau diutus di tengah-tengah masa kematangan berpikir, dan beliau diutus sebelum datangnya masa ini. Beliau memikul berbagai lipat cobaan yang pernah dipikul oleh para nabi; beliau berdakwah dengan menanggung berbagai lipat godaan dan cobaan; beliau mengalami siksaan yang pernah dialami oleh semua para nabi; beliau mencintai Allah SWT sebagaimana para nabi mencintai-Nya. Allah SWT memuliakannya ketika beliau mengimami mereka di saat salat pada saat beliau melakukan Isra' dan Mi'raj. Meskipun demikian, ketika beliau keluar pada suatu hari menemui sahabat-sahabatnya dan mendapati mereka mengutamakan para nabi dan mendahulukannya atas mereka, maka beliau justru menampakkan kemarahan dan wajahnya berubah. Beliau berkata: "Janganlah kalian mengutamakan aku atas Yunus bin Mata."
Melalui pernyataan itu, beliau berusaha meletakkan suatu pondasi pemikiran yang harus dilalui oleh kaum Muslim di mana para nabi memang memiliki derajat tertentu di sisi Allah SWT. Boleh jadi ada nabi yang lebih afdal atau yang lebih mulia daripada yang lain. Siapakah yang menetapkan hal itu? Tidak ada seorang pun selain Allah SWT. Ada pun kaum Muslim hendaklah mereka berhenti pada batas tertentu yang seharusnya mereka berikan berkaitan dengan sopan santun terhadap para nabi. Selama Allah SWT menyampaikan shalawat kepada rasul sebagai bentuk penghormatan dan memerintahkan mereka untuk menyampaikan shalawat kepadanya, dan selama Rasulullah seperti nabi-nabi yang lain, maka hendaklah mereka juga bershalawat kepada semua nabi tanpa perbedaan, meskipun pada bentuk shalawat itu sendiri.
Sementara itu, bayi yang mungil itu yang lahir di Mekah bergerak setelah tahun gajah. Kemudian berita tersebar di sana sini dan Sampailah ke telinga kakeknya bahwa cucunya telah dilahirkan. Abdul Muthalib segera menuju ke tempat itu dan membawa cucunya yang yatim lalu berkeliling dengannya di Ka'bah sambil memikirkan namanya. Abdul Muthalib tidak merasa terpukau dengan nama-nama yang mulai beredar di benaknya. Ia tampak bingung menentukan nama yang paling tepat buat cucunya, bahkan kebingungannya itu berlanjut sampai enam hari, sehingga sang Nabi disunat. Ketika malam telah menyelimuti kawasan Mekah, datanglah kepadanya suara yang sama yang dulu pernah dilihatnya dan didengarnya yang memerintahkannya untuk menggali zamzam. Di tengah-tengah tidurnya, suara itu membisikkan kepadanya bahwa nama cucunya berasal dari al-Ham, yang berarti Muhammad atau Ahmad.
Orang-orang Quraisy bertanya kepada Abdul Muthalib: "Nama apa yang engkau berikan kepada cucumu?" Abdul Muthalib menjawab sambil mengingat bisikan suara yang didengarnya saat mimpi, "Muhammad." Nama tersebut sebenamya tidak umum di kalangan orang-orang Jahilliyah. Mereka bertanya, "Mengapa Abdul Muthalib tidak memakai narna-nama kakek-kakeknya dan nama-nama yang biasa dipakai di kalangan mereka." Abdul Muthalib menjawab: "Aku ingin Allah SWT memujinya di langit dan manusia memujinya di bumi."
Kami tidak mengetahui dorongan apa yang mendikte Abdul Muthalib untuk menyatakan kalimat tersebut. Apakah kalimat itu bersumber dari realitas kebanggaan orang-orang Arab yang populer atau berasal dari realitas kebanggaan tradisional? Atau, apakah berangkat dari realitas kegembiraan yang dalam dengan kelahiran si cucu, ataukah kalimat itu bersumber dari suasana ruhani yang jernih dan bisikan alam gaib? Tentu kami tidak bisa menjawab. Yang dapat kami ketahui adalah bahwa seseorang tidak akan layak menyandang predikat manusia yang dipuji di bumi dan dipuji oleh Allah SWT di langit seperti predikat yang disandang oleh Muhammad bin Abdillah.
Nabi Muhammad saw muncul ke alam wujud dalam keadaan yatim. Beliau ditinggalkan oleh ayahnya saat beliau masih janin di dalam perut ibunya. Allah SWT berfirman:
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?" (QS. adh-Dhuha: 6)
Allah SWT melindunginya. Orang-orang sufi mengatakan bahwa sebab-sebab kemanusiaan seperti adanya kakeknya Abdul Muthalib dan bagaimana ia mengasuhnya dan melindunginya tidak lain hanya bentuk lahiriah yang tidak begitu penting, sedangkan bentuk batiniah yang sebenarnya adalah kita berada di hadapan manusia yang dilindungi dan diasuh oleh Tuhannya sejak masih kecil. Allah SWT mendidiknya saat beliau masih kecil, dan mengujinya dengan keyatiman saat beliau masih janin serta mengujinya dengan kelaparan sejak masih kecil, dan dewasa dengan kematian si ibu, saat beliau masih kecil dengan keterasingan di tengah-tengah keramaian, dan dengan terjaga di tengah-tengah tidur serta dengan penderitaan demi penderitaan. Allah SWT telah menyiapkannya sejak usia dini untuk memikul beban risalah terakhir.
Selanjutnya, ibunya seringkali memeluknya lebih dari sebelumnya. Ia melihat bahwa banyak dari wanita-wanita yang menyusui tidak berkenan untuk mengasuhnya. Adalah sudah menjadi tradisi yang berkembang di Mekah di mana keluarga-keluarga yang mulia mengirim anaknya ke kawasan dusun agar anak tersebut menyerap dan menghirup udara segar serta memperoleh mainan yang memadai. Dan biasanya wanita-wanita yang menyusui anak-anak lebih tertarik menyusui anak-anak dari orang-orang kaya. Namun ketika pemimpin manusia seorang yang fakir, maka wanita-wanita yang biasa menyusui tidak berminat kepadanya.
Marilah kita telusuri bagaimana Halimah binti Abi Duaib menceritakan kisahnya bersama anak kecil yang disusuinya: "Saat itu terjadi musim tandus dan kami tidak memiliki sesuatu sehingga aku dan suamiku mengalami kemiskinan yang luar biasa. Lalu kami menetapkan keluar ke Mekah dan menemani wanita-wanita dari Bani Sa'ad. Kami semua mencari anak-anak yang masih menvusu agar orang tua mereka dapat membantu kami untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Binatang yang aku tunggangi sangat lemah dan sangat kurus yang itu semua disebabkan oleh kekurangan makanan. Bahkan kami khawatir kalau-kalau ia berhenti di tengah perjalanan dan mati. Dan kami tidak tidur semalaman karena melihat kondisi anak kecil yang bersama kami. Ia menangis karena tidak menemukan makanan yang dapat dimakannya. Ia menangis karena kelaparan dan tidak mendapat air susu, baik dari air susuku maupun air susu unta yang dibawa oleh suamiku, sehingga kami tidak dapat memuaskan dahaganya. Di tengah-tengah malam, aku merasakan keputusasaan. Aku bertanya-tanya bagaimana aku dapat melakukan sesuatu dalam keadaan yang demikian.
Akhirnya, kami sampai di Mekah. Sementara itu, wanita-wanita yang ingin mencari anak-anak yang dapat mereka susui telah mendahului kami. Mereka mengambil anak-anak kecil yang mereka sukai, kecuali satu anak, yaitu Muhammad di mana ayahnya telah meninggal dan ia berasal dari keluarga yang miskin meskipun sebenarnya kedudukannya sangat mulia di antara tokoh-tokoh Quraisy. Oleh karena itu, wanita-wanita enggan untuk mengasuhnya. Namun aku dan suamiku tidak sepaham dengan mereka karena aku tidak peduli dengan keyatiman dan kcfakirannya. Kemudian aku malu untuk kembali dan tidak mengambil bayi yang dapat aku susui kemudian. Di samping itu, aku malu jika mendapat cercaan dari wanita-wanita itu. Lalu aku merasakan adanya kasih sayang yang memenuhi hatiku terhadap anak kecil yang tampan itu yang akan diganggu oleh udara yang kotor."
Kisah tersebut mengatakan bahwa saat anak-anak kecil mendapatkan wanita-wanita yang menyusuinya, maka Muhammad bin Abdillah sedang tidur dalam keadaan lapar di ranjangnya yang kasar, tanpa disusui oleh siapa pun. Suatu hikmah yang tinggi berkehendak agar bayi yang masih menyusui itu menghadapi dunia dalam keadaan yatim dan dalam keadaan kelaparan agar ia dapat merasakan penderitaan anak-anak yatim dan orang-orang yang lapar sebelum ia menyelamatkan mereka.
Halimah mengatakan bahwa ia meyakinkan suaminya bahwa ia merasakan keinginan yang kuat untuk mengambil anak yatim ini, sehingga suaminya menyetujuinya. Halimah tidak mengetahui rahasia keinginannya yang samar agar ia kembali untuk mengambil anak yatirn yang masih menyusu ini. Ia tidak mengetahui bahwa Allah SWT telah menanamkan rasa cinta kepada anak kecil itu dalam hatinya seperti Allah SWT menanamkan cinta kepada Musa pada hati isteri Fir'aun. Jika Musa menolak wanita-wanita lain untuk menyusuinya kecuali ibunya setelah Allah SWT mencegahnya dari susuan wanita-wanita lain agar ibunya merasa bahagia dan tidak bersedih, maka Muhammad bin Abdillah—seorang anak kecil yang masih menyusu dan mulia—-justru ditolak oleh wanita-wanita yang menyusui, sedangkan ia sendiri tidak pernah menolak seseorang pun.
Halimah kembali kepadanya dan ia memberitahu bahwa ia akan mengasuhnya. Nabi Muhammad saw adalah seorang yang mulia. Halimah meletakkan tangannya di dadanya, sehingga anak kecil itu tertawa. Halimah mencium di antara kedua matanya. la meletakkannya di kamarnya. Halimah mengetahui bahwa kedua air susunya telah kering, namun tiba-tiba air susunya memancar dengan keras sebagai bentuk kasih sayang dan tanda kebesaran dari Allah SWT. Kini Halimah pun dapat menyusuinya. Apakah itu merupakan hikmah yang tinggi di mana anak kecil tersebut merasa cukup dengan sesuatu yang sedikit? Ataukah anak kecil itu sudah dapat mendidik dirinya untuk zuhud dan qanaah sebelum ia mendidik orang-orang dewasa tentang pengorbanan dan kesatriaan?
Halimah kembali ke gurun Bani Sa'ad dan ia membawa Muhammad bin Abdillah. Belum lama ia menyaksikan tanahnya yang tandus sehingga tiba-tiba kebaikan dunia terbuka dan mekar di hadapanya, di mana bumi dipenuhi dengan kehijau-hijauan setelah mengalami masa tandus. Pohon-pohon berbuah dan buah kurma tampak berseri-seri setelah sebelumnya layu, bahkan susu-susu binatang pun mulai tampak banyak. Allah SWT memberikan berkah-Nya kepada tempat tersebut. Halimah mengetahui bahwa kabaikan ini telah datang bersama kedatangan anak kecil yang diberkahi, sehingga cintanya kepada anak itu semakin bertambah. Bahkan suaminya pun menjadi tawanan cinta yang lain kepada Muhammad saw.
Pada suatu hari ia berkata kepada isterinya: "Apakah engkau mengetahui wahai Halimah bahwa engkau telah mengambil seorang anak yang mulia?" Halimah berkata: "Anak kecil itu tidak menangis dan tidak berteriak kecuali ketika ia telanjang." Ketika anak kecil itu gelisah di tengah malam dan tidak tidur, maka Halimah membawanya keluar dari kemah dan ia berhenti bersamanya di bawah sinar bintang. Saat itu anak itu tampak bergembira ketika menyaksikan langit. Setelah kedua matanya terpuaskan oleh pandangan ke arah langit, ia pun mulai tidur.
Ketika anak itu mencapai tahun yang kedua, maka  ia telah disapih, sehingga ibunya ingin mengambilnya, tetapi Halimah tidak kuat  untuk menahan perpisahan ini. Halimah menjatuhkan dirinya di hadapan kedua kaki  sang ibu dan ia mulai menciuminya dan ia meminta agar membiarkannya bersama  anaknya sehingga anak itu benar-benar kuat dan dapat kembali menghirup udara  segar gurun. Akhirnya, Rasulullah saw tinggal di tempat Bani Sa'ad sampai lima  tahun. Dan pada masa lima tahun ini terjadi peristiwa penting yang terkenal  dengan peristiwa pembelahan dada. Kehendak Ilahi telah menetapkan kepada Ruhul  Amin, yaitu Jibril untuk menemui Muhammad bin Abdillah dan membelah dadanya  dengan perintah Ilahi serta menyuci hatinya dengan rahmat dan mengeringkannya  dengan cahaya dan mengeluarkan bagian dunia darinya. 
Seperti biasanya Rasulullah saw keluar pada suatu hari bersama saudara susuannya dengan menunggangi sekawanan domba menuju tempat pengembalaan. Di tengah hari, saudaranya berlari-lari dalam keadaan takut dan menangis sambil berteriak bahwa Muhammad telah terbunuh. Muhammad diambil oleh dua orang laki-laki yang memakai baju yang putih lalu kedua orang itu menelentangkannya dan membelah dadanya.
Mendengar hal itu, Halimah sangat kaget dan terpukul. Ia segera pergi sambil berlari mencari Muhammad dan diikuti oleh suaminya yang mengikuti petunjuk anak kecil dari saudara Muhammad. Akhirnya, mereka menemukan Muhammad sedang duduk di atas tanah di mana wajahnya tampak pucat dan kedua matanya menyala.
Halimah dan suaminya mencium dengan lembut dan mulai menampakkan kasih sayangnya. Kemudian mereka bertanya, "apa yang terjadi?" Muhammad menjawab: "Ketika aku memperhatikan domba-domba yang sedang bermain aku dikagetkan dengan kedatangan dua orang yang memakai pakaian yang putih. Mula-mula aku menyangka bahwa mereka adalah burung yang besar, namun ternyata aku salah. Mereka adalah dua orang yang tidak aku kenal yang memakai pakaian warna putih. Salah seorang dari mereka berkata kepada temannya dengan menunjuk ke arahku, "Apakah ini anaknya?" Yang lain menjawab, "benar." Aku merasakan ketakutan yang luar biasa. Lalu mereka mengambilku dan menidurkan aku serta membelah dadaku dan mereka mengambil sesuatu darinya hingga mereka mendapatinya dan membuangnya jauh-jauh. Setelah itu, mereka bersembunyi laksana bayangan."
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Anas dan juga diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad. Para mufasir berbeda pendapat tentang simbolisme yang dalam ini. Sebagaian besar ulama menakwilkan peristiwa tersebut. Pakar-pakar klasik, seperti Qurthubi berpendapat bahwa peristiwa itu diisyaratkan oleh firman-Nya: "Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?. " (QS. Alam Nasyrah: 1)
Sedangkan tokoh-tokoh hadis, seperti Ghazali berpendapat bahwa manusia istimewa seperti Muhammad saw tidak mungkin terlepas dari bimbingan Ilahi dan tidak mungkin terkena waswas sekecil apa pun yang biasa menimpa manusia biasa. Jika suatu kejahatan menjadi suatu gelombang yang memenuhi cakrawala, maka di sana terdapat hati yang segera memungutnya dan terpengaruh dengannya, namun hati para nabi dengan adanya bimbingan Allah SWT tidak akan terpanggil dan tidak terkena arus kejahatan tersebut.
Dengan demikian, usaha para nabi terfokus pada peningkatan kemajuan atau ketinggian, bukan memerangi kerendahan. Diriwayatkan oleh Abdillah bin Mas'ud bahwa Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada seseorang di antara kalian kecuali ia diawasi oleh temannya dari kalangan jin dan temannya dan dari kalangan malaikat." Para sahabat berkata: "Apakah hal itu juga berlaku kepadamu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Ya, tetapi Allah SWT membantuku, sehingga ia berserah diri dan tidak memerintahkan kepadaku kecuali dalam kebaikan."
Begitulah sikap orang-orang yang dahulu dan para ahli hadis berkaitan dengan peristiwa pembelahan dada. Kami kira bahwa kejadian yang luar biasa tersebut berhubungan dengan persiapan Nabi untuk melalui Isra' dan Mi'raj. Ia merupakan perjalanan di mana Rasulullah saw akan menebus alam angkasa dan akan mencapai alam langit. Kemudian beliau akan melampaui alam ini, sehingga sampai di Sidratul Muntaha yang di sana terdapat Janatul Ma'wah.
Pandangan tersebut kembali kepada pendapat kami yang mengatakan bahwa peristiwa pembelahan dada berulang lebih dari sekali saat Rasul saw mencapai usia lima puluh tahun. Dan peristiwa pembelahan dada terjadi kedua kalinya pada malam Isra' dan Mi'raj. Bukhari meriwayatkan dari Malik bin Sh'asha'a bahwa Rasulullah saw menceritakan kepada mereka peristiwa malam Isra' di mana beliau bersabda: "Ketika aku berada di Hathim—atau beliau berkata di Hijr—saat aku dalam keadaan antara tidur dan bangun, maka seorang datang kepadaku lalu ia membelah antara ini dan ini. Yaitu antara kerongkongan dan perutnya. Beliau melanjutkan: Lalu ia mengeluarkan hatiku dan membawa mangkok dari emas yang penuh dengan keimanan lalu ia menyuci hatiku. Kemudian diulanginya."
Kami kira bahwa pembelahan dada merupakan  bentuk simbolis yang menunjukkan kesucian Rasul saw dan sebagai bentuk  penyiapannya untuk melalui Isra' dan Mi'raj. Itu merupakan pemberitahuan dari  Ilahi bahwa anak ini akan mencapai suatu kedudukan yang belum pernah dicapai  oleh manusia dan tidak akan dicapai manusia sesudahnya. Setelah peritiwa  pembelahan dada, berubahlah kehidupan anak kecil itu di mana sebagian besar  waktunya digunakan untuk merenung dan menyendiri. Dari roman wajahnya tampak  keseriusan yang biasanya menghiasi wajah orang-orang dewasa.
Berlalulah hari demi hari, tahun demi tahun dan  Selesailah masa menetapnya bersama Halimah di dusun Bani Sa'ad. Beliau sangat  terpengaruh dan sangat terkesan dengan keadaan di sana. Diriwayatkan bahwa  beliau pemah mengingat masa kecilnya di Bani Sa'ad dan beliau membanggakannya.  Beliau menyebutkan pengorbanan mereka dan sikap mereka yang baik. Beliau  berkata: "Aku termasuk dari Bani Sa'ad, tanpa bermaksud menyombongkan diri. Jika  mereka berhadapan atau menyaksikan salah seorang mereka lapar, maka mereka akan  membagi makanan di antara mereka."
Kemudian Muhammad bin Abdillah kembali  ke Mekah saat usianya lima tahun. Beliau hidup beberapa hari bersama ibunya di  mana si ibu merasakan kesedihan yang dalam atas kepergian ayahnya. Sesuai janji  untuk mengingat ayahnya yang telah pergi, Aminah menetapkan untuk  mengunjungi kuburannya di Yatsrib. Jarak antara Mekah dan Yatsrib lebih dari  lima ratus kilo meter di gurun yang kering yang jauh dari tanda-tanda kehidupan.  Anak itu menempuh peijalanan yang berat. Setelah perjalanan yang berat ini,  Muhammad bin Abdillah tinggal di tempat paman-paman dari ibunya di Madinah  selama satu bulan. Muhammad melihat rumah yang di situ ayahnya meninggal  sebelum ia dilahirkan. Ia berziarah bersama ibunya ke kuburan yang sederhana  yang ayahnya dikuburkan di dalamnya. Mula-mula pikirannya terfokus pada keadaan  yatim sambil ia mulai memperhatikan linangan air mata ibunya yang  diam.
Selesailah masa satu bulan keberadaannya di  sisi paman-pamannya. Kemudian ibunya menemaninya untuk kembali ke Mekah. Kedua  anak manusia itu sampai di pertengahan jalan. Muhammad bin Abdillah tidak  mengetahui rahasia kepucatan wajah ibunya. Lalu malaikatul maut turun di suatu  tempat yang yang bernama Abwa. Di situlah Aminah binti Wahab telah bertemu  dengan kekasihnya, Allah SWT. 
Sang ibu meninggal dan meninggalkan anak  satu-satunya bersama seorang pembantu. Pembantu itu menampakkan rasa kasihnya  terhadap anak kecil yang kehilangan ayahnya saat masih janin dan kehilangan  ibunya saat berusia enam tahun. Muhammad bin Abdillah kini menjadi sendiri dan  ia dalam keadaan menangis. Ia mencapai kematangan setelah ia melewati kesedihan  kehidupan dan kerasnya kehidupan sebagai anak yatim. 
Rasulullah saw pernah ditanya setelah  masa diutusnya: "Bagaimana pandanganmu?" Beliau menjawab: "Pengetahuan adalah  modalku. Akal adalah dasar agamaku. Cinta adalah pondasiku. Zikrullah  adalah kesenanganku. Dan kesedihan adalah temanku." 
Allah SWT telah menyiramkan kepadanya sungai-sungai kesedihan sehingga beliau dapat memberikan kepada manusia buah dari kegembiraan dan ketulusan.
Allah SWT telah menyiramkan kepadanya sungai-sungai kesedihan sehingga beliau dapat memberikan kepada manusia buah dari kegembiraan dan ketulusan.
Anak kecil itu kembali ke Mekah dalam keadaan  sedih dan ia tampak terpaku. Lalu Abdul Muthalib, kakeknya menampakkan cinta  yang luar biasa dan penghormatan padanya. Setelah dua tahun ketika Muhammad bin  Abdillah berusia delapan tahun, maka meninggallah salah satu benteng yang  terbaik yang menjaganya, yaitu kakeknya Abdul Muthalib. Kemudian anak  kecil itu kini merenungi kakeknya laksana orang dewasa. Ia tampak tegar seperti  layaknya orang dewasa.
Kita tidak mengetahui mengapa terjadi demikian. Mengapa hikmah Allah SWT mencegah Nabi yang terakhir untuk mendapatkan kasih sayang seorang ayah, kasih sayang seorang ibu, dan bimbingan seorang kakek? Apakah Allah SWT ingin memberi Nabi yang terakhir suatu kasih sayang dan cinta yang semata-mata bersumber dari sisi-Nya? Apakah Allah SWT ingin mendidiknya dengan kesedihan dan memberinya perasaan-perasaan yang penuh dengan penderitaan? Apakah Allah SWT ingin membuat hati Rasul-Nya hanya tertuju kepadanya? Dahulu Allah SWT berkata kepada Musa:
"Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku." (QS. Thaha: 41)
Kita tidak mengetahui mengapa terjadi demikian. Mengapa hikmah Allah SWT mencegah Nabi yang terakhir untuk mendapatkan kasih sayang seorang ayah, kasih sayang seorang ibu, dan bimbingan seorang kakek? Apakah Allah SWT ingin memberi Nabi yang terakhir suatu kasih sayang dan cinta yang semata-mata bersumber dari sisi-Nya? Apakah Allah SWT ingin mendidiknya dengan kesedihan dan memberinya perasaan-perasaan yang penuh dengan penderitaan? Apakah Allah SWT ingin membuat hati Rasul-Nya hanya tertuju kepadanya? Dahulu Allah SWT berkata kepada Musa:
"Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku." (QS. Thaha: 41)
Dahulu Allah SWT memberi kabar gembira kepada  Musa di dalam Taurat sebagaimana Isa memberi kabar gembira di dalam Injil dengan  kedatangan seorang Nabi setelahnya yang bernama Ahmad. Dan Nabi Musa meminta  kepada Tuhannya agar memberinya dan memberi umatnya puncak keutamaan, lalu Allah  SWT menjawab bahwa Dia telah menetapkan keutamaan ini kepada Nabi yang terakhir  Ahmad dan umatnya.
Allah SWT telah memilih Musa untuk diri-Nya. Meskipun Demikian, Dia tidak mencegahnya untuk mendapatkan kasih sayang seorang ibu dan mendidiknya di tengah-tengah keluarganya. Namun Dia berkehendak untuk menjadikan Nabi yang terakhir tercegah dari mendapatkan kasih sayang seorang manusia dan cinta seorang manusia, sehingga Nabi tersebut hanya mendapatkan kasih sayang Ilahi dan cinta Ilahi.
Allah SWT berfirman menceritakan tentang keadaan Rasul terakhir:
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu maha hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). " (QS. ad-Dhuha: 6-11)
Allah SWT telah memilih Musa untuk diri-Nya. Meskipun Demikian, Dia tidak mencegahnya untuk mendapatkan kasih sayang seorang ibu dan mendidiknya di tengah-tengah keluarganya. Namun Dia berkehendak untuk menjadikan Nabi yang terakhir tercegah dari mendapatkan kasih sayang seorang manusia dan cinta seorang manusia, sehingga Nabi tersebut hanya mendapatkan kasih sayang Ilahi dan cinta Ilahi.
Allah SWT berfirman menceritakan tentang keadaan Rasul terakhir:
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu maha hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). " (QS. ad-Dhuha: 6-11)
Makna ayat tersebut secara harfiah adalah bahwa  beliau dalam keadaan yatim lalu Allah SWT melindunginya; beliau dalam keadaan  tersesat lalu Allah SWT memberinya petunjuk; beliau dalam keadaan fakir lalu  Allah SWT memampukannya. Allah SWT melindunginya dengan mengasuhnya,  membimbingnya, dan mencukupinya. Itu adalah derajat keutamaan yang tidak pernah  dicapai oleh seseorang pun di dunia.
Setelah kematian kakeknya, maka pamannya Abu Thalib mengasuhnya. Allah SWT telah meletakkan kecintaan pada hati pamannya, sehingga pamannya mengutamakan Muhammad saw daripada anak-anaknya dan memuliakannya serta menghormatinya, bahkan Abu Thalib mendudukkannya di ranjangnya yang biasa dibentangkannya di hadapan Ka'bah di mana tidak ada seorang pun yang duduk selainnya.
Setelah kematian kakeknya, maka pamannya Abu Thalib mengasuhnya. Allah SWT telah meletakkan kecintaan pada hati pamannya, sehingga pamannya mengutamakan Muhammad saw daripada anak-anaknya dan memuliakannya serta menghormatinya, bahkan Abu Thalib mendudukkannya di ranjangnya yang biasa dibentangkannya di hadapan Ka'bah di mana tidak ada seorang pun yang duduk selainnya.
Muhammad bin Abdillah hidup di jantung gurun  Mekah sebagai seorang yang memiliki kesadaran yang tinggi di antara kaum yang  sedang lalai dan kaum yang mabuk-mabukan dan para penyembah berhala serta para  pedagang minuman keras dan para syair dan orang-orang yang berperang dan  tokoh-tokoh kabilah.
Muhammad bin Abdillah seorang yang banyak diam  dan ketika usianya semakin dewasa, maka ia bertambah banyak diam. Beliau tidak  berbicara kecuali jika diajak seseorang berbicara; beliau tidak terlibat dalam  permainan hura-hura anak-anak muda; beliau merasakan kesedihan yang dalam;  beliau sering menyendiri dan membuka matanya di hamparan pasir-pasir. Mulutnya  terdiam dan akalnya berpikir. Beliau merenungkan di masa kecilnya bagaimana  kaumnya bersujud terhadap berhala dan terpukau dengannya; bagaimana orang-orang  berakal mau bersujud kepada batu-batu yang tidak memberikan mudharat dan manfaat  dan tidak berbicara serta tidak dapat melakukan apa-apa. Beliau mewarisi dari  kekeknya Ibrahim kebencian yang fitri terhadap dunia berhala dan  patung.
Di dalam dirinya terdapat penghinaan yang besar  terhadap sembahan-sembahan dari batu ini, suatu penghinaan yang menjadikannya  tidak mau mendekat selama-lamanya terhadap patung tersebut. Namun hatinya yang  besar dipenuhi dengan kesedihan yang lebih hebat dari kesedihan kakeknya  Ibrahim. Beliau sedih karena akal manusia menyembah batu dan emas, kesombongan  serta kekuasaan penguasa; beliau mendengar apa yang dikatakan manusia dan  mengamat-amati urusan kehidupan dan keadaan masyarakat; beliau juga menyaksikan  betapa banyak pertentangan dan perkelahian di antara manusia yang justru  disebabkan oleh masalah-masalah yang sepele, sehingga keheranan beliau semakin  bertambah dan sudah barang tentu kesedihannya pun semakin dalam. Tidakkah  manusia mengetahui bahwa mereka akan mati seperti ayahnya, ibunya, dan kakeknya?  Mengapa mereka menimbulkan pertentangan ini, hingga mereka mendapatkan lebih  banyak kejahatan?
Ketika usianya semakin bertambah, maka  bertambahlah kezuhudannya dalam hidup, dan sepak terjangnya terus bersinar  memenuhi penjuru Mekah. Beliau tidak sama dengan seseorang pun dari kalangan  pemuda saat itu. Meskipun kami kira bahwa kesedihannya disebabkan oleh hal-hal  yang umum, tetapi beliau tidak mengungkapkan kegelisahan hatinya pada seseorang  pun. Beliau belum bertujuan untuk memperbaiki masyarakat atau kemanusiaan. Benar  bahwa pertanyaan-pertanyaan kritis timbul dalam benaknya dan ingin segera  menemukan jawaban, tetapi akalnya sendiri tidak dapat menemukan jawaban atau  jalan keluar. Inilah yang dimaksud dengan makna ayat: 
"Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang  bingung, lalu Dia memberikan petunjuk." (QS. adh-Dhuha: 7) 
Yang dimaksud ad-Dhalal (kesesatan) di sini ialah kebingungan akal dalam menafsirkan kejahatan dan usaha melawannya karena ketiadaan senjata dan kecilnya usia. Semua itu justru menambah sikap diam anak kecil itu dan menjauhkannya dari dunia yang akan mencemari akal, sehingga akalnya selamat dari segala noda dan tetap di bawah naungan kejernihannya.
Yang dimaksud ad-Dhalal (kesesatan) di sini ialah kebingungan akal dalam menafsirkan kejahatan dan usaha melawannya karena ketiadaan senjata dan kecilnya usia. Semua itu justru menambah sikap diam anak kecil itu dan menjauhkannya dari dunia yang akan mencemari akal, sehingga akalnya selamat dari segala noda dan tetap di bawah naungan kejernihannya.
Anak kecil itu tetap jauh dari dosa-dosa yang  dilakukan oleh kaumnya yang berupa kecenderungan untuk menyembah berhala dan  cinta kekuasaan dan kebanggaan. Ia selalu mendekat dan lebih mendekat kepada  hakikatnya yang suci; ia mampu mempengaruhi orang lain dengan jiwanya yang  bersih dan rahmatnya atau kasih sayangnya tertuju kepada manusia, bahkan kepada  binatang dan burung. Ketika ia duduk akan makan lalu ada burung merpati  berkeliling di seputar makanannya rnaka ia meninggalkan makanannya untuk burung  itu. Pada saat orang-orang memukul anjing yang mendekat kepada makanan mereka,  maka ia justru mencabut suapan yang ada di mulutnya dan memberikannya pada  anjing, kucing, anak-anak kecil, dan orang-orang fakir. Bahkan seringkali di  waktu malam ia tidur dalam keadaan lapar karena ia memberikan makanannya ke  orang lain.
Muhammad saw adalah seorang fakir yang harus  bekerja agar dapat makan, maka beliau bekerja sebagai pengembala kambing,  seperti Nabi Daud, Nabi Musa, dan nabi-nabi yang lain yang diutus oleh Allah  SWT. Kemudian beliau melakukan perjalanan bersama kafilah pamannya Abu Thalib  menuju Syam saat beliau berusia tiga belas tahun. Beliau menyaksikan keadaan  umat-umat yang lain, maka keheranannya semakin bertambah terhadap masa jahiliyah  ini. Ketika beliau menyaksikan orang-orang tersesat, maka kesedihannya semakin  bertambah dan hatinya semakin tersentuh dan pikirannya semakin dalam.
Pada saat perjalanan menuju ke Syam ini terjadi  suatu peristiwa terhadap anak kecil itu. Kemungkinan besar itu justru menambah  kebingungannya. Seorang pendeta yang bernama Buhaira berdiri di jendela rumah  yang menjadi tempat peribadatannya di Suria. Tiba-tiba ia memperhatikan suatu  awan putih—tidak seperti biasanya—yang menghiasai langit yang biru. Saat itu  udara sangat terang, sehingga munculnya awan tersebut sangat mengherankan.  Kemudian pandangan Buhaira yang tertuju ke langit, kini tertuju ke bumi di mana  ia mendapati awan itu menyerupai burung yang putih yang menaungi kafilah kecil  yang menuju ke arah utara. Buhaira memperhatikan bahwa awan tersebut mengikuti  kafilah.
Jantung Buhaira berdebar dengan keras karena ia  mengetahui melalui buku-buku peninggalan kaum Masehi yang otentik bahwa seorang  nabi akan muncul ke dunia setelah Isa. Sifat dan kabar nabi tersebut diceritakan  dalam buku-buku kuno. Buhaira segera meninggalkan tempatnya, lalu ia segera  memerintahkan untuk menyiapkan makanan yang besar. Kemudian ia mengutus  seseorang untuk menemui kafilah tersebut dan mengundang mereka untuk jamuan  makan. Salah seorang mereka berkata dengan nada bercanda kepada Buhaira: "Demi  Lata dan 'Uzza, engkau hari ini tampak lain wahai Buhaira. Engkau tidak pernah  melakukan demikian kepada kami, padahal kami telah melewati dan singgah di  tempat ini lebih dari sekali. Ada peristiwa apa gerangan wahai  Buhaira?"
Buhaira menjawab: "Hari ini kalian adalah  tamu-tamuku." Pertanyaan orang tersebut tidak dijawab dengan terang-terangan. Ia  sengaja menghindarinya dan tidak menyingkapkan rahasia kemuliaan yang datangnya  tiba-tiba ini. Buhaira memberi makan mereka dan mulai memperhatikan di antara  mereka adanya seseorang yang memiliki tanda-tanda yang dibacanya dalam  kitab-kitabnya yang kuno tentang seorang rasul yang ditunggu. Namun ia tidak  menemukannya, hingga ia bertanya kepada mereka: "Wahai kaum Quraisy, apakah ada  seseorang yang tidak hadir bersama jamuanku ini?" Mereka menjawab: "Benar, ada  seseorang yang tidak ikut bersama kami. Kami meninggalkannya karena ia masih  kecil." Buhaira berkata: "Sungguh aku telah mengundang kamu semua. Panggilah ia  supaya hadir bersama kami dan memakan makanan ini." Salah seorang lelaki dari  kaum Quraisy berkata: "Demi Lata dan 'Uzza, sungguh tercela bagi kami untuk  meninggalkan Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib dari jamuan yang kami  diundang di dalamnya.
Pamannya meminta maaf karena Muhammad masih kecil, kemudian sebagian mereka berdiri dan menghadirkannya. Belum lama Buhaira memandangi kejernihan dua mata Muhammad, sehingga ia mengetahui bahwa ia telah mendekati tujuannya. Buhairah terpaku ketika memandangi Muhammad bin Abdillah sehingga kaum selesai makan dan mereka berpisah.
Pamannya meminta maaf karena Muhammad masih kecil, kemudian sebagian mereka berdiri dan menghadirkannya. Belum lama Buhaira memandangi kejernihan dua mata Muhammad, sehingga ia mengetahui bahwa ia telah mendekati tujuannya. Buhairah terpaku ketika memandangi Muhammad bin Abdillah sehingga kaum selesai makan dan mereka berpisah.
Muhammad bin Abdillah duduk sendirian. Buhaira  menghampirinya dan berkata: "Wahai anak kecil, demi kedudukan Lata dan 'Uzza,  sudikah kiranya engkau memberitahu aku terhadap apa yang aku tanyakan kepadamu?"  Buhaira ingin mengetahui sikap anak ini terhadap berhala kaumnya. Anak kecil itu  menjawab: "Jangan engkau bertanya kepadaku tentang Lata dan 'Uzza. Demi Allah,  tidak ada sesuatu yang lebih aku benci daripada keduanya." Buhaira berkata:  "Dengan izin Allah aku ingin bertanya kepadamu." Anak kecil itu menjawab:  "Tanyalah apa saja yang terlintas di benakmu."
Buhaira bertanya kepada anak kecil itu tentang  keluarganya, kedudukannya di tengah-tengah kaumnya, mimpinya dan  pendapat-pendapatnya. Dialog tersebut terjadi jauh dari pantauan kaum karena  mereka tidak akan diam ketika mendengar bahwa Muhammad membenci berhala-berhala  mereka. Kemudian Muhammad menjawab pertanyaan-pertanyaan Buhaira dengan yakin,  hingga membuat Buhaira mantap bahwa ia sekarang duduk bersama seorang Nabi yang  kabar berita gembiranya disampaikan oleh Nabi Isa sebagaimana disampaikan oleh  nabi-nabi dari kaum Israil dari kaum Nabi Musa. Setelah itu, ia bangkit  meninggalkan anak kecil itu dan menuju ke Abu Thalib ia bertanya tentang  kedudukan anak kecil itu di sisinya. Abu Thalib menjawab: "Ia adalah anakku."  Buhaira berkata: "Tidak mungkin ayahnya masih hidup." Abu Thalib berkata:  "Benar. Ia anak saudaraku. Ayahnya dan ibunya telah meninggal." Buhaira berkata:  "Engakau benar, kembalilah kamu ke negerimu dan hati-hatilah dari kaum Yahudi."  Abu Thalib bertanya tentang rahasia dari apa yang dikatakan oleh pendeta itu.  Pendeta itu mulai mengetahui bahwa ia telah berbicara lebih dari yang  semestinya. Lalu ia berkata: "Ia akan memiliki kedudukan tertentu." Buhaira  tidak menjelaskan lebih dari itu dan ia tidak menentukan kedudukan yang  dimaksud.
Lalu berlalulah peristiwa tersebut tanpa  terlintas dari benak seseorang atau tanpa menggugah kesadaran di antara mereka.  Kisah tersebut tidak membawa pengaruh berarti bagi kafilah atau kepada Nabi  sendiri. Kafilah menganggap bahwa penghormatan pendeta kepada Muhammad bin  Abdillah dan memberitahunya akan kedudukan yang akan disandangnya adalah  semata-mata basa-basi yang biasa diucapkan di atas meja makan ketika para tamu  memuji kedermawanan tuan rumah. Dan sebagai balasannya, orang yang mengundang  akan memuji akhlak para pemuda mereka. Alhasil, peristiwa tersebut tidak membawa  pengaruh apa pun, baik bagi Muhammad maupun bagi sahabat-sahabat yang ikut dalam  kafilah, sehingga mereka tidak mengetahui rahasia perkataan pendeta dan mereka  tidak menyebarkan pembicaraan yang mereka dengar darinya. Peristiwa itu  tersembunyi meskipun ia sungguh sangat membingungkan Muhammad.
Apa gerangan yang terjadi antara dirinya dan  orang-orang Yahudi, sehingga pendeta perlu mengingatkan pamannya dari ancaman  mereka? Apa kedudukan yang akan diembannya seperti yang diceritakan oleh pendeta  itu? Dan apa hubungan semua ini dengan kesedihan-kesedihannya yang dalam serta  kebingungannya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sedikit demi sedikit berputar di  benaknya. Kemudian seperti biasanya kafilah tersebut kembali ke Mekah. Muhammad  kembali menuju keterasingannya. Ia memperhatikan keadaan alam di sekitarnya.  Kemudian ia melihat kembali penderitaannya; ia berusaha untuk mendapatkan  kehidupannya; ia mengabdi kepada manusia dan mengorbankan apa saja demi  kemuliaan mereka.
Hari demi hari berlalu. Muhammad saw tampil  dengan pakaian ketulusan kasih sayang, dan amanah serat cinta, sebagaimana  pelita dipenuhi oleh cahaya, sehingga kejujurannya terkenal di tengah-tengah  kaumnya. Bahkan kejujuran dan amanatnya tidak bakal diragukan oleh seseorang pun  dari penduduk Mekah. Dan ketika beliau datang dengan membawa risalahnya dan  beliau ditentang mayoritas masyarakatnya, namun tak seorang pun yang berani  meragukan kejujurannya. Mereka hanya menuduh bahwa ia terkena sihir atau  kesadarannya telah hilang.
Pada tahun ketiga belas dari masa kenabian,  ketika semua kabilah sepakat untuk membunuhnya dan mengucurkan darahnya di  antara para kabilah dan mereka mengepung rumahnya, maka di saat situasi yang  sulit ini beliau menetapkan untuk berhijrah. Tetapi sebelumnya beliau  mewasiatkan kepada Ali bin Abi Thalib, anak pamannya untuk tetap tinggal di  rumahnya agar ia dapat mengembalikan amanat yang dititipkan oleh semua musuhnya  dan para sahabatnya. Ini beliau maksudkan agar Ali dapat menyerahkan amanat  tersebut di waktu pagi kepada para pemiliknya. Anda dapat melihat betapa para  musuhnya merasa aman terhadap harta mereka ketika dijaga oleh Muhammad  saw.
Hari demi hari berlalu dan tahun demi tahun pun  lewat. Sementara itu, kesucian dan kejujuran Muhammad saw semakin meningkat. Dan  di tengah lautan keheningan yang mencekam, ketika Muhammad bin Abdillah  menyebarkan layar perahunya yang putih, maka ia harus menemui hakikat azali yang  bertemu dengan-nya semua nabi dan rasul. Muhammad bin Abdillah mengetahui bahwa  alam yang besar ini mempunyai Tuhan Pengatur dan Pencipta; Tuhan yang Maha Satu  dan yang tiada tuhan selain-Nya.
Muhammad dijauhkan dari suasana kenikmatan dan  foya-foya yang biasa dilakukan oleh para pemuda seusianya. Dan ketika pemuda  Mekah berbangga-bangga dengan banyaknya minuman keras yang mereka minum dan  banyaknya bait-bait syair yang mereka katakan tentang wanita, maka Muhammad bin  Abdillah telah menemukan jati dirinya di suatu gua yang tenang di gunung yang  besar. Ia memilih untuk menghabiskan waktunya di dalam keheningan gua tersebut.  Ia merenung dengan hatinya tentang keadaan alam; ia memikirkan keagungan  rahasia-rahasianya dan rahmat Penciptanya serta kebesaran-Nya.
Pada tahun yang kedua puluh lima, beliau  mengenal Ummul Mu'minin, isterinya yang pertama, yaitu Khadijah binti Khuwailid  yang saat itu berusia empat puluh tahun. Khadijah adalah wanita yang mulia dan  mempunyai cukup harta. Ia berdagang dan suaminya telah meninggal. Banyak orang  yang mendekatinya dengan alasan untuk mendapatkan kekayaannya. Khadijah mencari  seseorang laki-laki yang dapat membawa harta dagangannya menuju Syam, lalu  Khadijah mendengar berita yang cukup banyak berkenaan dengan kejujuran dan  amanat serta kesucian Muhammad bin Abdilah. Akhirnya, Khadijah mengutus Muhammad  saw untuk membawa barang dagangannya. Muhammad saw pergi dalam perjalanannya  yang kedua ke Syam saat beliau berusia dua puluh lima tahun. Allah SWT  memberkati perjalannya di mana beliau kembali dengan membawa keuntungan yang  berlipat ganda yang diserahkannya kepada Khadijah. Muhammad saw tidak peduli  dengan harta Khadijah dan tidak peduli kepada kecantikannya; Muhammad saw hanya  memandang kemuliaan yang dipegangnya. Kemudian Khadijah merasakan getaran cinta  terhadap Muhammad saw. Dan Akhirnya, ia mengutarakan keinginan untuk menikah  dengannya, hingga Muhammad saw pun setuju.
Paman Muhammad saw, Abu Thalib berdiri dan menyampaikan khotbah pada saat perayaan perkawinannya: Muhammad saw tidak dapat dibandingkan dengan seorang pun dari kaum Quraisy karena ia adalah seorang yang mulia, baik dari sisi akal maupun ruhani. Meskipun ia seorang yang fakir namun harta adalah naungan yang akan hilang dan benda yang bersifat sementara.
Paman Muhammad saw, Abu Thalib berdiri dan menyampaikan khotbah pada saat perayaan perkawinannya: Muhammad saw tidak dapat dibandingkan dengan seorang pun dari kaum Quraisy karena ia adalah seorang yang mulia, baik dari sisi akal maupun ruhani. Meskipun ia seorang yang fakir namun harta adalah naungan yang akan hilang dan benda yang bersifat sementara.
Setelah menikah, Muhammad saw justru  mendapatkan kesempatan yang lebih besar untuk merenung dan menyendiri serta  beribadah. Kemudian kehidupan yang dijalaninya justru meningkatkan kemuliaannya,  sehingga keutamaannya tersebar di sana sini. Beliau tidak pernah terlibat dalam  pergulatan yang keras untuk memperebutkan materi-materi dunia. Beliau selalu  menggunakan akal sehatnya daripada terlibat dalam kesesatan mereka dan kegelapan  berhala yang menyelimuti banyak orang pada saat itu. Kemudian usianya kini  mendekati empat puluh tahun.
Setelah merasakan kesunyian di tengah-tengah  masyarakat, beliau lebih memilih untuk menjauh dari mereka. Beliau mencari-cari  hakikat, sehingga Allah SWT membimbingnya untuk menyendiri di gua Hira.  Akhirnya, beliau dapat keluar dari Mekah. Beliau berjalan beberapa mil. Kemudian  beliau mulai mendaki dan mendaki. Setiap kali ia mendaki gunung, maka tempat itu  semakin luas. Udara tampak lembut dan tersingkaplah hijab, dan pandangan semakin  terbentang. Kemudian beliau memasuki gua. Keheningan menyelimuti segala sesuatu,  namun hati tetap sadar dan tidak ada sesuatu yang dapat menghalang-halangi  pandangan internal yang dalam. Dalam suasana kesunyian terkadang lahirlah  pemikiran-pemikiran yang cemerlang yang kemudian menyebarkan sayap-sayapnya dan  membumbung, pertama-tama di atas angkasa gua lalu tersebar menuju ke tempat yang  lebih luas. Tidak ada sesuatu pun yang membatasinya atau mengekang  kebebasannya.
Kita tidak mengetahui pikiran-pikiran apa yang  terlintas pada manusia termulia dan terbesar di atas bumi itu saat beliau duduk  di gua Hira beberapa bulan. Apa yang beliau pikirkan dan apa gerangan yang  beliau risaukan? Mimpi apa yang ada di benaknya dan perasaan-perasaan apa yang  lahir dalam hatinya? Bagaimana keadaan batu-batu yang ada di sisinya? Apakah  atom-atom batu yang berputar di sekelilingnya menyahuti tasbihnya yang diam,  seperti atom-atom batu yang bersahut-sahutan bersama Daud saat ia membaca  kitabnya Zabur.
Kami tidak mengetahui secara pasti bentuk  kelahiran yang terjadi dalam dirinya. Yang kita ketahui adalah bahwa beliau  tidak berpikir tentang kenabian dan beliau tidak berpikir untuk memberikan  petunjuk kepada manusia; beliau tidak melakukan praktek-praktek sufisme karena  beliau sudah menjadi seorang sufi sebelum diutus di tengah-tengah manusia.  Kemudian Allah SWT memilihnya sebagai Nabi lalu beliau meninggalkan uzlahnya dan  turun ke medan serta membawa senjata. Beliau mempertahankan kebenaran, sehingga  beliau bertemu dengan Tuhannya. Mula-mula lahirlah tasawuf dan setelahnya  lahirlah jihad di jalan Allah SWT. Tasawuf bukanlah puncak atau hasil  sebagaimana diyakini oleh manusia sekarang, tetapi ia adalah permulaan jalan  yang panjang di mana pada akhirnya yang bersangkutan menggunakan senjata sebagai  bentuk usaha untuk membela manusia dan kehormatannya.
Pada suatu hari beliau duduk di gua Hira dan  tiba-tiba beliau dikagetkan dengan kedatangan Jibril yang berdiri di depan pintu  gua. Malaikat tersebut memeluknya erat-erat lalu memerintahkannya untuk membaca  sambil berkata: "Bacalah!" Muhammad bin Abdillah menjawab: "Aku tidak mampu  membaca." Beliau ingin mengatakan bahwa beliau tidak mengenal bacaan dan  tulisan. Kalau begitu, apa yang harus beliau baca? Malaikat kembali memeluknya  dengan kuat sehingga Rasulullah saw menganggap bahwa ia meninggal. Kemudian  malaikat melepasnya dan memerintahkannya untuk membaca. Beliau kembali menjawab:  "Aku tidak bisa membaca." Malaikat yang mulia kembali memeluknya dan kembali  memerintahkan untuk membaca. Dan lagi-lagi Rasulullah saw menjawab dengan  gemetar: "Apa yang aku baca?" Kemudian Jibril membaca permulaan ayat-ayat yang  turun kepada beliau:
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang  menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan  Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan  kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS.  al-'Alaq: 1-5) 
Setelah peristiwa itu, Jibril menghilang secara tiba-tiba sebagaimana ia muncul secara tiba-tiba. Rasulullah saw merasakan dalam dirinya kejadian yang luar biasa yang pernah dirasakan oleh Nabi Musa saat beliau mendengar panggilan-panggilan suci di lembah Thuwa. Sebagaimana Nabi Musa lari ketakutan, maka Muhammad bin Abdillah pun segera menuju ke rumahnya dalam keadaan ketakutan. Ia turun ke gunung dan kembali ke rumahnya dan kembali ke isterinya. Tubuhnya yang mulia bergetar denga keras dan beliau merasakan ketakutan dan kegelisahan.
Setelah peristiwa itu, Jibril menghilang secara tiba-tiba sebagaimana ia muncul secara tiba-tiba. Rasulullah saw merasakan dalam dirinya kejadian yang luar biasa yang pernah dirasakan oleh Nabi Musa saat beliau mendengar panggilan-panggilan suci di lembah Thuwa. Sebagaimana Nabi Musa lari ketakutan, maka Muhammad bin Abdillah pun segera menuju ke rumahnya dalam keadaan ketakutan. Ia turun ke gunung dan kembali ke rumahnya dan kembali ke isterinya. Tubuhnya yang mulia bergetar denga keras dan beliau merasakan ketakutan dan kegelisahan.
Apakah beliau kali ini berhubungan dengan jin  atau alam perdukunan? Apakah beliau telah mengigau sehingga beliau mendengar  suara-suara dan melihat wajah-wajah yang belum pernah dilihatnya? Rasulullah saw  mengkhawatirkan dirinya karena beliau sangat benci kepada perdukunan. Beliau  memasuki rumahnya dengan keadaan gemetar. Beliau berkata kepada isterinya:  "Selimutilah aku, selimutilah aku!" Kemudian isterinya segera menyelimuti dengan  selimut dari wol dan mengusap keringat yang berada di keningnya. Isterinya  dikagetkan dengan kepucatan wajah beliau yang mulia dan kegemetaran  tubuhnya.
Khadijah bertanya kepadanya: "Apa yang sedang terjadi?" Kemudian Muhammad saw menceritakan secara detail apa yang dialaminya. Kemudian ia berkata: "Sungguh aku khawatir terhadap diriku." Khadijah mengetahui bahwa ia sekarang berhadapan dengan masalah yang serius, suatu berita gembira yang ia tidak mengetahui hakikatnya, suatu berita gembira yang seharusnya tidak dihadapi Muhammad saw dengan kekhawatirkan dan kegelisahan.
Khadijah bertanya kepadanya: "Apa yang sedang terjadi?" Kemudian Muhammad saw menceritakan secara detail apa yang dialaminya. Kemudian ia berkata: "Sungguh aku khawatir terhadap diriku." Khadijah mengetahui bahwa ia sekarang berhadapan dengan masalah yang serius, suatu berita gembira yang ia tidak mengetahui hakikatnya, suatu berita gembira yang seharusnya tidak dihadapi Muhammad saw dengan kekhawatirkan dan kegelisahan.
Khadijah berkata dengan maksud untuk meredakan  ketakutannya: "Tenanglah. Demi Allah, Allah SWT tidak akan menghinakanmu  selama-lamanya. Sungguh engkau adalah seorang yang baik, yang menyambung tali  silaturahmi, yang berbicara dengan jujur, dan yang menghormati tamu."
Meskipun kalimat-kalimat tersebut penuh dengan  kedamaian dan kesejukan, tetapi kegelisahan Rasul saw juga belum hilang.  Kemudian Khadijah pergi bcrsama beliau ke rumah Waraqah bin Nofel, yaitu anak  dari paman Khadijah. Waraqah adalah seorang Nasrani dan dia mampu menulis kitab  dalam bahasa Ibrani dan ia cukup mengetahui kitab-kitab Taurat dan Injil di mana  matanya telah buta karena masa tua.
Khadijah berkata kepadanya: "Wahai putra pamanku, dengarlah dari anak saudaramu." Waraqah berkata: "Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat?" Rasulullah saw menceritakan apa yang dialaminya secara sempurna. Waraqah berkata sambil mengangkat kepalanya yang tampak keheranan: "Itu adalah Namus (Jibril) yang Allah SWT turunkan kepada Musa." Sebagai seorang yang mengerti, Waraqah bin Nofel mengetahui bahwa ia berada di hadapan seorang Nabi yang berita gembiranya disampaikan oleh Taurat dan Injil.
Khadijah berkata kepadanya: "Wahai putra pamanku, dengarlah dari anak saudaramu." Waraqah berkata: "Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat?" Rasulullah saw menceritakan apa yang dialaminya secara sempurna. Waraqah berkata sambil mengangkat kepalanya yang tampak keheranan: "Itu adalah Namus (Jibril) yang Allah SWT turunkan kepada Musa." Sebagai seorang yang mengerti, Waraqah bin Nofel mengetahui bahwa ia berada di hadapan seorang Nabi yang berita gembiranya disampaikan oleh Taurat dan Injil.
Setelah keheningan sesaat, Waraqah berkata:  "Seandainya aku masih hidup ketika kaummu mengeluarkanmu dan mengusirmu."  Rasulullah saw bertanya: "Mengapa aku harus diusir oleh mereka?'' Waraqah  menjawab: "Benar, tidak ada seorang pun yang akan datang seperti dirimu kecuali  engkau akan mengalami penderitaan dan pengusiran. Seandainya aku hadir di saat  itu niscaya aku akan menolongmu."
Demikianlah, akhirnya Islam pun dikembangkan. Kehendak Allah SWT terlaksana dan Allah SWT telah memilih Nabi yang terakhir di muka bumi dan orang Muslim yang pertama. Barangkali pembaca akan bertanya: Apa hakikat dari Islam? Apabila Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir yang diutus oleh Allah SWT di muka bumi dan kita mengetahui bahwa para nabi semuanya sebagai Muslim, maka bagaimana beliau dapat dikatakan mendahului mereka dalam keislaman dan menjadi orang Muslim yang pertama?
Demikianlah, akhirnya Islam pun dikembangkan. Kehendak Allah SWT terlaksana dan Allah SWT telah memilih Nabi yang terakhir di muka bumi dan orang Muslim yang pertama. Barangkali pembaca akan bertanya: Apa hakikat dari Islam? Apabila Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir yang diutus oleh Allah SWT di muka bumi dan kita mengetahui bahwa para nabi semuanya sebagai Muslim, maka bagaimana beliau dapat dikatakan mendahului mereka dalam keislaman dan menjadi orang Muslim yang pertama?
Islam yang dibawa oleh Muhammad saw tidak  berbeda dalam esensinya dengan Islam yang dibawa oleh Nabi Nuh, Nabi Musa, Nabi  Isa atau nabi yang lain, tetapi yang berbeda adalah bentuknya, sedangkan  esensinya tetap seperti semula, yakni berdasarkan tauhid. Islam yang dibawa oleh  Nabi Muhammad saw berbeda dalam bentuknya dengan Islam yang dibawa nabi-nabi  sebelumnya karena sebab yang penting, yakni bahwa Islam ini merupakan ajaran  yang universal dan berisi aspek kemanusiaan yang abadi. Islam tidak terbatas  atas orang-orang Arab tetapi ia berlaku atas semua golongan. Islam yang dibawa  oleh Nabi Muhammad saw tidak terbatas untuk kabilah tertentu atau bangsa  tertentu atau bumi tertentu atau lingkungan tertentu atau zaman tertentu, tetapi  ia untuk semua manusia. Atau dengan kata lain, ia merupakan ajakan untuk  membangkitkan akal manusia di mana saja mereka berada tanpa ada batasan tempat  atau waktu.
Universalitas ajaran Islam tidak dikenal pada  risalah-risalah Ilahi sebelumnya di mana setiap risalah itu diperuntukkan bagi  bangsa tertentu dan zaman tertentu. Oleh karena itu, mukjizat-mukjizat yang  mengagumkan yang bersifat temporal seringkali mendukung risalah-risalah yang  dahulu. Ketika Islam datang sebagai bentuk ajakan untuk menghidupkan akal  manusia secara bebas, maka di sana tidak ada alasan untuk membawa mukjizat yang  mengagum-kan. Hanya ada satu kata yang dapat dijadikan pembuka untuk berdakwah  dan membuka akal manusia, yaitu kata "iqra"' (bacalah). Dan hendaklah bacaan ini  berdasarkan nama Allah SWT. Dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia  menciptakan manusia dari segumpal darah. Coba Anda renungkan permulaan  pertumbuhan dan puncak pencapaian. Di sini tersembunyi mukjizat yang hakiki jika  Anda berusaha mencari mukjizat yang hakiki.
Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Mulia, yang  memberikan nikmat penciptaan dan rezeki serta rahmat dan kelembutan. Dia Maha  Mulia yang mengajarkan manusia apa saja yang tidak diketahuinya. Demikianlah  esensi dari Islam, yaitu ajakan untuk membaca. Ia adalah dakwah yang menunjukkan  kedudukan ilmu. Allah SWT berfirman: 
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara  hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orangyang berilmu (ulama)." (QS. Fathir:  28)
Takut kepada Allah SWT tidak akan muncul kecuali berdasarkan ilmu. Mustahil kebodohan dengan bentuk apa pun akan melahirkan rasa takut. Oleh karena itu, dalam pandangan Islam ilmu adalah hal yang pokok. Ia bukan kemewahan dan bukan hanya perhiasan. Kaum Muslim telah mengalami masa kemuliaan dan kejayaan dan mereka berhasil menguasai bumi ketika mereka memahami Islam secara benar, tetapi ketika pemahaman ini jauh dari mereka, maka mereka kembali dalam keadaan yang paling buruk, bahkan lebih buruk daripada masa jahiliah.
Takut kepada Allah SWT tidak akan muncul kecuali berdasarkan ilmu. Mustahil kebodohan dengan bentuk apa pun akan melahirkan rasa takut. Oleh karena itu, dalam pandangan Islam ilmu adalah hal yang pokok. Ia bukan kemewahan dan bukan hanya perhiasan. Kaum Muslim telah mengalami masa kemuliaan dan kejayaan dan mereka berhasil menguasai bumi ketika mereka memahami Islam secara benar, tetapi ketika pemahaman ini jauh dari mereka, maka mereka kembali dalam keadaan yang paling buruk, bahkan lebih buruk daripada masa jahiliah.
Jadi, ilmu dalam Islam merupakan tujuan yang  mulia dan utama dalam penciptaan alam wujud. Kisah Nabi Adam dan Hawa,  sebagaimana diceritakan oleh Al-Qur'an adalah bukan semata-mata kisah kesalahan  memakan pohon tcrlarang, tetapi ia juga kisah yang memiliki dimensi-dimensi yang  dalam dan aspek-aspek yang beraneka ragam. Ketika Anda menyclami kedalamannya,  maka Anda akan dapat menemukan simbol-simbol dari makna-makna yang lebih  penting.
Dialog internal yang dialami oleh para malaikat  tentang rahasia pemilihan Nabi Adam untuk memakmurkan bumi dan menjadi khalifah  di dalamnya serta pengajaran yang diperoleh Nabi Adam tentang nama-nama semuanya  dan bagaimana beliau mengemukakan nama-nama tersebut kepada para malaikat, serta  ketidaktahuan mereka tentang nama-nama itu, kemudian usaha Nabi Adam untuk  memberitahu mereka tentang apa yang diketahuinya serta pengetahuan para malaikat  tentang rahasia pemilihan Nabi Adam dan para keturunannya untuk memakmurkan  bumi, semua ini menjadikan tujuan dari penciptaan manusia adalah pencapaian ilmu  atau ma'rifah secara umum. Pandangan tersebut dikuatkan oleh firman Allah SWT: 
"Dan Ahu tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-(Ku)." (QS. adz-Dzariat: 56)
"Dan Ahu tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-(Ku)." (QS. adz-Dzariat: 56)
Lalu bagaimana kita memahaminya saat ini dan  bagaimana generasi yang pertama dari kaum Muslim dan dari sahabat-sahabat Rasul  saw dan para pengikutnya dan para tentaranya memahaminya? Saat ini kita  memahaminya dengan pemahamam yang sederhana. Kita mengetahui bahwa kalimat  "untuk menyembah-Ku " berarti ritualitas dalam beribadah dan aspek-aspek  lahiriahnya, seperti mengucapkan kalimat syahadat, salat, puasa, haji, zakat dan  lain-lain. Sehingga orang-orang yang salat diperbolehkan untuk menyembah Allah  SWT di negeri mereka atau di rumah-rumah mereka, meskipun mereka hidup di bawah  pemikiran orang-orang Barat dan membeli produk-produk yang dibuat mereka serta  memanfaatkan ilmu dan kecanggihan tehnologi orang-orang Barat. Namun mereka  sendiri tidak menghasilkan apa-apa. Mereka tidak dapat memberikan kontribusi  kepada kehidupan; mereka tak ubah-nya seperti bulu yang dimainkan oleh ombak.  Sedangkan pemahaman yang dahulu berkaitan dengan kalimat tersebut sebagai  berikut: 
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-(Ku). " (QS. adz-Dzariat: 56)
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-(Ku). " (QS. adz-Dzariat: 56)
Ibnu Abbas membacanya: "Illa liya'rifuun."  (Agar mereka mengetahui). Perhatikanlah bagaimana pentingnya perbedaan antara  praktek-praktek ibadah dengan bentuk-bentuknya dan kedalamannya yang jauh dalam  ma'rifah yang menyebabkan rasa takut kepada Allah SWT. Orang Muslim yang pertama  meyakini bahwa Allah SWT menciptakannya agar ia mengetahui Allah SWT atau agar  ia mengenal Allah SWT. Sehingga ambisi orang Muslim yang pertama sangat  mengagumkan. Mereka pergi untuk membebaskan dunia semuanya: satu tangan  berpegangan dengan Al-Qur'an dan tangan yang lain memegang pedang untuk  menghancurkan belenggu-belenggu yang menyeret manusia kepada  kesesatan.
Kemudian jatuhlah dari Islam hakikat ilmu, sehingga umat Islam tidak dapat memimpin kehidupan dan mereka justru men-dapatkan kehinaan. Allah SWT berfirman:
"Allah menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam." (QS. Ali 'Imran: 18)
Kemudian jatuhlah dari Islam hakikat ilmu, sehingga umat Islam tidak dapat memimpin kehidupan dan mereka justru men-dapatkan kehinaan. Allah SWT berfirman:
"Allah menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam." (QS. Ali 'Imran: 18)
Setelah kesaksian kepada Allah swt dan  kesaksian kepada malaikat, maka disebutlah secara langsung kesaksian kepada  orang-orang yang berilmu. Maka, adakah penghormatan terhadap ilmu yang lebih  besar daripada penghormatan ini? Ilmu dalam Islam berbeda dengan ilmu dalam  peradaban Barat. Memang benar bahwa Islam yang bertanggung jawab terhadap  tumbuhnya pandangan ilmiah dan metode eksperimental di mana berdasarkan metode  ini tegaklah peradaban Barat yang kemudian melahirkan berbagai produksi,  pembuatan, dan penemuan. Dan metode eksperimental adalah metode al-Istiqra,  yaitu suatu metode yang mengikuti bagian-bagian terkecil (parsial) melalui jalan  eksperimen yang dapat tunduk terhadap eksperimen dan melalui jalan memperhatikan  hal-hal yang tidak dapat tunduk terhadap suatu eksperimen, atau melalui jalan  matematis murni yang membutuhkan kepada matematis murni di mana hal itu  bertujuan untuk menyingkap hukum-hukum yang menguasai benda. Sistem ini  bidangnya adalah alam dan alatnya adalah panca indera dan akal. Sistem ini  dimanfaatkan oleh seorang Eropa yang bernama Roger Bikun. Ia mengakui bahwa ia  sangat berhutang kepada kaum Muslim dan peradaban Islam.
Seorang guru yang bernama Bruicll dalam bukunya  Abna' al-Insaniah menceritakan tentang dasar-dasar peradaban Barat di mana ia  berkata: "Roger Bikun mempclajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu Arab di sekolah  Oxford kepada guru-gurunya yang berasal dari Arab di Andalus. Dan Roger Bikun  dan Fenessis Bikun tidak dapat menisbatan keutamaan yang mereka peroleh dalam  menciptakan sistem eksperimental kepada diri mereka sendiri. Roger Bikun hanya  seorang duta dari duta-duta ilmu. Oleh karena itu, ia tidak malu ketika  menyatakan bahwa mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu Arab adalah jalan  satu-satunya untuk mengetahui kebenaran."
Demikianlah pernyataan pakar-pakar Barat yang  jujur. Yang demikian ini bisa dijadikan sanggahan terhadap orang-orang Barat  yang tidak jujur agar mereka mengetahui bahwa mereka sebenarnya mengambil  senjata yang sebenarnya berasal dari Islam. Dan jika dikatakan bahwa rahasia  kebangkitan Barat saat ini dan keunggulannya atas Timur kembali kepada  pengambilannya terhadap sebab-sebab metode eksperimental, yaitu metode Islam,  maka rahasia kehancuran Barat dan kebingungannya serta kegelisahannya adalah  karena mereka tidak menghubungkan metode tersebut dengan kebesaran Allah SWT  sebagaimana semestinya. Metode eksperimen-tal—sebagaimana diambil orang-orang  Barat—dimulai dari alam dan berakhir kepadanya sebagai sesuatu tujuan. Jadi,  ruang lingkup pembahasan mereka adalah berkisar kepada materi, dan alat-alat  pembahasan adalah eksperimen dan pengamatan serta istiqra.
Tiada setelah alam kecuali kematian dan  kematian adalah rahasia yang misterius dan melawannya adalah hal yang mustahil.  Kita tidak mengetahui apa yang terjadi setelah kematian; kita tidak mengetahui  sesuatu pun tentang ruh. Tidak ada hubungan antara ilmu dan akhlak; tidak ada  jawaban dari ilmu tentang tujuan kehidupan ini. Kita hanya mempelajari  aspek-aspek lahiriah dan mencapai hukum-hukumnya saja. Demikianlah pandangan  Barat tentang ilmu di mana ia hanya sekadar alat dan sarana untuk mengatur alam  dan berusaha menguasainya. Sedangkan metode ilmiah dalam Islam menyatakan bahwa  gerakan atom dengan gerakan sistem tata surya di bawah kendali Zat Yang Maha  Tahu dan Zat Yang Maha Pencipta. Ilmu dalam Islam justru membimbing manusia  untuk menuju Allah SWT: 
"Dan bahwasannya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesua-tu). " (QS. an-Najm: 42)
Ilmu justru mengantarkan manusia untuk mencapai rasa takut kepada Allah SWT sebagaimana membimbingnya beribadah kepadanya dan mencintai-Nya:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28)
Islam datang dan mengajak manusia untuk membaca, mengetahui, dan takut kepada Allah SWT serta hanya beribadah kepadanya. Jika ilmu merupakan sayap pertama di dalam Islam, maka sayap yang kedua adalah kebebasan. Rasulullah saw memberitahu dan menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan tidak ada sembahan selain Allah SWT.
"Dan bahwasannya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesua-tu). " (QS. an-Najm: 42)
Ilmu justru mengantarkan manusia untuk mencapai rasa takut kepada Allah SWT sebagaimana membimbingnya beribadah kepadanya dan mencintai-Nya:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28)
Islam datang dan mengajak manusia untuk membaca, mengetahui, dan takut kepada Allah SWT serta hanya beribadah kepadanya. Jika ilmu merupakan sayap pertama di dalam Islam, maka sayap yang kedua adalah kebebasan. Rasulullah saw memberitahu dan menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan tidak ada sembahan selain Allah SWT.
Seruan ini mengisyaratkan keruntuhan  tuhan-tuhan yang mengusai bumi semuanya, baik tuhan yang berupa  kepentingan-kepentingan pribadi, kekayaan, raja, penguasa, pemikiran-pemikiran  yang mengusai manusia, warisan para kakek dan nenek, berhala-berhala yang  terbuat dari batu dan kayu, maupun berbagai macam tuhan lain yang bohong. Adalah  salah jika seseorang membayangkan bahwa kalimat "tiada Tuhan selain Allah" hanya  sekadar hiasan mulut seorang Muslim di mana segala sesuatu yang ada di  sekitarnya penuh dengan kebohongan dan tidak membenarkan apa yang dikatakannya.  Kalimat tersebut dalam Islam merupakan per-gulatan besar bersama kegelapan yang  ada pada diri manusia, suatu pergulatan yang berakhir pada penyerahan diri;  pergulatan yang akan berpindah pada kehidupan yang lebih berat, sehingga  kehi-dupan akan berserah diri. Dan mustahil pergulatan itu akan terjadi kecuali  jika terpenuhi suatu kebebasan: kebebasan akal untuk meragukan dan menolak dan  kebebasan yang berakhir kepada pencapaian batas-batasnya dan kemampuannya serta  kebebasan yang meninggi untuk mencapai keimanan yang dalam dan kokoh. Itu adalah  tanggung jawab yang berarti bahwa ia harus memikul senjata untuk membebaskan  orang lain sebagaimana ia membebaskan dirinya sendiri. Demikianlah esensi dari  Islam, yaitu ilmu yang berdiri di atas kebebasan dan tanggung jawab yang tumbuh  dari kebebasan, dan buah terAkhirnya adalah tauhid dalam kedalamannya  yangjauh.
Jika tauhid dipahami secara benar, maka manusia akan terbebas dari penyembahan selain Allah SWT: manusia akan bebas terhadap rasa takut dari kematian, kekhawatiran atas rezeki, manusia akan terbebas dari sikap bakhil dan ketakutan terhadap hari-hari yang akan datang.
Jika tauhid dipahami secara benar, maka manusia akan terbebas dari penyembahan selain Allah SWT: manusia akan bebas terhadap rasa takut dari kematian, kekhawatiran atas rezeki, manusia akan terbebas dari sikap bakhil dan ketakutan terhadap hari-hari yang akan datang.
Muhammad bin Abdillah datang nntuk menyerukan  bahwa hanya Allah SWT yang patut disembah dan bahwa semua manusia adalah  hamba-hamba-Nya. Dcngan membebaskan manusia dari menyembah sesama mereka, maka  kebcbasan yang hakiki telah dimulai. Rasulullah saw memberitahu bahwa kematian  adalah perpindahan dari satu rumah ke rumah yang lain. Ia bukan akhiran yang  misteri dari kehidupan yang tidak dapat dipahami, tetapi ia hanya sekadar  perpindahan. Takut kepada kematian tidak akan menyelamatkan dari kematian itu  sendiri, dan cinta kepada kehidupan tidak akan memanjangkan ajal. Pada setiap  ajal ada ketentuannya. Maka keberanian merupakan unsur dari unsur-unsur  pembentukan kepribadian Islam dan bagian dari bagian-bagian sel yang ada dalam  tubuh seorang Muslim. 
Rasulullah saw juga menyatakan bahwa rezeki di dunia sudah dijamin dan ditentukan oleh Allah SWT:
"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya. " (QS. Hud: 6)
Rasulullah saw juga menyatakan bahwa rezeki di dunia sudah dijamin dan ditentukan oleh Allah SWT:
"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya. " (QS. Hud: 6)
Jibril mewahyukan kepada Rasul saw bahwa suatu  jiwa tidak akan memenuhi ajalnya sehingga rezekinya disempurnakan. Jika demikian  halnya, maka tidak ada alasan bagi manusia untuk khawatir terhadap rasa lapar  dan gelisah terhadap hari esok. Semua ini terjadi dalam ruang lingkup mengambil  atau melalui jalanjalan menuju sebab. Yakni berusaha untuk mencapai rezeki yang  merupakan kewajiban bagi orang Muslim dan percaya terhadap kedermawan Allah SWT  yang juga merupakan suatu kewajiban bagi orang Muslim untuk mempercayainya.  Allah SWT berfirman: 
"Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. " (QS. adz-Dzariat: 22)
"Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. " (QS. adz-Dzariat: 22)
Allah SWT telah menjamin rezeki di dunia dan  memerintahkan manusia untuk berusaha mencapai rezeki di akhirat. Rezeki di dunia  adalah sesuatu yang sudah dijamin, sehingga manusia tidak perlu melakukan usaha  yang terlalu sengit untuk mencapainya. Cukup baginya untuk berusaha secara benar  dan seimbang. Sedangkan berkenaan dengan rezeki akhirat, Allah SWT  memerin-tahkan manusia untuk berusaha mencapainya karena ia adalah rezeki yang  Allah SWT tidak menjaminnya kecuali jika manusia berhasil melampaui dua jihad:  jihad yang besar dan jihad yang kecil. Jihad besar adalah jihad melawan hawa  nafsu dan jihad kecil adalah jihad melawan musuh di medan perang.
Dengan terbebasnya seorang Muslim dari kerisauan pada kematian, rezeki, dan rasa takut, maka Islam memberi seorang Muslim senjatanya dan alat-alatnya dan ia memerintahkannya untuk mulai memerangi kekuatan-kekuatan kelaliman di muka bumi. Allah SWT berfirman tentang umat Islam:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah." (QS. Ali 'Imran: 110)
Dengan terbebasnya seorang Muslim dari kerisauan pada kematian, rezeki, dan rasa takut, maka Islam memberi seorang Muslim senjatanya dan alat-alatnya dan ia memerintahkannya untuk mulai memerangi kekuatan-kekuatan kelaliman di muka bumi. Allah SWT berfirman tentang umat Islam:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah." (QS. Ali 'Imran: 110)
Perhatikanlah, bagaimana Allah SWT menyebutkan  amal makruf nahi mungkar sebelum keimanan kepada Allah SWT. Ini dimaksudkan agar  akal manusia tergugah akan pentingnyajihad di jalan Allah SWT. Amal makruf dan  nahi mungkar tidak terwujud semata-mata dengan memegang tongkat dan  mencambukannya kepada punggung orang-orang Islam yang tidak salat; ia juga tidak  berupa usaha untuk menahan orang-orang Muslim yang tidak berpuasa. Masalah itu  lebih penting dan lebih besar dari sekadar memperhatikan hal-hal yang bersifat  lahiriah, sedangkan hal-hal yang bersifat batiniah tidak  diperhatikan.
Ayat tersebut berarti, hendaklah seorang Muslim membawa senjata dan berdakwah di jalan Allah SWT serta memerangi orang-orang lalim di muka bumi. Abu Bakar berkata: "Wahai manusia, kalian membaca ayat berikut ini:"
"Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk," (QS. al-Maidah: 105)
Dan aku mendengar Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya ketika masyarakat melihat orang yang lalim dan mereka tidak menghentikannya, maka Allah SWT akan menimpakan azab kepada mereka semua."
Penafsiran Abu Bakar terhadap ayat tersebut sangat jelas artinya. Yakni bahwa pelaksanaan ayat tersebut dapat diwujudkan dengan adanyajihad di jalan Allah SWT dengan mengangkat senjata sebagai usaha untuk menghentikan orang-orang yang lalim. Setelah itu, seorang Muslim dapat mengatakan: "Aku telah melaksanakan tugasku dan tidak akan berdampak kepadaku orang yang sesat setelah aku memberikan petunjuk."
Ayat tersebut berarti, hendaklah seorang Muslim membawa senjata dan berdakwah di jalan Allah SWT serta memerangi orang-orang lalim di muka bumi. Abu Bakar berkata: "Wahai manusia, kalian membaca ayat berikut ini:"
"Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk," (QS. al-Maidah: 105)
Dan aku mendengar Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya ketika masyarakat melihat orang yang lalim dan mereka tidak menghentikannya, maka Allah SWT akan menimpakan azab kepada mereka semua."
Penafsiran Abu Bakar terhadap ayat tersebut sangat jelas artinya. Yakni bahwa pelaksanaan ayat tersebut dapat diwujudkan dengan adanyajihad di jalan Allah SWT dengan mengangkat senjata sebagai usaha untuk menghentikan orang-orang yang lalim. Setelah itu, seorang Muslim dapat mengatakan: "Aku telah melaksanakan tugasku dan tidak akan berdampak kepadaku orang yang sesat setelah aku memberikan petunjuk."
Demikianlah pemahaman orang-orang Islam yang  pertama. Maka bandingkanlah pemahaman tersebut dengan pemahaman kita saat ini di  mana kita telah kchilangan keberanian, dan rasa takut telah menghinggapi tubuh  orang-orang Islam. Kaum Muslim lebih mengutamakan keselamatan diri mcrcka  daripada memerangi orang-orang yang lalim. 
Muhammad bin Abdillah datang dengan membawa risalah Islam yang di dalamnya terdapat perintah Ilahi untuk rnemerangi orang-orang yang lalim dan mempertahankan kehormatan orang-orang yang tertindas di muka bumi. Allah SWT berfirman:
Muhammad bin Abdillah datang dengan membawa risalah Islam yang di dalamnya terdapat perintah Ilahi untuk rnemerangi orang-orang yang lalim dan mempertahankan kehormatan orang-orang yang tertindas di muka bumi. Allah SWT berfirman:
"Karena itu, hendaklah orang-orang yang menukar  kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa  yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak  akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar. Mengapa kamu tidak mau berperang  dijalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita  maupun anak-anak yang semuanya berdoa: 'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari  negeri ini yang lalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan  berilah kami penolong dari sisi-Mu. " (QS. an-Nisa': 74-75)
Muhammad bin Abdillah membacakan kepada kaumnya tentang penafsiran Allah SWT berkenaaan dengan makna kejayaan yang besar:
Muhammad bin Abdillah membacakan kepada kaumnya tentang penafsiran Allah SWT berkenaaan dengan makna kejayaan yang besar:
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari  orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.  Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah  menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan  siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah?, maka  bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah  kemenangan yang besar." (QS. at-Taubah: 111)
Bacalah ayat tersebut dua kali dan renungkanlah  tentang kedermawan Allah SWT. Betapa tidak, Dia membeli jiwa orang-orang mukmin  dan harta mereka, padahal jiwa tersebut dan harta tersebut pada hakikatnya  adalah milik-Nya sendiri. Lihatlah bagaimana kemuliaan Allah SWT di mana Dia  membeli harta milik-Nya yang khusus dengan surga dan bagaimana Allah SWT  menganjurkan orang-orang Islam untuk berperang, dan Dia memberitahu mereka bahwa  urusan memerangi orang-orang lalim dan orang-orang yang tersesat bukanlah hal  yang baru atas orang-orang Islam. Allah SWT telah memerintahkan hal tersebut  dalam Injil dan Taurat. Sebagaimana Nabi Isa diutus dengan pedang, seperti yang  disebutkan dalam lembaran-lembaran atau buku-buku orang-orang Nasrani, maka Nabi  Musa pun diutus dengan membawa pedang. Dan ketika Bani Israil berkata kepada  Nabi Musa, "pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, dan kami hanya di  sini duduk-duduk saja,", maka kehendak Ilahi menetapkan agar mereka mendapatkan  kesesatan selama empat puluh tahun sebagai akibat dari perbuatan mereka itu,  agar generasi yang lemah dan hina itu hancur yang mereka justru tidak memenuhi  panggilan Allah SWT dan mereka membiarkan Nabi Musa bersama Tuhannya berperang,  padahal peperangan itu merupakan tanggung jawab mereka dan tugas mereka yang  harus mereka emban sebagai pengikut Nabi Musa.
Demikianlah esensi dari ajaran Islam  sebagaimana yang dibawa oleh Muhammad bin Abdillah. Yakni ajakan untuk membaca  dan menggali ilmu serta mendapatkan kebebasan dan yang terpenting adalah usaha  melawan kekuatan-kekuatan lalim. Suatu ajakan yang universal yang tidak  dikhususkan untuk kalangan tertentu atau untuk waraa kulit tertentu atau untuk  kaum tertentu atau untuk tempat tertentu; suatu ajakan kemanusiaan yang  komprehensif yang universal yang ingin mengikat ilmu dan kebebasan dan jihad  dengan tujuan yang lebih tinggi, yaitu mencapai tauhid kepada Allah SWT dan  menyucikan-Nya serta keimanan terhadap hari kemudian dan kebangkitan manusia  semuanya di hadapan Allah SWT.
Adalah salah jika ada orang yang menganggap  bahwa Islam hanya memperhatikan aspek akhirat dan melupakan aspek duniawi.  Menurut Islam dunia adalah lembar-lembar jawaban yang akan dikoreksi di hari  akhir. Ia adalah ujian dan tempat percobaan bagi manusia agar manusia mengetahui  apakah ia layak untuk menda-patkan kemuliaan dari Allah SWT yang telah diberikan  kepada Adam. Atau apakah iajustru layak untuk jadi bagian dari tanah neraka  Jahim dan batunya, sebagaimana firman Allah SWT: 
"Yang bahan bakarnya manusia dan batu. " (QS. al-Baqarah: 24)
Rasulullah saw telah menjelaskan hikmah dari penciptaan manusia, penciptaan kehidupan dan kematian ketika beliau menyampaikan firman Allah SWT dalam surah al-Mulk:
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amabiya. " (QS. al-Mulk: 2)
Dunia adalah rumah pergulatan. Dan Allah SWT telah menciptakan kehidupan dan kematian agar manusia menyadari siapa di antara mereka yang terbai amalnya. Tentu pengetahuan ini tidak akan menambah kekuasaan Allah SWT. Pengetahuan itu justru dibutuhkan oleh manusia. Allah SWT menciptakan manusia agar menusia mengetahui, danpengetahuan yang paling penting adalah pengetahuan atau pengenalan terhadap diri. Dan pada hari kiamat manusia akan mengenal dirinya secara sempurna dan ia akan mengenal balasan yang akan diterimanya secara sempurna.
"Yang bahan bakarnya manusia dan batu. " (QS. al-Baqarah: 24)
Rasulullah saw telah menjelaskan hikmah dari penciptaan manusia, penciptaan kehidupan dan kematian ketika beliau menyampaikan firman Allah SWT dalam surah al-Mulk:
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amabiya. " (QS. al-Mulk: 2)
Dunia adalah rumah pergulatan. Dan Allah SWT telah menciptakan kehidupan dan kematian agar manusia menyadari siapa di antara mereka yang terbai amalnya. Tentu pengetahuan ini tidak akan menambah kekuasaan Allah SWT. Pengetahuan itu justru dibutuhkan oleh manusia. Allah SWT menciptakan manusia agar menusia mengetahui, danpengetahuan yang paling penting adalah pengetahuan atau pengenalan terhadap diri. Dan pada hari kiamat manusia akan mengenal dirinya secara sempurna dan ia akan mengenal balasan yang akan diterimanya secara sempurna.
Dan barangkali mukadimah yang kami sarikan dari  hari akhir ini mengharuskan kehidupan di atas bumi dipenuhi dengan kesucian dan  kebersihan, yaitu diliputi dengan kemanusiaan yang sempurna yang di dalamnya  manusia layak untuk hidup. Demikianlah Islam yang dibawa oleh Muhammad saw.  Inilah asasnya dan hakikatnya. Itu adalah pondasi dan hakikat yang tidak  diciptakan oleh Muhammad saw dan tak didahului oleh rasul-rasul sebelumnya.  Hakikat risalah-risalah yang dulu semuanya adalah tauhid dan mempertahankan  kebenaran serta keimanan terhadap hari akhir dan menyerahkan jiwa dan anggota  tubuh hanya kepada Allah SWT. Yang baru dalam Islam adalah ilmu, kebebasan dan  universalitas ajaran Islam serta warna keadilan yang sangat kental, sehingga  sangat tepat jika dikatakan bahwa karakter dari Islam adalah keadilan.  Barangkali bagian ini perlu diperhatikan.
Meskipun agama-agama samawi pada esensinya  satu, tetapi kehendak Allah menuntut turunnya lebih dari agama dan lebih dari  satu nabi. Kehendak tersebut menuntut agar pada setiap agama terdapat karakter  yang khusus yang menggambarkan bentuk yang paling tepat sesuai dengan kebutuhan  utama yang di situ agama itu diturunkan dan sesuai dengan waktu saat itu.  Orang-orang Yahudi misalnya, mereka hidup di tengah-tengah suasana penyembahan  berhala dikalangan orang-orang Mesir kuno. Yahudisme diturunkan pada Bani Israil  yang suka membangkang dan karena itu, karakter utamanya adalah ketegasan  (as-Sharamah) agar mereka tidak terpengaruh dengan fenomena berhalaisme ala  Mesir atau mereka terkena pengaruh dari tindakan semena-mena Fir'aun. Dengan  ketegasan inilah agama Yahudi selamat dan dapat menjadi risalah penyelamatan dan  pembebasan.
Namun Bani Israil yang memperbudak manusia dan  mempunyai hati yang keras pada saat yang sama mereka keluar dari Fir'aun untuk  masuk ke cengkraman orang-orang Romawi di mana orang-orang Romawi justru lebih  lalim dan lebih kuat dari orang-orang Mesir. Oleh karena itu, orang-orang Masehi  bertanggung jawab untuk melakukan pembebasan baru tetapi dengan cara yang  berbeda sesuai dengan perubahan keadaan. Cara tersebut adalah menjauhkan  penggunaan kekuatan bersenjata karena kekuatan orang-orang Romawi mengungguli  kekuatan saat itu dan menguasai bumi secara keseluruhan. Maka kemenangan yang  mungkin dapat diperoleh adalah dengan cara menghindari tindak kekerasan dan  lebih mengutamakan pendekatan cinta. Dan pada kali yang lain orang-orang Masehi  memperoleh kemenangan melalui cara kedamaian dan cinta yang disebarkannya atas  imperialisme Romawi dengan segala senjatanya dan kekuasaannya.
Adapun Islam datang sebagai agama yang terakhir  dan menyeluruh yang layak untuk diterapkan di muka bumi, sehingga Allah SWT  mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya kepada orang-orang yang berhak  mewarisinya. Oleh karena itu, agama yang terakhir ini harus mempunyai karakter  khusus dan karakter itu adalah karakter keadilan.
Ketegasan hanya cocok untuk zaman tertentu dan  kelompok tertentu dan keadaan tertentu, sedangkan cinta adalah contoh yang  tertinggi, tetapi ia tidak dapat menjadi sesuatu tolok ukur untuk dibandingkan  dengan tindakan-tindakan tertentu atau untuk dijadikan alat untuk melakukan  sesuatu. Dan jika ia menjadi tolok ukur bagi orang-orang yang memilki perasaan  yang tinggi atau budaya yang tinggi, maka ia tidak dijadikan tolok ukur umum dan  universal. Adapun keadilan, maka ia menjadi karakter Islam yang berarti  keseimbangan dalam sifat-sifat keutamaan dan meletakkan segala sesuatu pada  tempatnya. Ini adalah tolok ukur yang menyeluruh dan barometer yang akhir. Dan  barangkali kebesaran keadilan dan pengaruhnya dalam pengaturan alam bersandarkan  kepada firman Allah SWT: 
"Allah menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan  melainkan Dia. Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang  berilmu (juga menyatakan yang demikian itu)." (QS. Ali 'Imran:  18)
Apabila Allah SWT dalam Islam merupakan cermin yang tertinggi, maka keadilan yang disaksikan oleh Allah SWT terhadap diri-Nya sendiri harus menjadi karakter Islam dan kaum Muslim. Keadilan dalam Islam bukan hanya keadilan ekonomi atau keadilan hukum atau keadilan dalam balasan, tctapi ia mencakup semuanya. Sebelum semua ini dan sesudahnya, kcadilan dalam Islam merupakan suatu sistem dalam kehidupan dan metode utama dalam Islam.
Apabila Allah SWT dalam Islam merupakan cermin yang tertinggi, maka keadilan yang disaksikan oleh Allah SWT terhadap diri-Nya sendiri harus menjadi karakter Islam dan kaum Muslim. Keadilan dalam Islam bukan hanya keadilan ekonomi atau keadilan hukum atau keadilan dalam balasan, tctapi ia mencakup semuanya. Sebelum semua ini dan sesudahnya, kcadilan dalam Islam merupakan suatu sistem dalam kehidupan dan metode utama dalam Islam.
Ketika Anda memalingkan pandangan Anda dalam  Islam, maka Anda akan menemukan keadilan menghiasi seluruh wajah Islam. Di sana  terdapat keadilan antara agama-agama yang dulu, keadilan antara individu dan  masyarakat, keadilan antara dunia dan agama, keadilan antara pria dan wanita,  keadilan untuk orang-orang yang fakir dan orang-orang yang kaya, keadilan antara  para penguasa dan rakyat, bahkan dengan keadilan itu sendiri bumi dan langit  ditegakkan dan Allah SWT menyebut diri-Nya sebagai al-'Adl (Yang MahaAdil). 
Selanjutnya, Islam adalah agama yang sudah lama sebagaimana lamanya kedatangan para nabi. Nabi Nuh as berkata dalam surah Yunus:
"Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikit pun darimu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepadanya)." (QS. Yunus: 72)
Selanjutnya, Islam adalah agama yang sudah lama sebagaimana lamanya kedatangan para nabi. Nabi Nuh as berkata dalam surah Yunus:
"Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikit pun darimu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepadanya)." (QS. Yunus: 72)
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as berkata dalam  surah al-Baqarah saat keduanya membangun Ka'bah: 
"Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan Kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduh patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji hami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. " (QS. al-Baqarah: 127-128)
Nabi Ibrahim tidak lupa untuk berwasiat kepada keturunannya dan di antara mereka adalah Yakub agar mereka mati dalam keadaan Islam. Allah SWT berfirman:
"Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anaknya, Demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): 'Hai anak-anakku, Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah hamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.'" (QS. al-Baqarah: 132)
Ketika kematian mendekati Yakub, beliau mengumpulkan anak-anaknya di sekelilingnya dan bertanya kepada mereka:
"Apa yang kamu sembah sepeninggalku? Mereka menjawab: 'Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenak moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan hhaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepadanya.'" (QS. al-Baqarah: 133)
Allah SWT memberitahu kita dalam surah Yunus tentang perkataan Nabi Musa kepada kaumnya:
"Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri." (QS. Yunus: 84)
Sementara itu, Nabi Sulaiman adalah seorang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat yang menceritakan tentang kisahnya bersama Ratu Saba' ketika Ratu tersebut berkata:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat lalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam." (QS. an-Naml: 44)
Demikian juga Nabi Yusuf, beliau berdoa kepada Allah SWT dan meminta kepadanya agar mematikannya sebagai orang Muslim dan memasukannya dalam kelompok orang-orang yang saleh. Allah SWT berfirman dan bercerita tentang Yusuf dalam surah Yusuf:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagaian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh." (QS.Yusuf: 101)
"Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan Kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduh patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji hami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. " (QS. al-Baqarah: 127-128)
Nabi Ibrahim tidak lupa untuk berwasiat kepada keturunannya dan di antara mereka adalah Yakub agar mereka mati dalam keadaan Islam. Allah SWT berfirman:
"Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anaknya, Demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): 'Hai anak-anakku, Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah hamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.'" (QS. al-Baqarah: 132)
Ketika kematian mendekati Yakub, beliau mengumpulkan anak-anaknya di sekelilingnya dan bertanya kepada mereka:
"Apa yang kamu sembah sepeninggalku? Mereka menjawab: 'Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenak moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan hhaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepadanya.'" (QS. al-Baqarah: 133)
Allah SWT memberitahu kita dalam surah Yunus tentang perkataan Nabi Musa kepada kaumnya:
"Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri." (QS. Yunus: 84)
Sementara itu, Nabi Sulaiman adalah seorang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat yang menceritakan tentang kisahnya bersama Ratu Saba' ketika Ratu tersebut berkata:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat lalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam." (QS. an-Naml: 44)
Demikian juga Nabi Yusuf, beliau berdoa kepada Allah SWT dan meminta kepadanya agar mematikannya sebagai orang Muslim dan memasukannya dalam kelompok orang-orang yang saleh. Allah SWT berfirman dan bercerita tentang Yusuf dalam surah Yusuf:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagaian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh." (QS.Yusuf: 101)
Sementara itu dalam surah al-Maidah, Allah SWT  mewahyukan kepada kaum Hawariyin agar mereka beriman kepadanya dan kepada  rasul-Nya lalu mereka berkata: 
"Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)." (QS. al-Maidah: 111)
"Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)." (QS. al-Maidah: 111)
Jadi, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi  Yakub, Nabi Musa Harun, Nabi Sulaiman, Nabi Yusuf, Nabi Isa adalah nabi-nabi  yang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat tersebut. Maka seluruh nabi adalah  orang-orang Muslim, lalu bagaimana Nabi Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir  dikatakan sebagai orang Muslim yang pertama? 
Allah SWT berfirman dalam surah al-An'am yang  ditujukan kepada Nabi yang terakhir: 
"Katakanlah: 'Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163)
"Katakanlah: 'Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163)
Maka, bagaimana beliau menjadi orang Muslim  yang pertama, padahal penamaan umat beliau dengan sebutan al-Muslimin adalah  penamaan yang sebenarnya sudah dahulu dikenal di kalangan nabi-nabi yang  terdahulu dan kedatangannya ke alam wujud dan penamaan agamanya dengan sebutan  al-Islam sebenarnya berhutang kepada kakeknya yang jauh, yaitu Nabi Ibrahim.  Allah SWT berfirman dalam surah al-Hajj: 
"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu. " (QS. al-Hajj: 78)
Tidak ada pertentangan dalam pendahuluan para nabi dengan sebutan al-Muslimin daripada Rasulullah saw dan kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang pertama. Tentu kata al-Awwal (yang pertama) di sini tidak dipahami dari sisi waktu atau masa kemunculan, tetapi yang dimaksud dengan orang Muslim di sini adalah akmalul muslimin (orang yang paling sempurna di antara orang-orang Muslim). Suatu kali Aisyah pernah ditanya tentang akhlaknya Rasulullah saw lalu dia menjawab dengan kalimatnya yang singkat: "Akhlak beliau adalah Al-Qur'an."
"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu. " (QS. al-Hajj: 78)
Tidak ada pertentangan dalam pendahuluan para nabi dengan sebutan al-Muslimin daripada Rasulullah saw dan kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang pertama. Tentu kata al-Awwal (yang pertama) di sini tidak dipahami dari sisi waktu atau masa kemunculan, tetapi yang dimaksud dengan orang Muslim di sini adalah akmalul muslimin (orang yang paling sempurna di antara orang-orang Muslim). Suatu kali Aisyah pernah ditanya tentang akhlaknya Rasulullah saw lalu dia menjawab dengan kalimatnya yang singkat: "Akhlak beliau adalah Al-Qur'an."
Kita mengetahui bahwa Al-Qur'an al-Karim  menetapkan akhlak yang mulia meskipun dalam batasannya yang sederhana dan  rendah, dan menyebutkan keutamaan akhlak dalam tingkatannya yang tinggi. Oleh  karena itu, akhlak seperti apa yang dimiliki oleh Rasulullah saw: apakah beliau  memiliki akhlak yang sifatnya tengah-tengah, atau apakah beliau mendahului dalam  kebaikan, atau apakah beliau termasuk ashabul yamin (orang-orang yang berasal di  sebelah kanan), atau apakah beliau termasuk al-Muqarrabin (orang-orang yang  dekat dengan Allah SWT)?
Rasulullah saw tidak hanya memiliki semua karakter tersebut dan atribut tersebut, bahkan kedudukan beliau lebih dari itu semua. Beliau berada di puncak dari segala puncak keutamaan akhlak, sehingga beliau berhak untuk mendapatkan sebutan dari Allah SWT:
"Dan sungguh pada dirimu terdapat budi pekerti yang agung. " (QS. al-Qalam: 4)
Para Mufasir berbeda pendapat tentang makna dari al-Huluqul 'adzim (budi pekerti yang agung). Sebagian mereka mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Al-Qur'an. Sebagian yang lain mengatakan itu adalah Islam. Ada juga yang mengatakan bahwa beliau tidak memiliki sesuatu kecuali keinginan untuk menuju jalan Allah SWT.
Dalam Al-Qur'an al-Karim terdapat penjelasan tentang derajat beliau yang tinggi dalam dua ayat yang mulia. Ayat yang pertama adalah firman-Nya:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya Shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163)
Rasulullah saw tidak hanya memiliki semua karakter tersebut dan atribut tersebut, bahkan kedudukan beliau lebih dari itu semua. Beliau berada di puncak dari segala puncak keutamaan akhlak, sehingga beliau berhak untuk mendapatkan sebutan dari Allah SWT:
"Dan sungguh pada dirimu terdapat budi pekerti yang agung. " (QS. al-Qalam: 4)
Para Mufasir berbeda pendapat tentang makna dari al-Huluqul 'adzim (budi pekerti yang agung). Sebagian mereka mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Al-Qur'an. Sebagian yang lain mengatakan itu adalah Islam. Ada juga yang mengatakan bahwa beliau tidak memiliki sesuatu kecuali keinginan untuk menuju jalan Allah SWT.
Dalam Al-Qur'an al-Karim terdapat penjelasan tentang derajat beliau yang tinggi dalam dua ayat yang mulia. Ayat yang pertama adalah firman-Nya:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya Shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163)
Beliau adalah orang yang paling utama di antara  manusia semuanya; beliau memiliki keutamaan yang melebihi semua manusia; beliau  memiliki rahmat dan kemuliaan yang tidak dapat ditandingi oleh seseorang pun.  Meskipun beliau datang sebagai Nabi yang terakhir namun justru karena posisi  beliau sebagai Nabi yang terakhir, maka beliau menjadi bata yang terakhir dalam  pembangunan rumah kenabian yang tinggi, sehingga bata yang terakhir itu harus  menjadi puncak pembangunan manusia. Sedangkan ayat yang kedua adalah firman-Nya: 
"Dan Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta." (QS. al-Anbiya': 107)
Beliau bukan hanya menjadi rahmat bagi orang-orang Arab saja; beliau bukan hanya menjadi rahmat bagi orang-orang Quraisy dan beliau bukan menjadi rahmat bagi zamannya saja, begitu juga beliau tidak menjadi rahmat bagi jazirah Arab saja, tetapi beliau menjadi rahmat bagi alam semesta; beliau senantiasa menjadi rahmat bagi alam semesta: dimulai dari diturunkannya wahyu kepadanya dengan kalimat iqra hingga Allah SWT mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya kepada orang-orang yang berhak mewarisinya sampai hari kiamat. Alhasil, beliau adalah rahmat yang dihadiahkan kepada manusia; beliau adalah rahmat yang tidak menonjolkan mukjizat yang mengagumkan, tetapi beliau adalah rahmat yang memulai dakwah dengan mengutamakan fungsi akal atau pembacaan dua kitab: pertama, pembacaan kitab alam atau Al-Qur'an yang diciptakan atau kalimat-kalimat Allah SWT yang terdiri dari jutaan bentuk dan kedua pembacaan Al-Qur'an yang diturunkan melalui malaikat Jibril di mana ia merupakan kalamullah yang abadi.
"Dan Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta." (QS. al-Anbiya': 107)
Beliau bukan hanya menjadi rahmat bagi orang-orang Arab saja; beliau bukan hanya menjadi rahmat bagi orang-orang Quraisy dan beliau bukan menjadi rahmat bagi zamannya saja, begitu juga beliau tidak menjadi rahmat bagi jazirah Arab saja, tetapi beliau menjadi rahmat bagi alam semesta; beliau senantiasa menjadi rahmat bagi alam semesta: dimulai dari diturunkannya wahyu kepadanya dengan kalimat iqra hingga Allah SWT mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya kepada orang-orang yang berhak mewarisinya sampai hari kiamat. Alhasil, beliau adalah rahmat yang dihadiahkan kepada manusia; beliau adalah rahmat yang tidak menonjolkan mukjizat yang mengagumkan, tetapi beliau adalah rahmat yang memulai dakwah dengan mengutamakan fungsi akal atau pembacaan dua kitab: pertama, pembacaan kitab alam atau Al-Qur'an yang diciptakan atau kalimat-kalimat Allah SWT yang terdiri dari jutaan bentuk dan kedua pembacaan Al-Qur'an yang diturunkan melalui malaikat Jibril di mana ia merupakan kalamullah yang abadi.
Dan kitab alam dibaca dengan ribuan cara:  dibaca melalui penelusuran dunia: 
"Katakanlah: 'Berjalanlah kamu di mnka bumi dan amat-amatilah.'" (QS. an-Naml: 69)
Atau dibaca melalui usaha menyingkap misteri dan penggunaan akal:
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar. " (QS. Fushilat: 53)
Atau dibaca melalui ilmu dan pengamatan:
"Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang telah menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengokohkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut 1 Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui." (QS. an-Naml: 61)
Jika di sana terdapat ribuan jalan atau cara untuk membaca kalimat-kalimat Allah SWT dan kitab alam, maka di sana terdapat satu jalan untuk membaca kalamullah yang abadi, yaitu hendaklah Al-Qur'an dibaca dengan mata hati dan kecermelangan basirah, sehingga Al-Qur'an menjadi bagian akhlak dari yang membaca sesuai dengan kemampuannya.
"Katakanlah: 'Berjalanlah kamu di mnka bumi dan amat-amatilah.'" (QS. an-Naml: 69)
Atau dibaca melalui usaha menyingkap misteri dan penggunaan akal:
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar. " (QS. Fushilat: 53)
Atau dibaca melalui ilmu dan pengamatan:
"Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang telah menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengokohkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut 1 Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui." (QS. an-Naml: 61)
Jika di sana terdapat ribuan jalan atau cara untuk membaca kalimat-kalimat Allah SWT dan kitab alam, maka di sana terdapat satu jalan untuk membaca kalamullah yang abadi, yaitu hendaklah Al-Qur'an dibaca dengan mata hati dan kecermelangan basirah, sehingga Al-Qur'an menjadi bagian akhlak dari yang membaca sesuai dengan kemampuannya.
Sebelum turunnya Al-Qur'an, dunia diliputi  dengan kekurangan, baik secara materi, ruhani, undang-undang maupun dari dimensi  kehidupan yang biasa melekat pada manusia saat itu. Dan sebelum diutusnya Rasul  saw yang beliau adalah manusia yang sempurna dan paling utama, alam belum  mencapai puncak dari penyerahan diri kepada Allah SWT atau puncak dari keutamaan  akhlak. Ketika Rasulullah saw diutus, maka manusia mengalami kesempurnaan dan  mampu mencapai tingkat kesempurnaannya. Dengan Kitab yang mulia ini dan Nabi  yang pengasih, Allah SWT yang menyempurnakan agama bagi manusia dan  menyempurnakan nikmat-Nya atas mereka, sebagaimana firman-Nya: 
"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itujadi agama bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)
"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itujadi agama bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)
Namun semua itu tidak terwujud begitu saja,  Nabi yang mulia harus berjuang secara serius dan sungguh-sungguh, sehingga  beliau menjadi manusia yang paling layak untuk mendapatkan pujian pendduduk bumi  dan penduduk langit. Dan Rasulullah saw telah melakukan semua itu. Kita tidak  mengenal seorang nabi yang perasaannya dihina dan dicaci maki lebih dari apa  diterima oleh Muhammad bin Abdillah; kita tidak mengenal seorang nabi yang  memikul berbagai penderitaan, dan memiliki kesabaran yang mengagumkan di jalan  Allah SWT sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nabi kita.
Kemudian, seorang yang diutus oleh Allah SWT  sebagai rahmat bagi alam semesta tidak akan mengajak manusia menuju kebenaran  kecuali jika manusia tersebut dari kalangan orang-orang yang kafir dan  membangkang. Beliau berdakwah bagi orang yang berhak mendapatkan dakwah; beliau  siap memikul tanggung jawab dakwah dengan berbagai tantangan dan cobaannya;  beliau menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Setelah itu, beliau datang kepada  Allah SWT dengan hati yang puas dan air mata yang bercucuran dan dengan suara  berbisik berkata: "Ya Allah, jika tidak ada kemurkaan pada diri-Mu, maka aku  tidak akan peduli dengan manusia." Segala sesuatu akan menjadi mudah jika di  sana terdapat ridha Allah SWT.
Setelah turunnya wahyu kepada Rasul saw, beliau memulai tahapan dakwah dan mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT. Dimulailah dakwah secara rahasia yang berlangsung selama tiga tahun dalam persembunyian.
Setelah turunnya wahyu kepada Rasul saw, beliau memulai tahapan dakwah dan mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT. Dimulailah dakwah secara rahasia yang berlangsung selama tiga tahun dalam persembunyian.
Mula-mula Ummul Mu'minin, Khadijah binti  Khuwailid beriman kepadanya, lalu beriman juga sahabatnya, Abu Bakar sebagaimana  beriman kepadanya anak pamannya, Ali bin Abi Thalib yang saat itu masih kecil  dan hidup di bawah asuhan Muhammad, dan juga beriman kepadanya Zaid bin Tsabit,  seorang pembantunya. Kemudian Abu Bakar juga ikut berdakwah, sehingga ia  memasukkan dalam dakwah teman-temannya, seperti Usman bin Affan, Thalha bin  Ubaidilah, dan Sa'ad bin Abi Waqas. Juga beriman seorang Masehi, yaitu Waraqah  bin Nofel dan Rasulullah saw melihatnya setelah kematiannya tanda kesenangan  yang itu menunjukkan ketinggian derajatnya di sisi Allah SWT. Setelah itu, Abu  Dzar al-Ghifari juga masuk Islam, lalu disusul oleh Zubair bin Awam dan Umar bin  'Anbasah serta Sa'id bin 'Ash. Jadi, Islam mulai mengepakkan sayapnya secara  rahasia di Mekah.
Kemudian berita tersebarnya akidah yang baru  ini sampai kepada pembesar-pembesar Quraisy, tetapi mereka tidak begitu peduli.  Barangkali mereka membayangkan bahwa Muhammad telah menjadi—karena uzlah yang  dilakukannya di gua Hira—salah seorang juru bicara tentang ketuhanan sebagaimana  pernah dilakukan oleh Umayah bin Shalt dan Qas bin Sa'adah. 
Demikianlah dakwah secara rahasia berhasil  mengembangkan misinya dan dapat melindungi akidah yang baru. Dan selama  perjalanan tiga tahun yang dibutuhkan tahapan dakwah secara rahasia keimanan  telah tertanam dalam hati kaum Muslim yang pertama. Rasulullah saw telah  mendidik mereka dan telah menanamkan kepada diri mereka sifat-sifat kemuliaan  dan telah menciptakan mereka sebagai benih pertama dari pasukan Islam. Pada  suatu hari Jibril turun dengan membawa firman Allah SWT: 
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat." (QS. asy-Syu'ara': 214)
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat." (QS. asy-Syu'ara': 214)
Demikianlah, datanglah perintah Ilahi agar  Rasulullah saw berdakwah secara terang-terangan. Lalu berkumpullah di sekeliling  Nabi sekelompok tentara yang besar dan datanglah perintah Ilahi agar beliau  menyampaikan dakwah secara terang-terangan dan mengingatkan keluarga dekatnya.  Ketika Nabi melakukan hal tersebut, maka dakwah memasuki tahapan yang kedua. Dan  tahapan dakwah yang baru ini berakibat pada timbulnya penekanan terhadap para  dai di mana mereka mengalami penindasan, bahkan mereka didustakan oleh  masyarakat serta diboikot. 
Orang-orang Quraisy mengetahui bahwa Muhammad berbahaya bagi mereka. Beliau bukan hanya berbicara tentang  ketuhanan, tetapi beliau mengajak rnanusia untuk mengikuti agama baru, yaitu  agama yang mencoba untuk menyingkirkan berhala-berhala dan patung-patung mereka  serta tuhan-tuhan mereka yang mereka yakini; agama yang mencoba menyingkirkan  kedudukan sosial mereka dan kepentingan-kepentingan ekonomi mereka; agama yang  menyatakan bahwa tiada tuhan lain selain Allah SWT, dan tiada hukum lain selain  hukum-Nya, serta tiada penguasa lain selain Dia. Kedatangan agama tersebut  menyebabkan penduduk kota Mekah membencinya dan orang-orang yang memegang  kekuasaan di dalamnya merasa gelisah.
Setelah pengumuman dakwah secara terang-terangan, dimulailah dan ditabuhlah gendrang peperangan. Kemudian peperangan yang dahsyat terjadi antara para pembesar Quraisy dan para pengikut Rasulullah saw. Orang yang pertama kali menyerang Islam adalah seorang tokoh Mekah yang bernama Abu Lahab.
Setelah pengumuman dakwah secara terang-terangan, dimulailah dan ditabuhlah gendrang peperangan. Kemudian peperangan yang dahsyat terjadi antara para pembesar Quraisy dan para pengikut Rasulullah saw. Orang yang pertama kali menyerang Islam adalah seorang tokoh Mekah yang bernama Abu Lahab.
Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw  menaiki bukit Shafa dan beliau mulai memanggil-manggil tokoh Quraisy dan para  kabilah Mekah. Dan ketika semua berkumpul, beliau bertanya kepada mereka:  "Apakah kalian percaya jika aku memberitahu kalian bahwa seekor kuda akan datang  menyerang kalian?" Mereka menjawab: "Tentu, kami belum pernah melihatmu  berbohong." Beliau berkata: "Aku seorang yang diutus sebagai pemberi peringatan  terhadap kalian. Di hadapanku terdapat siksaan yang berat jika kalian  menentang." Abu Lahab berkata: "Sungguh celaka engkau, apakah karena ini engkau  mengumpulkan kami." 
Dengan penghinaan inilah, peperangan terhadap Islam dimulai. Ketika kaum Muslim tidak mampu mempertahankan diri mereka, maka mula-mula Allah SWT membantu mereka dan menolong mereka dengan menurunkan surah yang pendek yang mengecam tindakan Abu Lahab:
Dengan penghinaan inilah, peperangan terhadap Islam dimulai. Ketika kaum Muslim tidak mampu mempertahankan diri mereka, maka mula-mula Allah SWT membantu mereka dan menolong mereka dengan menurunkan surah yang pendek yang mengecam tindakan Abu Lahab:
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan  sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah bermanfaat kepadanya harta bendanya dan  apa yang dia usahahan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan  (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari  sabut. " (QS. Allahab: 1-5)
Dengan ayat-ayat yang pendek dan tepat tersebut, Abu Lahab memasuki kancah sejarah dari pintunya yang paling pendek. Gambaran tentang kejahatan Abu Lahab tertulis selama-lamanya. Abu Lahab adalah seorang yang menentang dakwah kebenaran karena ia mengkhawatirkan kedudukannya dan kekayaannya, padahal harta yang dipertahankannya dan dijaganya tidak memiliki arti sama sekali di sisi Allah SWT karena ia sekarang berada dan dijebloskan di tengah-tengah neraka yang menyala-nyala, sedangkan isterinya membawa kayu bakar, sehingga menambah nyala api itu sendiri. Dan di lehernya terdapat suatu belenggu sebagai simbol keterikatannya dengan dunia binatang yang tidak berakal. Sebagian besar orang-orang yang menentang dakwah adalah orang-orang yang berhubungan dengan dunia binatang yang tidak sadar.
Dengan ayat-ayat yang pendek dan tepat tersebut, Abu Lahab memasuki kancah sejarah dari pintunya yang paling pendek. Gambaran tentang kejahatan Abu Lahab tertulis selama-lamanya. Abu Lahab adalah seorang yang menentang dakwah kebenaran karena ia mengkhawatirkan kedudukannya dan kekayaannya, padahal harta yang dipertahankannya dan dijaganya tidak memiliki arti sama sekali di sisi Allah SWT karena ia sekarang berada dan dijebloskan di tengah-tengah neraka yang menyala-nyala, sedangkan isterinya membawa kayu bakar, sehingga menambah nyala api itu sendiri. Dan di lehernya terdapat suatu belenggu sebagai simbol keterikatannya dengan dunia binatang yang tidak berakal. Sebagian besar orang-orang yang menentang dakwah adalah orang-orang yang berhubungan dengan dunia binatang yang tidak sadar.
Allah SWT berfirman: 
"Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). " (QS. al-Furqan: 44)
Seandainya hari ini kita merenungkan reaksi orang-orang kafir dan orang-orang musyrik, maka kita akan terheran-heran.
Allah SWT berfirman:
"Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: 'Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan'." (QS. Shad: 4-5)
Coba perhatikan bagaimana kebodohan kaum itu di mana mereka menganggap bahwa pada hakikatnya terdapat multi tuhan dan mereka jutru merasa heran ketika terdapat hanya satu tuhan atau tuhan yang esa. Mereka justru merasa heran ketika berhadapan dengan masalah yang fitri dan jelas ini.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan): 'Inikah orangnya yang diutus Allah sebagai rasul? Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahan-sembahan kita, seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya. " (QS. al-Furqan: 41-42)
"Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). " (QS. al-Furqan: 44)
Seandainya hari ini kita merenungkan reaksi orang-orang kafir dan orang-orang musyrik, maka kita akan terheran-heran.
Allah SWT berfirman:
"Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: 'Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan'." (QS. Shad: 4-5)
Coba perhatikan bagaimana kebodohan kaum itu di mana mereka menganggap bahwa pada hakikatnya terdapat multi tuhan dan mereka jutru merasa heran ketika terdapat hanya satu tuhan atau tuhan yang esa. Mereka justru merasa heran ketika berhadapan dengan masalah yang fitri dan jelas ini.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan): 'Inikah orangnya yang diutus Allah sebagai rasul? Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahan-sembahan kita, seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya. " (QS. al-Furqan: 41-42)
Perhatikanlah betapa nekatnya kaum itu di mana  mereka mulai menghina dan mengejek Rasulullah saw, padahal beliau telah datang  di tengah-tengah mereka untuk menyelamatkan mereka dari api neraka, dan coba  perhatikan bagaimana pandangan mereka terhadap tuhan-tuhan mereka. Mereka  membayangkan bahwa mereka nyaris tersesat jika mereka tidak bersabar dalam  membela tuhan-tuhan tersebut. Demikianlah kesesatan mengejek kebenaran dan  kebodohan menghina ilmu. Mereka justru merasa heran terhadap kepandaiannya yang  dapat menyelamatkannya dari meninggalkan tuhan-tuhannya yang terbuat dari batu  dan kayu, bahkan terkadang mereka membuat tuhan dari adonan roti di mana mereka  menyembahnya kemudian memakannya. Mereka mengatakan bahwa tuhan-tuhan kami  menyelamatkan kami dari rasa lapar atau mereka mengatakan bahwa kami menyembah  mereka agar mereka dapat mendekatkan kami pada Allah sedekat-dekatnya.
Meskipun demikian, dakwah Nabi terus berlanjut  dan tertanam di muka bumi. Mereka orang-orang musyrik menuduh Nabi sebagai  seorang dukun; mereka menuduhnya juga sebagai seorang gila, bahkan mereka  menuduhnya sebagai seorang penyihir; mereka menuduh bahwa beliau berbohong atas  nama kebenaran dan beliau dibantu oleh kaum yang lain; mereka mengatakan ini  adalah dongengan orang-orang yang dahulu.
Mereka meminta kepada beliau untuk mendatangkan mukjizat dengan bentuk tertentu; mereka memberitahu bahwa mereka tidak akan beriman kepadanya, sehingga terdapat suatu mata air yang memancar dari bumi atau terwujud di depan mereka suatu taman dari pohon kurma dan anggur yang memancar di tengah-tengahnya sungai, atau langit akan runtuh sebagaimana yang beliau sampaikan kepada mereka sebagai bentuk azab atau beliau datang dengan Allah SWT dan para malaikat dan mereka semua menjamin kebenaran dakwah yang diserukannya, atau beliau memiliki rumah dari emas atau beliau mampu mendaki langit dan mereka masih belum beriman terhadap pendakian itu meskipun ia mendaki di hadapan mata mereka dan kembali dengan selamat, kecuali jika ia menghadirkan kitab kepada mereka yang dapat mereka baca dari langit.
Mereka meminta kepada beliau untuk mendatangkan mukjizat dengan bentuk tertentu; mereka memberitahu bahwa mereka tidak akan beriman kepadanya, sehingga terdapat suatu mata air yang memancar dari bumi atau terwujud di depan mereka suatu taman dari pohon kurma dan anggur yang memancar di tengah-tengahnya sungai, atau langit akan runtuh sebagaimana yang beliau sampaikan kepada mereka sebagai bentuk azab atau beliau datang dengan Allah SWT dan para malaikat dan mereka semua menjamin kebenaran dakwah yang diserukannya, atau beliau memiliki rumah dari emas atau beliau mampu mendaki langit dan mereka masih belum beriman terhadap pendakian itu meskipun ia mendaki di hadapan mata mereka dan kembali dengan selamat, kecuali jika ia menghadirkan kitab kepada mereka yang dapat mereka baca dari langit.
Nabi tidak peduli dengan usaha mereka untuk  menyakiti hati beliau; Nabi tetap memberitahu mereka dengan penuh kelembutan  bahwa apa saja yang mereka minta itu tidak sesuai dengan Islam. Sebab, Islam  hanya menyeru akal dan berusaha menciptakan kebebasan. Beliau menyampaikan  kepada mereka bahwa beliau hanya sekadar manusia yang diutus oleh Tuhan; beliau  datang kepada mereka untuk mengingatkan mereka akan suatu hari di mana seorang  tua tidak akan menyelamatkan anaknya dan tidak bermanfaat di dalamnya harta dan  anak-anak, dan mereka tidak akan selamat di dalamnya dari siksaan. Orang-orang  yang mempunyai kedudukan atau para tokoh mereka adalah para tiran-tiran di muka  bumi di mana semua itu tidak akan bermanfaat bagi mereka pada hari kiamat.  Siksaan yang bakal mereka terima tidak dapat mereka hindari dan mereka pun tidak  dapat meringankannya.
Demikianlah Islam—sebagaimana agama-agama  sebelumnya— mengumpulkan di sekelilingnya orang-orang yang berakal dan  orang-orang yang fakir serta orang-orang yang menderita di muka bumi. Berimanlah  sekelompok orang-orang fakir di mana mereka menjadi kelompok sosial yang  tertindas dan tersingkirkan di Mekah. Mereka menjadi makanan empuk  kelompok-kelompok yang lalim.
Islam bukan hanya memberikan solusi ekonomi  terhadap tragedi kehidupan atau masyarakat, tetapi Islam memberikan solusi Ilahi  terhadap keberadaan manusia secara umum; Islam meyakini bahwa manusia bukan  hanya sekadar perut yang harus dikenyangkan dan naluri seksual yang harus  dipuaskan, manusia bukan hanya dilihat dan dinilai dari sisi ini, namun Islam  justru meletakkan manusia pada tempatnya yang hakiki, tanpa membesar-besarkan  atau mengecilkannya. Dalam pandangan Islam, manusia terdiri dari bangunan fisik  dan ruhani, terdiri dari akal dan ambisi dan terdiri dari celupan dari Allah SWT  dalam ruhnya.
Islam tidak mementingkan fisik saja dan  meninggalkan ruhani, begitu juga sebaliknya. Terkadang fisik boleh jadi  mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan, tetapi ruhani justru mengalami  penderitaan yang luar biasa. Karena itu, pemuasan salah satu dimensi dari  dimensi manusia tidak akan membawa manusia kepada kesempurnaan atau kebahagiaan.  Maka, Islam datang untuk membawa suatu solusi yang dapat menyelamatkan manusia  dari dalam dirinya sendiri dan Islam membebankan tugas ini, yakni tugas  perubahan ini kepada Al-Qur'an.
Al-Qur'an menjadi cermin dalam kehidupan di  mana ayat-ayatnya diturunkan kepada Rasul saw, lalu beliau mengajarkannya kepada  kaum Muslim. Kemudian Al-Qur'an berubah menjadi orang-orang yang berjalan di  pasar-pasar dan mengancam singgasana kebencian yang menguasai Mekah, sehingga  orang-orang musyrik justni meningkatkan usaha pengejekan dan penghinaan terhadap  Rasul saw. Oleh karena itu, beliau semakin sedih lalu Allah SWT menghiburnya.  Allah SWT memberitahu beliau bahwa mereka tidak mendustakannya, tetapi mereka  justru melalimi diri mereka sendiri. Mereka mulai menentang Nabi dan ayat-ayat  Allah SWT, padahal Nabi adalah salah satu dari ayat Allah SWT. 
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasannya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah hamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang lalim itu mengingkari ayat-ayat Allah." (QS. al-An'am: 33)
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasannya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah hamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang lalim itu mengingkari ayat-ayat Allah." (QS. al-An'am: 33)
Kemudian kaum musyrik meningkatkan penindasan  kepada Rasul saw dan para pengikutnya. Peperangan dimulai: dari peperangan urat  saraf sampai peperangan fisik. Mereka mulai menyiksa para pengikut Rasul saw,  bahkan membunuhnya. Pada saat itu, musuh-musuh Islam membayangkan bahwa dengan  cara menindas kaum Muslim dan menekan mereka dakwah Islam akan berhenti dan kaum  Muslin akan enggan untuk berdakwah. Mereka menganggap bahwa kaum Muslim justru  memilih untuk menyelamatkan diri mereka. Namun para tokoh-tokoh Quraisy dan para  tokoh-tokoh Mekah dikagetkan ketika melihat penekanan yang mereka lakukan justru  semakin membakar semangat kaum Muslim untuk berdakwah. Saat itu kaum Muslim  merasa yakin bahwa benih yang telah ditanam Rasulullah saw dalam diri mereka  menjadikan mereka tetap bersemangat untuk menyebarkan risalah Allah SWT di muka  bumi, yaitu suatu risalah yang mengembalikan bumi menuju kematangan  (kesempurnaan) yang telah hilang darinya dan kema-nusiaan yang telah  disia-siakan serta kehormatan yang telah ditumpahkan dan kebebasan yang telah  hilang.
Kaum Muslim yakin bahwa mereka bukan hanya  membangun suatu negeri yang kecil di Mekah, dan mereka bukan hanya memperbaiki  masyarakat yang rusak, yaitu masyarakat jazirah Arab, tetapi mereka mengetahui  bahwa mereka akan membangun suatu manusia yang baru. Mereka akan menciptakan  manusia seutuhnya; mereka akan menghadirkan dunia dalam bentuk yang baru dan  dalam gambar yang baru yang merupakan cermin dari gambar kebesaran sang  Pencipta.
Sebelum kedatangan Islam, orang-orang Arab  tidak dikenal. Dibandingkan dengan peradaban yang dahulu dan modern, orang-orang  Arab tidak memiliki apa-apa. Mereka tidak memberikan kontribusi kepada dunia  dalam bentuk ilmu, seni, atau peninggalan apa pun yang dapat dijadikan sebagai  kebanggaan. Namun ketika Islam turun kepada mereka, mereka menjadi cermin  kejayaan manusia di mana mereka dapat memberikan sumbangan nyata pada umat  manusia. Bahkan orang-orang Barat banyak berhutang kepada mereka dalam kemajuan  yang mereka capai saat ini. Sebaliknya, ketika mereka berpaling dari Islam di  mana Islam hanya menjadi lembaran cerita-cerita dan kertas-kertas yang tidak  berguna, maka saat itulah orang-orang Barat dapat menguasai kaum Muslim karena  mereka justru mendapatkan ilmu dari Kaum Muslim itu sendiri. Mereka justru  mencapai kemajuan ketika kaum Muslim meninggalkan agama mereka. Jadi, ketika  kaum Muslim memahami Islam secara benar dan berusaha untuk memnghidupkan  ajaran-ajarannya niscaya mereka akan mencapai puncak keilmuan.
Pada awal-awal masa tersebarnya Islam, kaum  Muslim menyadari bahwa mereka menghadapi peperangan yang tidak akan berhenti.  Selama kehidupan ada, maka pertentangan pun tetap ada. Oleh karena itu, ketika  mereka mendapatkan penganiayaan dan siksaan, maka keimanan mereka justru semakin  meningkat, dan setiap penganiayaan yang dilakukan oleh kaum Quraisy, maka mereka  tetap bertahan untuk mempertahankan kebenaran. Sebagai contoh, Amar bin Yasir  mengalami penderitaan dan penganiayaan. Ia adalah salah seorang budak yang  menjadi korban dari sistem ekonomi yang berlaku saat itu, yaitu ekonomi yang  berdasarkan kepada sistem perbudakan. Seorang yang beriman tersebut disiksa di  Mekah di mana ia tidak memperoleh kebebasannya yang hakiki kecuali setelah ia  memeluk Islam. Mereka mengeluarkannya ke gurun dan menyiksanya beserta ibunya.  Bahkan siksaan semakin meningkat atas ibunya agar ia kembali menjadi musyrik.  Ketika ia tetap mempertahankan keimanannya dan dengan tegas menolak ajakan untuk  menentang Islam, maka Abu Jahal menikamnya dengan belati yang ada di dua  tangannya. Ia pun meninggal. Dan Islam mengorbankan syahidnya yang pertama.  Wanita mulia itu bernama Sumayah, ibu dari Amar bin Yasir. 
Banyak kalangan orang-orang bodoh mengatakan  tentang persetujuan Islam terhadap sistem perbudakan, atau Islam mendiamkan  sistem perbudakan. Mereka lupa bahwa Islam dibangun berdasarkan suatu prinsip  yang ingin membebaskan perbudakan dengan segala bentuknya; Islam ingin  mengeluarkan manusia dari kepemilikan sesama manusia menuju kepemilikan kepada  Allah SWT. 
Jika Islam tidak turun dengan nas-nas yang terperinci yang mengharamkan sistem perbudakan, maka dasar-dasarnya secara umum dan prinsip-prinsip utamanya menghentikan—baik dalam tindakan maupun ucapan—sumber-sumber sistem ini.
Jika Islam tidak turun dengan nas-nas yang terperinci yang mengharamkan sistem perbudakan, maka dasar-dasarnya secara umum dan prinsip-prinsip utamanya menghentikan—baik dalam tindakan maupun ucapan—sumber-sumber sistem ini.
Allah SWT sebagai pemilik syariat mengetahui  bahwa sistem perbudakan adalah sistem ekonomi yang sementara yang akan berubah  dengan perubahan waktu, dan karena Islam tidak turun pada waktu yang terdapat  perbudakan saja, tetapi ia turun secara umum dan menyeluruh untuk setiap zaman,  maka Islam sengaja melewati bentuk-bentuk yang temporal ini dari bentuk-bentuk  eksploitasi menuju unsur yang pertama atau dasar pertama yang menimbulkan  bentuk-bentuk eksploitasi tersebut, sehingga Islam mengharamkannya. Dengan cara  demikian, Islam mengharamkan sistem perbudakan secara bertahap, seperti proses  pengharaman khamer. Jadi, keseriusan Islam sangat menonjol dalam usaha menghapus  dan mengharamkan perbudakan.
Jika dikatakan kepada kita bahwa Islam  membolehkan para tentaranya untuk memperbudak para tawanan perang, maka kita  akan mengatakan bahwa Islam menerapkan sistem ini sebagai bentuk pembalasan  terhadap perlakuan yang sama di mana musuh-musuh Islam menjadikan kaum Muslim  sebagai budak-budak mereka ketika mereka menawannya. Oleh karena itu, secara  alami orang-orang Islam pun menawan mereka sebagai budak-budak. Jika Islam tidak  melakukan yang demikian, maka boleh jadi Islam akan dimain-mainkan dan ada  kesempatan besar bagi orang-orang musyrik untuk memperdaya Islam.
Demikianlah bahwa dakwah Islam mengalami  berbagai macam hambatan dan penindasan. Dan ketika orang-orang yang tersiksa  mengadu kepada Rasulullah saw atas penindasan yang mereka terima, maka  Rasulullah saw memberitahu mereka dengan pembicaraan yang jelas bahwa para dai  di jalan Allah SWT harus mengorbankan kesenangan mereka, kedamaian mereka, dan  darah mereka sebagai harga yang pantas untuk tersebarnya dakwah Islam. Kebebasan  bukan diperoleh dengan cuma-cuma. Sejarah kehidupan menceritakan kepada kita  bahwa ia dipenuhi dengan gumpalan darah yang harus dibayar oleh masyarakat untuk  memerangi musuh-musuhnya dari luar dan dari dalam. Jika ini dialami setiap orang  yang menuntut kebebasan pada zaman dan tempat tertentu, maka bagaimana dengan  orang-orang yang menuntut kebebasan manusia secara keseluruhan.
Seorang Muslim hendaklah sadar bahwa dengan  mengumumkan dakwahnya, maka ia pasti akan menerima pengusiran, penindasan,  penjara, pengepungan dan pembunuhan. Ini adalah harga yang pantas yang harus  dibayar ketika berdakwah di jalan Allah SWT; inilah harga kebebasan. Bahkan  terkadang kaum yang batil pun membayamya dengan senang hati, maka bagaimana  mungkin orang-orang yang bersama kebenaran ragu untuk melakukannya. 
Pada hakikatnya, manusia cinta kepada  keabadian. Secara naluri manusia merasa takut pada azab dan kematian. Dan  barangkali yang membedakan orang-orang Islam yang hakiki dengan yang lainnya  adalah bahwa mereka terbebas dari rasa ketakutan dan cinta keabadian. Ini adalah  tolok ukur yang pasti untuk membedakan antara seorang Muslim yang hakiki dan  seorang Muslim yang hanya namanya atau Muslim warisan atau hanya klaim  semata.
Seorang Muslim yang hakiki menyadari bahwa ajal  di tangan Allah SWT, rezeki adajuga di tangan-Nya, begitu juga keamanan semua  ada di tangan-Nya. Dengan keimanan seperti ini, ia memulai pergulatannya untuk  menyebarkan dakwah. Ia siap untuk menerima penyiksaan dan penderitaan di jalan  Allah SWT; ia pun siap meneteskan darahnya sebagai harga yang pantas yang  diberikannya dalam rangka memperoleh kebebasan. Ini semua dilakukanya dengan  begitu sederhana dan tidak ada rasa takut karena Islam membebaskannya dari rasa  ketakutan. Dahulu para pembangkang menggergaji orang-orang yang menyeru di jalan  Allah SWT dengan menggergaji saat mereka dalam keadaan hidup-hidup.
Khabab bin Irit pergi menemui Rasulullah saw  dan meminta tolong kepada beliau dari penyiksaan orang-orang Quraisy, sambil  berkata: "Tidakkah engkau menolong kami, wahai Rasulullah? Tidakkah engkau  berdoa kepada kami, ya Rasulullah?" Rasulullah saw menjawab: "Sungguh sebelum  kalian terdapat orang-orang yang berdakwah di jalan Allah SWT lalu mereka  dimasukkan dalam suatu galian tanah lalu mereka digergaji di mana tubuh mereka  dipisah menjadi dua, namun mereka tetap mempertahankan agamanya. Demi Allah,  sungguh Allah SWT akan menolong masalah ini tetapi kalian terlalu  tergesa-gesa."
Dengan kalimat-kalimat yang penuh kesabaran dan keberanian ini, Rasulullah saw ingin memahamkan kepada orang tersebut bahwa termasuk dari kesempurnaan iman adalah membayar harga kebebasan. Jelas sekali bahwa Islam tidak memberikan keuntungan bagi orang yang memeluknya. Orang-orang Islam yang pertama tidak bertanya dan mengatakan: "Apa yang kita peroleh dari agama ini?" Sebaliknya, mereka bertanya: "Apa yang kita bayar untuk Islam?" Jawabannya adalah: "Segala sesuatu dimulai dari suapan-suapan roti sampai darah yang tertumpah." Jadi, kaum Muslim yang pertama telah membayar ongkos kebebasan. Mereka merasakan kedamaian yang luar biasa untuk mempertahankan agama Allah SWT; mereka mendapatkan kepercayaan yang tinggi tentang kemenangan kebenaran yang datang kepada mereka; mereka justru memberitahu orang-orang musyrik bahwa mereka akan dapat mengalahkan raja-raja Kisra dan Kaisar. Dengan dakwah yang mereka lakukan, mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin di muka bumi. Kaum musyrik justru memanfaatkan kepercayaan ini untuk mengejek mereka dan menertawakan mereka.
Dengan kalimat-kalimat yang penuh kesabaran dan keberanian ini, Rasulullah saw ingin memahamkan kepada orang tersebut bahwa termasuk dari kesempurnaan iman adalah membayar harga kebebasan. Jelas sekali bahwa Islam tidak memberikan keuntungan bagi orang yang memeluknya. Orang-orang Islam yang pertama tidak bertanya dan mengatakan: "Apa yang kita peroleh dari agama ini?" Sebaliknya, mereka bertanya: "Apa yang kita bayar untuk Islam?" Jawabannya adalah: "Segala sesuatu dimulai dari suapan-suapan roti sampai darah yang tertumpah." Jadi, kaum Muslim yang pertama telah membayar ongkos kebebasan. Mereka merasakan kedamaian yang luar biasa untuk mempertahankan agama Allah SWT; mereka mendapatkan kepercayaan yang tinggi tentang kemenangan kebenaran yang datang kepada mereka; mereka justru memberitahu orang-orang musyrik bahwa mereka akan dapat mengalahkan raja-raja Kisra dan Kaisar. Dengan dakwah yang mereka lakukan, mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin di muka bumi. Kaum musyrik justru memanfaatkan kepercayaan ini untuk mengejek mereka dan menertawakan mereka.
Ketika Aswad Ibnu Matlab dan orang-orang yang  bersamanya melihat sahabat-sahabat Nabi, maka mereka mengejek dan mengatakan:  "Telah datang kepada kalian pemimpin-pemimpin bumi yang esok akan mengalahkan  raja-raja Kisra dan Kaisar, kemudian mereka bersiul dan bertepuk tangan." Namun  kaum mukmin tidak peduli dengan ejekan tersebut. Demikianlah bahwa ejekan demi  ejekan terus menyertai dakwah kaum Muslim. Kemudian kaum Quraisy mengadakan  pertemuan yang bersejarah untuk menyatukan pandangan dalam rangka menyerang  Rasulullah saw. Kaum musyrik menuduhnya bahwa beliau adalah seorang ahli sihir,  dan pada kali yang lain mereka menuduhnya bahwa beliau adalah dukun, dan pada  kali yang lain lagi mereka menuduhnya bahwa beliau adalah penyair, bahkan pada  kali yang lain mereka menuduhnya bahwa beliau adalah seorang yang gila. Kemudian  mereka semua sepakat untuk menuduh bahwa beliau adalah seorang  penyihir.
Walid bin Mughirah yang terkenal sebagai orang  yang terpandang di kalangan mereka menuduh Rasulullah saw sebagai penyihir yang  dapat memisahkan antara sesama saudara dan antara seseorang dengan isterinya.  Kemudian mereka membikin kelompok-kelompok yang mengingatkan para pendatang di  Mekah bahwa Muhammad adalah seorang penyihir. Meskipun demikian, dakwah Islam  tetap berlangsung. Ia tetap tersebar dengan pelan namun pasti dan  kalimat-kalimat yang diutarakan Nabi justru mengingatkan perjanjian yang pernah  dilakukan oleh manusia, yaitu perjanjian saat Allah SWT menyaksikannya ketika  mereka masih di alam atom di punggung Adam: 
"Bukankah aku Tuhan kalian? Mereka menjawab: 'Benar.'" (QS. al-A'raf: 172)
Bertambahlah jumlah kaum Muslim hingga kaum Quraisy merasakan ketakutan. Mereka mulai melihat bahwa penggunaan cara-cara kekerasan tidak selalu berhasil. Kemudian mereka memilih untuk menggunakan cara baru, yaitu bagaimana seandainya mereka menggunakan perdamaian dan perundingan. Orang-orang Quraisy mengutus 'Utbah bin Rabi'ah, seorang lelaki yang terkenal dengan kecerdasan dan kebijaksanaan sebagai juru runding.
"Bukankah aku Tuhan kalian? Mereka menjawab: 'Benar.'" (QS. al-A'raf: 172)
Bertambahlah jumlah kaum Muslim hingga kaum Quraisy merasakan ketakutan. Mereka mulai melihat bahwa penggunaan cara-cara kekerasan tidak selalu berhasil. Kemudian mereka memilih untuk menggunakan cara baru, yaitu bagaimana seandainya mereka menggunakan perdamaian dan perundingan. Orang-orang Quraisy mengutus 'Utbah bin Rabi'ah, seorang lelaki yang terkenal dengan kecerdasan dan kebijaksanaan sebagai juru runding.
'Utbah berkata kepada Rasul saw: "Wahai  anak saudaraku, kami mengetahui kedudukanmu di sisi kami dari sisi nasab. Engkau  datang kepada kaummu dengan suatu hal yang besar di mana engkau memisahkan  kelompok-kelompok mereka. Maka dengarkanlah aku karena aku ingin berbicara  tentang beberapa hal. Barangkali engkau akan menerima sebagiannya." Rasul saw  berkata: "Silakan berbicara wahai 'Utbah." 'Utbah berkata: "Jika engkau  menginginkan harta niscaya kami akan mengumpulkan harta bagimu, sehingga engkau  akan menjadi orang yang paling kaya di antara kami, dan jika engkau menginginkan  kehormatan, maka kami akan memberi kehormatan itu bagimu dan jika engkau  menginginkan kekuasaan, maka kami akan menyerahkan kekuasaan padamu dan jika  engkau terkena penyakit yang engkau tidak mampu menolaknya dari dirimu, maka  kami akan mencarikan tabib bagimu dan kami akan mengeluarkan harta kami sehingga  engkau sembuh." 
Demikianlah 'Utbah mengakhiri pembicarannya. Kemudian ia menunggu reaksi Nabi. Lalu Rasulullah saw berkata:
"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Haa miim. Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyanyang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui. Yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (darinya);, maka mereka tidak (mau) mendengarkan. Mereka berkata: 'Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu; Sesungguhnya kami bekerja (pula).' Katakanlah: 'Bahwasannya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasannya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya.
Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya), (yaitu) orang-orangyang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (hehidupan) akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh mereka mendapat pahala yang tiada putus-putusnya.' Katakanlah: 'Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam. Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: 'Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.' Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan suka hati.' Maha Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perhasa lagi Maha Mengetahui. Jika mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum 'Ad dan kaum Tsamud." (QS. Fushilat: 1-13)
Rasulullah saw telah menjawab tawaran 'Utbah di  mana beliau memilih untuk menghadapi tawaran dan iming-iming tersebut dengan  membaca sebagian dari surah Fhusilat yang merupakan salah satu surah Al-Qur'an  yang diturunkan oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril. 'Utbah bangkit dari  tempatnya ketika Rasulullah saw sampai pada firman-Nya: 
"Jika mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum "Ad dan kaum Tsamud. " (QS. Fushilat: 13)
"Jika mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum "Ad dan kaum Tsamud. " (QS. Fushilat: 13)
'Utbah berdiri dalam keadaan takut dan segera  menuju kaum Quraisy. Bayang-bayang azab dunia terngiang di telinganya. Dan  ketika ia sampai ke orang Quraisy, ia mengusulkan agar orang-orang Quraisy  membiarkan apa saja yang dilakukan Muhammad. Gagallah perundingan dengan seorang  Muslim yang pertama, yaitu Rasulullah saw. Gagalnya perundingan tersebut sebagai  bentuk pemberitahuan tentang kembalinya tindak kekerasan dan penyiksaan terhadap  sahabat-sahabat Rasul saw. Kemudian kaum musyrik semakin meningkatkan penindasan  terhadap kaum Muslim. Rasulullah saw sangat menderita melihat hal yang dirasakan  para sahabatnya. Ketika kaum Muslim membayar harga yang paling mahal sebagai  konsekuensi dari akidah yang mereka anut dan mereka dengan sabar memikul  penderitaan di jalan Allah SWT, maka Rasulullah saw mengisyaratkan mereka untuk  berhijrah. Beliau memberikan izin untuk berhijrah bagi orang yang ingin  hijrah.
Kemudian Dimulailah gelombang hijrah. Itu  terjadi pada lima tahun dari turunnya wahyu setelah dua tahun diumumkannya  dakwah. Maka berhijrahlah ke Habasyah enam belas orang Muslim. Mereka keluar  secara rahasia dan mereka menuju ke laut. Mereka berlayar meskipun orang-orang  yang tinggal di gurun sebenarnya tidak ingin berlayar karena mereka takut dari  laut dan mereka yakin bahwa manusia yang berlayar di laut akan menjadi ulat di  atas kayu-kayu yang berenang.
Selanjutnya, gelombang hijrah yang kedua pun  dimulai. Kali ini diikuti oleh delapan puluh tiga orang laki-laki dan sembilan  belas perempuan. Kemudian orang-orang Quraisy berusaha untuk mengirim beberapa  orang dan tetap berusaha menyiksa dan menyakiti orang-orang yang berhijrah.  Mereka mengutus ke Najasyi, Raja Habasyah, orang-orang yang dapat  mempengaruhinya untuk menentang orang-orang yang berhijrah. Mereka menuduh kaum  Muslim meninggalkan agama nenek moyang mereka di Mekah dan mereka juga tidak  menganut agama Najasyi, yaitu agama Kristen. Kemudian orang-orang Quraisy tidak  lupa mengirim hadiah kepada Najasyi sebagai bentuk suapan kepadanya. Tampaknya  Najasyi seorang yang berakal lalu ia mengutus seseorang kepada kaum muhajirin  dan bertanya kepada mereka tentang agama baru yang mereka anut. Kemudian kaum  muhajirin menceritakan kepadanya tentang Islam.
Najasyi bertanya tentang Isa lalu mereka  menjawab: "Ia adalah hamba Allah SWT dan rasul-Nya dan ruh-Nya serta kalimat-Nya  yang diletakkan kepada Maryam, wanita yang perawan yang suci." Kemudian Najasyi  mengambil satu kayu kecil dari bumi dan mengatakan: "Penjelasan tentang Isa yang  kalian katakan tidak lebih dari kayu kecil ini. Pergilah kalian dan kalian akan  aman." Najasyi mengembalikan hadiah kaum Quraisy dan mengatakan: "Allah tidak  mengambil suap dariku sehingga aku tidak mungkin mengambilnya dari  kalian."
Demikianlah kaum muhajirin tinggal di negeri  yang damai, yaitu Habasyah negeri yang dipimpin oleh seorang laki-laki yang  diberi kematangan berpikir di mana ia cenderung mengimani karakter al-Masih  sebagai seorang manusia. Dan salah satu keajaiban kekuasaan Ilahi adalah bahwa  masyarakat Islam yang berhijrah tersebut tidak mengalami kelemahan dalam  akidahnya, namun mereka justru merasakan kekuatan.
Allah SWT memperkuat dakwah Islam dengan masuknya dua lelaki besar dalam Islam, yaitu Hamzah, paman Nabi dan Umar bin Khatab. Kedua orang itu mempunyai kepribadian yang tangguh di Mekah di mana masing-masing dari mereka terkenal di tengah-tengah kaumnya. Allah SWT berkehendak untuk memberi Islam dua orang lelaki yang tangguh di Mekah dan Allah SWT telah meletakkan rahmat yang terpancar dalam hati mereka. Hamzah masuk Islam karena dorongan emosi, fanatisme, dan rahmat terhadaporang-orang yang tidak memberikan pembelaan kepada Muhammad saw.
Allah SWT memperkuat dakwah Islam dengan masuknya dua lelaki besar dalam Islam, yaitu Hamzah, paman Nabi dan Umar bin Khatab. Kedua orang itu mempunyai kepribadian yang tangguh di Mekah di mana masing-masing dari mereka terkenal di tengah-tengah kaumnya. Allah SWT berkehendak untuk memberi Islam dua orang lelaki yang tangguh di Mekah dan Allah SWT telah meletakkan rahmat yang terpancar dalam hati mereka. Hamzah masuk Islam karena dorongan emosi, fanatisme, dan rahmat terhadaporang-orang yang tidak memberikan pembelaan kepada Muhammad saw.
Salah seorang perempuan berkata kepada Hamzah:  "Seandainya engkau melihat apa yang diperoleh oleh anak dari saudaramu, Muhammad  dari Abil Hakam bin Hisyam (Abu Jahal). Sungguh Abu Jahal telah mencelanya dan  menyakitinya, sedangkan Muhammad hanya terdiam dan tidak mengatakan apa-apa."  Mendengar pengaduan itu, darah mendidih berkobar dalam urat-urat Hamzah. Dengan  kemarahan yang sangat, Hamzah mencari-cari Abu Jahal lalu ia melihatnya sedang  duduk-duduk di tengah-tengah kaumnya. Hamzah mengangkat tangannya lalu  memukulkannya ke kepala Abu Jahal sambil berteriak: "Apakah engkau akan mengejek  Muhammad, padahal aku berada di atas agamanya."
Demikianlah permulaan keislaman Hamzah. Hamzah  adalah seorang yang mulia di mana perasaannya berkobar ketika ia melihat anak  saudaranya disiksa dan dianiaya dan dia tidak mendapati seorang pun yang  membelanya. Beginilah sebab-sebab pertama dari keislaman Hamzah, namun sebab  yang paling dalam dan yang paling menentukan adalah rahmat Allah SWT yang telah  dianugerahkan kepadanya, meskipun Hamzah tidak mengetahuinya, yaitu rahmat yang  mendorongnya untuk tidak membiarkan seseorang pun menyakiti lelaki yang  berdakwah di jalan Allah SWT hanya karena ia seorang yang lemah dan tidak  mempunyai penolong. Jadi, Hamzah adalah penolongnya.
Sedangkan Umar bin Khatab terkenal dengan  ketangguhan sikap dan kekerasan perilaku. Seringkali kaum Muslim mendapat  siksaan darinya ketika ia masih menganut jahiliah. Dan salah seorang yang  mendapatkan siksaan ciarinya adalah Amir bin Rabi'ah dan isterinya. Amir beserta  istcrinya menetapkan untuk berhijrah ke Habasyah. Umar bin Khatab menemuinya  lalu ia mendapati isteri Amir dan tidak mencmukan suaminya. Umar melihat wanita  itu sedang bersiap-siap untuk berhijrah lalu Umar berkata (saat itu sumber  rahmat telah memancar pada dirinya): "Apakah engkau akan pergi wahai Ummu  Abdillah?" Dengan nada jengkel, wanita itu berkata: "Benar, demi Allah kami akan  keluar dan menuju tanah Allah SWT. Engkau telah menyiksa kami dan telah memaksa  kami untuk berhijrah. Kami akan pergi sehingga Allah SWT akan memberikan  kelapangan kepada kami." Umar berkata: "Mudah-mudahan Allah  SWTmenemanimu."
Wanita itu melihat tanda-tanda kelembutan dan  kesedihan pada wajah Umar. Dan ketika suaminya kembali, ia menceritakan  kepadanya bahwa ia sangat berharap kepada keislaman Umar. Lalu suaminya  menjawab: "Ia tidak mungkin masuk Islam sampai keledai Umar masuk Islam." Ia  mengatkan demikian karena ia melihat betapa bengisnya dan kejamnya Umar. Namun  perasaan lembut wanita itu lebih kuat daripada pandangan pikiran lelaki itu dan  keputusannya yang terlalu cepat kepada Umar.
Belum lama mereka berhijrah sehingga Umar masuk  Islam. Orang-orang muhajirin mengeluarkan penutup sumur rahmat dalam dirinya.  Dan barangkali Umar merasa kebingungan lalu ia menetapkan untuk membunuh Rasul  saw. Dengan menghunuskan pedangnya, ia pergi menuju Rasul saw. Kemudian ia  bertemu dengan orang-orang yang memergokinya dalam keadaan kebingungan, lalu  mereka bertanya kepadanya, hendak kemana ia akan pergi? Umar menjawab: "Aku  hendak ke Muhammad aku akan membunuhnya sehingga orang-orang Arab merasa  tenteram." Dengan nada mengejek, seseorang berkata: "Tidakkah engkau memulai  dari keluargamu sebelum engkau membunuh Muhammad." Dengan nada jengkel, Umar  berkata: "Apa yang terjadi pada keluargaku?" Lelaki itu menjawab: "Saudara  perempuanmu dan suaminya telah masuk Islam, sedangkan engkau tidak  mengetahuinya." Umar segera mencari saudara perempuannya dan suaminya di mana  saat itu keduanya sedang membaca Al-Qur'an.
Ketika melihat Umar, mereka menyembunyikan  Al-Qur'an. Umar bertanya: "Sepertinya aku mendengar suara bisikan dari luar."  Tetapi saudara perempuannya mengatakan: "Tidak." Kemudian suaminya ikut campur  dan Umar pun tampak marah kepadanya. Wanita itu bangkit untuk membela suaminya  lalu Umar memukulnya sehingga darah segar mengucur darinya. Darah itu justru  membangkitkan sumber rahmat dari diri Umar. Akhirnya, Umar mengambil air wudhu  agar mereka mengizinkan untuk membaca Al-Qur'an. Umar pun membacanya. Belum lama  Umar membacanya sehingga ia pergi menemui Rasul saw.
Tanpa ragu, Umar memilih untuk masuk Islam. Dan pedang yang dibawanya itu menjadi pedang yang paling kuat yang dengannya ia mempertahankan agama Muhammad saw. Kemudian ia mengetuk pintu untuk menemui Rasul saw di mana saat itu beliau bersama sahabatnya. Dari celah-celah pintu, sahabat Nabi melihat Umar bin Khatab sedang menghunuskan pedang. Kemudian sahabat itu kembali kepada Nabi dengan membawa berita yang sangat mengejutkan ini. Ia menduga bahwa Umar datang dengan maksud jahat.
Rasulullah saw bangkit dan memerintahkan para sahabatnya agar membiarkan Umar. Rasulullah saw membukakan pintu Kemudian ia menyambut Umar bin Khatab dan bertanya kepadanya apa yang diinginkannya. Umar menjawab bahwa ia datang untuk mengucapkan dan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.
Tanpa ragu, Umar memilih untuk masuk Islam. Dan pedang yang dibawanya itu menjadi pedang yang paling kuat yang dengannya ia mempertahankan agama Muhammad saw. Kemudian ia mengetuk pintu untuk menemui Rasul saw di mana saat itu beliau bersama sahabatnya. Dari celah-celah pintu, sahabat Nabi melihat Umar bin Khatab sedang menghunuskan pedang. Kemudian sahabat itu kembali kepada Nabi dengan membawa berita yang sangat mengejutkan ini. Ia menduga bahwa Umar datang dengan maksud jahat.
Rasulullah saw bangkit dan memerintahkan para sahabatnya agar membiarkan Umar. Rasulullah saw membukakan pintu Kemudian ia menyambut Umar bin Khatab dan bertanya kepadanya apa yang diinginkannya. Umar menjawab bahwa ia datang untuk mengucapkan dan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.
Orang-orang Quraisy mulai merasa bahaya akan  mereka temui setelah keislaman Umar dan Hamzah. Para tokoh-tokoh Mekah dan  orang-orang yang dihormati telah masuk Islam. Sebelum Umar masuk Islam, kaum  Muslim bertawaf di Ka'bah secara rahasia dan dengan malu-malu, namun ketika Umar  masuk Islam ia menampakkan keislamannya dan ia menantang orang yang mencegahnya  untuk bertawaf, bahkan banyak orang-orang memberikan jalan padanya saat tawaf.  Mekah mengetahui bahwa ia menghadapi suatu dakwah yang akan dapat mengubah  jazirah Arab.
Rasa ketakutan mulai menghantui para pemuka  Quraisy dan mereka menetapkan metode baru untuk menghadapi kaum Muslim. Mereka  yang sebelumnya menggunakan metode penghinaan dan pengejekan kini mulai mencoba  untuk memblokade kaum Muslim secara ekonomi dan kemanusiaan. Kaum musyrik  mengadakan perkumpulan dan pertemuan untuk memboikot kaum Muslim. Mereka  mengadakan pertemuan itu di Ka'bah, sebagai penghormatan kepadanya. Orang-orang  musyrik menghormati Ka'bah meskipun mereka memenuhinya dengan berbagai macam  patung yang mereka sembah dalam rangka mendekatkan mereka kepada Allah. Pasal  kesepakatan itu menetapkan, hendaklah penduduk Mekah tidak menjual barang apapun  kepada kaum Muslim dan hendaklah mereka tidak menikah dengan kaum Muslim. Dengan  ketetapan yang kejam tersebut, mereka ingin menghancurkan kaum Muslim dan  membunuh perekonomian mereka. Rasulullah saw dan orang-orang yang beriman  kepadanya terpaksa berlindung di dusun Bani Hasyim. Mereka dilindungi oleh  keturunan Bani Muthalib, baik mereka orang-orang kafir maupun orang-orang  beriman kecuali musuh Allah SWT, Abu Jahal di rnana ia bersama orang-orang  Quraisy menentang kaummnya.
Kemudian Dimulailah blokade ekonomi terhadap  kaum Muslim di mana tidak ada makanan dan minuman yang datang kepada mereka,  sehingga penderitaan yang sulit kini dialami oleh sahabat-sahabat Nabi. Ketika  kafllah perdagangan datang ke Mekah dan salah seorang dari sahabat Nabi menemui  mereka di pasar untuk membeli makanan untuk keluarganya, maka Abu Lahab berdiri  dan berkata kepada para penjual, wahai para pedagang, mahalkanlah dagangan  kalian terhadap sahabat-sahabat Muhammad, sehingga mereka tidak mampu membelinya  dan aku menjamin kerugian yang kalian alami, bahkan aku akan membeli apa saja  yang ingin mereka beli dari kalian.
Mendengar hal tersebut, para pedagang pun  menjual barang dagangannya dengan harga yang tidak wajar, sehingga seorang  Muslim kembali ke rumah keluarganya tanpa membawa sedikit pun makanan. Kemudian  padagang itu pergi ke Abu Lahab dan memin-ta kepadanya agar membeli barang yang  ingin dibeli orang Muslim. Demikianlah peperangan tersebut terus terjadi  sehingga kaum Muslim merasakan penderitaan yang sangat luar biasa di mana mereka  dalam keadaan kelaparan dan kekurangan pakaian yang layak. Peperangan ekonomi  ini terjadi selama tiga tahun penuh. Saking menderitanya para sahabat  sampai-sampai Sa'ad bin Abi Waqas pernah keluar pada suatu hari untuk memenuhi  hajatnya, lalu ia mendengar suara gemerincing di bawah air kencing. Tiba-tiba ia  menemukan sepotong kulit unta yang kering lalu ia mengambilnya dan membasuhnya.  Kemudian ia membakarnya dan mencucinya dengan air sampai bersih lalu ia  menjadikannya makanan selama tiga hari.
Selama tiga tahun tersebut wahyu tetap turun kepada Rasul saw dan seakan-akan ia melupakan bencana yang keras ini. Allah SWT ingin mendidik para pengikut agama-Nya agar mereka mampu memikul segala penderitaan.
Selama tiga tahun tersebut wahyu tetap turun kepada Rasul saw dan seakan-akan ia melupakan bencana yang keras ini. Allah SWT ingin mendidik para pengikut agama-Nya agar mereka mampu memikul segala penderitaan.
Meskipun kaum Muslim mendapatkan berbagai ujian  selama tiga tahun tersebut, tetapi aktifitas dakwah Islam tidak pernah padam dan  tidak pernah surut. Kaum Muslim bertemu orang-orang selain mereka pada musim  haji lalu mereka berbicara kepada orang-orang tersebut tentang keberadaan Allah  SWT dan mereka meminta kepada para pengujung itu untuk mencari rahmat Allah SWT  dan ampunan-Nya. Keteguhan kaum Muslim dan keberanian mereka telah memikat  banyak orang sehingga mereka masuk Islam. Bahkan orang-orang musyrik mulai  bertanya kepada diri mereka dan mempertanyakan kebenaran apa tindakan mereka.  Lalu kecemburuan kepada kebenaran mulai menyerang hati.
Kemudian Selesailah peperangan ekonomi terhadap  kaum Muslim di mana kaum musyrik melihat itu tidak berdampak terlalu besar bagi  kaum Muslim. Meskipun kaum Muslim menerima penderitaan dan kerugian namun jumlah  mereka tetap bertambah dan keimanan mereka semakin kuat serta kepercaayaan  kepada Allah SWT pun semakin meningkat. Lalu datanglah tahun kesedihan kepada  Nabi. Belum lama Rasulullah saw merasakan dan menghirup udara segar setelah tiga  tahun masa blokade dan beliau ingin memulai kehidupan barunya dan dakwahnya,  sehingga beliau dikagetkan dengan kematian isteri tercintanya Ummul Mukminin  Khadijah dan kematian pamannya yang tercita Abu Thalib.
Abu Thalib adalah seorang yang besar yang  memiliki kewibawaan di tengah-tengah kaum Quraisy, sehingga usaha kaum Quraisy  untuk menyakiti Nabi menjadi terbatas ketika mereka berhadapan dengan "tembok  perlindungan" Abu Thalib kepada kemenakannya. Sedangkan Khadijah merupakan  tempat perlindungan dan kedamaian bagi Nabi. Ia adalah hati yang sangat  penyayang yang banyak menghibur Nabi saat beliau berdakwah. Khadiijah adalah  sebaik-baik teman dan sebaik-baik isteri. Begitu juga, bagi Khadijah Rasulullah  saw adalah sebaik-baik teman, sebaik-baik suami, sebaik-baik pembantu, dan  sebaik-baik sahabat.
Rasulullah saw sangat sedih ketika kehilangan  dua orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupannya itu, bahkan para sejarawan  menamakan tahun tersebut dengan tahun kesedihan. Sebaliknya, orangorang musyrik  justru bergembira dengan kesedihan Rasul saw itu. Mereka menganggap bahwa Rasul  saw tidak lagi memiliki seorang tua yang mampu melindunginya dan tidak lagi  memiliki seorang isteri yang dapat meringankan beban penderitaannya.
Setelah kematian dua orang tcrscbut, penindasan  dan penganiayaan kaum Quraisy kepada Nabi semakin meningkat dan orang-orang  musyrik memilih waktu yang tepat untuk menyembelih binatang di Mekah lalu mereka  membawa usus-usus atau jeroan dari unta dan mereka melemparkannya dan  meletakkannya di atas punggung Nabi saat beliau sujud. Kemudian berita memilukan  itu sampai kepada putri tercintanya, Fatimah az-Zahrah, sehingga ia segera  datang dan berusaha membela ayahnya dan membersihkan kotoran yang ada di pundak  ayahnya itu. Demikianlah kemuliaan Siti Fatimah az-Zahra yang senantiasa  melindungi ayahnya.
Betapa sedihnya Nabi saw ketika beliau melihat bahwa keadaan beliau sampai pada batas di mana anak perempuan beliau pun turut membelanya. Namun beliau tetap bersabar dalam berdakwah di jalan Allah SWT. Pada suatu hari beliau berpikir untuk pergi ke Tha'if di mana di sana dihuni oleh kaum Tha'if. Barangkali beliau berkata dalam dirinya: jika di sini aku mendapati hati-hati yang telah membeku dan telah berhubungan mesra dengan kebatilan ialu mengapa aku tidak pergi ke Tsaqif. Barangkali Allah SWT akan membukakan pintu dakwah di sana. Mungkin di sana masih terdapat hati yang akan terbuka guna menerima kebenaran.
Betapa sedihnya Nabi saw ketika beliau melihat bahwa keadaan beliau sampai pada batas di mana anak perempuan beliau pun turut membelanya. Namun beliau tetap bersabar dalam berdakwah di jalan Allah SWT. Pada suatu hari beliau berpikir untuk pergi ke Tha'if di mana di sana dihuni oleh kaum Tha'if. Barangkali beliau berkata dalam dirinya: jika di sini aku mendapati hati-hati yang telah membeku dan telah berhubungan mesra dengan kebatilan ialu mengapa aku tidak pergi ke Tsaqif. Barangkali Allah SWT akan membukakan pintu dakwah di sana. Mungkin di sana masih terdapat hati yang akan terbuka guna menerima kebenaran.
Saat itu kaum musyrik memberlakukan blokade  umum atas dakwah yang dipimpin oleh Rasulullah saw sehingga tekanan kepada  beliau semakin meningkat sampai pada batas di mana pergerakan dakwah tidak dapat  bergerak satu langkah pun. Keadaan demikian ini sangat menggelisahkan Nabi.  Beliau ingin untuk melepaskan belenggu yang mengikatnya. Lalu beliau memutuskan  untuk pergi ke Tha'if. Jarak antara Mekah dan Tha'if lebih dari tujuh puluh kilo  meter. Nabi menempuh perjalanan itu dengan jalan kaki, pergi dan  pulang.
Kita tidak mengetahui pemikiran-pemikiran apa  yang terlintas dalam benak Rasulullah saw saat beliau pergi dan menemui kabilah  yang kafir kepada Allah SWT ini. Yang kita ketahui adalah bahwa beliau pergi ke  sana dengan membawa rahmat dunia dan akhirat. Tetapi mereka justru membalas  sikap baik Rasulullah saw itu dengan tindakan jahiliyah. Mereka bersikap buruk  kepada beliau dan mendustakannya. Rasulullah saw tinggal di sana selama sepuluh  hari. Beliau mondar-mandir dari satu rumah ke rumah yang lain dan dari pasar ke  pasar yang lain dan dari satu jalan ke jalan yang lain. Tak seorang pun yang  mendengar kedatangan beliau di sana; tak seorang pun yang mau mendengar dakwah  beliau dan tak seorang pun yang mau beriman kepada ajakannya. Bahkan masyarakat  di situ semakin menjadijadi dalam menyerang Rasulullah saw dan  mengejeknya.
Pada hari yang terakhir yang mana beliau telah  menetapkan untuk kembali ke Mekah. Rasulullah saw berdiri di Tha'if dan  mengharap kepada masyarakat di sana agar merahasiakan kunjungannya kepada mereka  sehingga pencelaan yang beliau terima di Mekah terhadap agama yang dibawanya  tidak semakin menjadi-jadi. Tetapi penduduk Tha'if menolak permohonan yang  terakhir ini. Mereka tidak cukup melakukan hal itu tetapi mereka melakukan  perbuatan terburuk yang dilakukan manusia terhadap sesama manusia. Mereka  menahan keluarga orang-orang yang bodoh dan orang-orang biasa untuk membentuk  dua barisan dan memerintahkan mereka untuk melempari Rasulullah saw dengan batu  dan mengejeknya. Nabi keluar dari Tha'if dan beliau mendapatkan lemparan  bertubi-tubi dari keluarga Tha'if bahkan beliau merasakan kepedihan saat kakinya  terkena lemparan batu itu sehingga darah suci mengucur dari kaki beliau. 
Kemudian Rasulullah saw diusir sehingga beliau sampai di suatu kebun yang dimiliki oleh dua orang dari orang-orang kaya Tha'if. Di sana beliau duduk di bawah naungan pohon anggur.
Dua orang pemilik kebun itu merasa kasihan melihat keadaan orang yang terusir dan terluka itu. Mereka membawa kepadanya setangkai anggur dengan seorang pembantu. Pembantu mereka adalah seorang Nasrani yang bernama Adas. Si pembantu meletakkan setangkai anggur itu depan Rasul saw lalu beliau mengulurkan tangannya kepadanya sambil berkata: "Bismillahirahmanirrahim (Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Adas berkata kepada Nabi, perkataan ini tidak begitu dikenal oleh penduduk negeri ini. Nabi berkata: "Anda dari daerah mana?" Adas menjawab: "Aku adalah seorang Nasrani dari Nainawa." Nabi berkata: "Apakah engkau dari desa lelaki saleh Yunus bin Mata?" "Bagaimana engkau tahu tentang Yunus?, sambung lelaki itu. Nabi berkata: "Itu adalah saudaraku. Ia adalah seorang Nabi aku pun seorang Nabi."
Kemudian Rasulullah saw diusir sehingga beliau sampai di suatu kebun yang dimiliki oleh dua orang dari orang-orang kaya Tha'if. Di sana beliau duduk di bawah naungan pohon anggur.
Dua orang pemilik kebun itu merasa kasihan melihat keadaan orang yang terusir dan terluka itu. Mereka membawa kepadanya setangkai anggur dengan seorang pembantu. Pembantu mereka adalah seorang Nasrani yang bernama Adas. Si pembantu meletakkan setangkai anggur itu depan Rasul saw lalu beliau mengulurkan tangannya kepadanya sambil berkata: "Bismillahirahmanirrahim (Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Adas berkata kepada Nabi, perkataan ini tidak begitu dikenal oleh penduduk negeri ini. Nabi berkata: "Anda dari daerah mana?" Adas menjawab: "Aku adalah seorang Nasrani dari Nainawa." Nabi berkata: "Apakah engkau dari desa lelaki saleh Yunus bin Mata?" "Bagaimana engkau tahu tentang Yunus?, sambung lelaki itu. Nabi berkata: "Itu adalah saudaraku. Ia adalah seorang Nabi aku pun seorang Nabi."
Mendengar jawaban Rasul saw, Adas segera  merobohkan tubuhnya di depan kedua kaki Rasul saw lalu ia menciuminya sambil  menangis. Akhirnya, pembantu Nasrani itu masuk Islam sehingga ia menambah  barisan kaum Muslim. Ia adalah seorang yang menjadi Muslim ketika Rasulullah saw  berhijrah ke Tha'if. Inilah harga yang harus dibayar Rasulullah saw sclania dua  minggu saat beliau berada di Tha'if, dan kemudian bcliau terkena cobaan dengan  mengucurnya darah dari kaki beliau akibat lemparan batu penghuni  Tha'if.
Kemudian Rasulullah saw kcmbali ke Mekah beliau  kembali dalam keadaan ditolak oleh pcnduduk Tha'if dan kini beliau kembali  menerima penolakan itu di Mekah. Meskipun demikian, beliau merasakan kesedihan  yang mendalam melihat sikap kaumnya. Namun ketika kebencian semakin deras  mengalir kepada beliau, hati beliau justru semakin bersemangat dan semakin  dipenuhi dengan rahmat kemudian datanglah kepada Nabi masa di mana tampak di  dalamnya Islam asing, dan tampak di dalamnya Nabi seorang diri, tanpa penolong. 
Pada saat demikian ini ketika manusia mulai meninggalkan Rasulullah saw lalu langit turut campur dan terjadilah peristiwa besar dan mukjizat terbesar pada diri Nabi, yaitu Isra' dan Mi'raj. Ia adalah mukjizat yang tidak berhubungan dengan dakwah Islam; ia tidak datang untuk memperkuat dakwah ini atau menetapkannya tetapi ia datang semata-mata untuk memperkuat keteguhan Nabi dan sebagai penghormatan kepadanya. Seakan-akan Allah SWT ingin berkata kepada Nabi, jika saja penduduk bumi tidak memujimu, maka penduduk langit mengenal kedudukanmu dan memberikan pujian yang layak kepadamu dan jika manusia menolak dakwahmu dan menolak keberadaanmu, maka sesungguhnya Allah SWT memilihmu dan memuliakanmu.
Pada saat demikian ini ketika manusia mulai meninggalkan Rasulullah saw lalu langit turut campur dan terjadilah peristiwa besar dan mukjizat terbesar pada diri Nabi, yaitu Isra' dan Mi'raj. Ia adalah mukjizat yang tidak berhubungan dengan dakwah Islam; ia tidak datang untuk memperkuat dakwah ini atau menetapkannya tetapi ia datang semata-mata untuk memperkuat keteguhan Nabi dan sebagai penghormatan kepadanya. Seakan-akan Allah SWT ingin berkata kepada Nabi, jika saja penduduk bumi tidak memujimu, maka penduduk langit mengenal kedudukanmu dan memberikan pujian yang layak kepadamu dan jika manusia menolak dakwahmu dan menolak keberadaanmu, maka sesungguhnya Allah SWT memilihmu dan memuliakanmu.
Untuk melihat tanda-tanda kebesaran-Nya,  munculnya mukjizat Isra' dan Mi'raj dalam sejarah para nabi sebagai mukjizat  satu-satunya yang tiada tandingannya dibandingkan dengan kisah nabi yang lain.  Kita mengetahui bahwa di deretan para nabi ada nabi-nabi yang dinamakan oleh  Allah SWT sebagai para kekasih-Nya dan sebagai para pendamping-Nya, seperti Nabi  Ibrahim. Kita juga melihat bahwa di antara para nabi ada seseorang yang diajak  bicara oleh Allah SWT tanpa perantara, seperti Nabi Musa. Kita juga melihat di  antara para nabi ada yang didukung oleh Allah SWT dengan ruhul kudus, seperti  Nabi Isa. Tetapi untuk pertama kalinya kita berada di hadapan seorang nabi yang  diajak dan dipanggil oleh Allah SWT untuk menuju ke sisi-Nya.
Beliau naik bersama Jibril dengan jasadnya dan  ruhaninya sehingga Jibril berdiri di suatu tempat dan Nabi maju sendirian. Itu  adalah tingkat dari tingkat kehormatan di mana pena terasa keluh untuk  mengungkapkannya dan sejarawan tidak dapat menulis apa yang terjadi saat itu.  Kita telah melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang meminta kepada  Tuhannya agar memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan orang-orang  yang mati. Allah SWT bertanya kepadanya, apakah ia belum beriman akan hal itu?  Ibrahim menjawab: Bahwa ia beriman tetapi ia ingin menenangkan  hatinya.
Kita juga melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang cintanya kepada Allah SWT memancar dalam kalbunya sehingga ia meminta:
"Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". (QS. al-A'raf: 143)
Namun Allah SWT menjawab kepada Musa tentang kemustahilan melihat Allah SWT atas manusia. Nabi Musa memahami bahwa makhluk manapun tidak akan mampu menahan beban penampakan dari Zat sang Pencipta.
Adapun Muhammad bin Abdillah ia tidak bertanya kepada Tuhannya dan meminta kepadanya untuk diberi mukjizat atau kejadian yang luar biasa; ia tidak meminta kepada Tuhannya agar dapat melihat Zat-Nya dan ia tidak berusaha mencari ketenangan dalam hatinya. Cintanya kepada Allah SWT termasuk bentuk cinta yang sulit untuk dipahami atau diselami kedalamannya oleh para tokoh pecinta dan cintanya tersebut bukan termasuk bentuk yang menimbulkan berbagai pertanyaan. Cinta beliau melampaui tingkat permintaan menuju ketingkat penyerahan dan kepuasan atau ridha. Segala sesuatu yang menggelisahkan Nabi adalah ridha Allah SWT.
Rasulullah saw berkata saat beliau dalam keadaan ditolak dan diusir dan terluka akibat perbuatan kaum Tha'if: "Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka aku tidak peduli dengan mereka."
Lihatlah tingkat cinta yang tinggi itu: bagaimana tingkat tersebut menyebabkan beliau merasa rendah diri sehingga beliau berkata, "jika Engkau tidak murka kepadaku ..." Seakan-akan beliau tidak menginginkan selain ridha Allah SWT dan yang beliau khawatirkan adalah kemarahan Allah SWT.
Sungguh adab yang diterapkan Rasulullah saw kepada Tuhannya adalah adab yang paling layak dan paling tinggi yang sesuai dengan kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang paling sempurna.
Kita juga melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang cintanya kepada Allah SWT memancar dalam kalbunya sehingga ia meminta:
"Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". (QS. al-A'raf: 143)
Namun Allah SWT menjawab kepada Musa tentang kemustahilan melihat Allah SWT atas manusia. Nabi Musa memahami bahwa makhluk manapun tidak akan mampu menahan beban penampakan dari Zat sang Pencipta.
Adapun Muhammad bin Abdillah ia tidak bertanya kepada Tuhannya dan meminta kepadanya untuk diberi mukjizat atau kejadian yang luar biasa; ia tidak meminta kepada Tuhannya agar dapat melihat Zat-Nya dan ia tidak berusaha mencari ketenangan dalam hatinya. Cintanya kepada Allah SWT termasuk bentuk cinta yang sulit untuk dipahami atau diselami kedalamannya oleh para tokoh pecinta dan cintanya tersebut bukan termasuk bentuk yang menimbulkan berbagai pertanyaan. Cinta beliau melampaui tingkat permintaan menuju ketingkat penyerahan dan kepuasan atau ridha. Segala sesuatu yang menggelisahkan Nabi adalah ridha Allah SWT.
Rasulullah saw berkata saat beliau dalam keadaan ditolak dan diusir dan terluka akibat perbuatan kaum Tha'if: "Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka aku tidak peduli dengan mereka."
Lihatlah tingkat cinta yang tinggi itu: bagaimana tingkat tersebut menyebabkan beliau merasa rendah diri sehingga beliau berkata, "jika Engkau tidak murka kepadaku ..." Seakan-akan beliau tidak menginginkan selain ridha Allah SWT dan yang beliau khawatirkan adalah kemarahan Allah SWT.
Sungguh adab yang diterapkan Rasulullah saw kepada Tuhannya adalah adab yang paling layak dan paling tinggi yang sesuai dengan kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang paling sempurna.
Demikianlah mukjizat Isra' dan Mi'raj.  Mukjizatyang tujuannya adalah menghormati kepribadian Rasulullah saw; mukjizat  yang membangkitkan peranan akal dan hati secara bersama. Para nabi tanpa  terkecuali didukung oleh bcrbagai macam mukjizat yang terjadi di muka bumi  bahkan para nabi yang diangkat ke langit seperti Nabi Idris dan Nabi Isa, maka  pengangkatan mereka sebagai bentuk menyelamatkan mereka dari usaha pembunuhan  atau penyaliban. Mukjizat mereka saat mereka diangkat ke langit adalah bentuk  akhir dari aktifitas mereka di muka bumi.
Ini adalah kali pertama ketika kita mendapati  suatu mukjizat yang tempat utamanya di langit; suatu mukjizat yang terwujud  bersama seorang Nabi yang diangkat ke langit dengan jasadnya dan ruhaninya saat  beliau masih hidup. Di sana Allah SWT memperlihatkan kepadanya tanda-tanda  kekuasaan-Nya. Kemudian beliau kembali ke bumi di mana beliau akan mendapatkan  berbagai macam tantangan dan cobaan yang biasa diterima oleh penduduk bumi.  Muhammad bin Abdillah adalah manusia yang pertama melewati planet bumi dan  beliau menembus bulan dan matahari dan bintang-bintang. Kita menyaksikan di  zaman kita manusia pertama atau astronot pertama yang mampu menembus ruang  angkasa. Ruang angkasa itu baru dapat ditembus oleh manusia setelah empat belas  abad dari turunnya risalah Muhammad saw, namun sejak empat belas abad yang lalu  Nabi Islam telah dapat menembus ruang angkasa itu, bahkan beliau mencapai  Sidratul Muntaha dan puncak al-Muntaha.
Beliau sampai pada batas yang di situlah alam  makhluk diakhiri dan beliau menembus alam gaib. Bukankah surga bagian dari alam  gaib? Beliau sampai di surga. Allah SWT menamakannya dengan Jannatul Ma'wah.  Beliau sampai pada batas terputusnya ilmu manusia dan tiada yang mengetahui  hakikat ilmu tersebut kecuali Allah SWT. Mukjizat Isra' bukanlah mukjizat  Mi'raj, meskipun kedua-duanya terjadi di satu malam. Peristiwa Isra' dan Mi'raj  dikutip oleh dua surah yang berbeda dalam Al-Qur'an al-Karim. Allah SWT  berfirman tentang mukjizat Isra': 
"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. al-Isra': 1)
Sedangkan berkaitan dengan mukjizat Mi'raj, Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauiya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar." (QS. an-Najm: 13-18)
"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. al-Isra': 1)
Sedangkan berkaitan dengan mukjizat Mi'raj, Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauiya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar." (QS. an-Najm: 13-18)
Pada malam Isra' dan Mi'raj, Nabi Muhammad  berkeliling di sekitar Ka'bah dan berdoa kepada Allah SWT. Beliau dalam keadaan  pucat wajahnya dan kedua air matanya mengucur; beliau tidak bertawaf bersama  seseorang pun; beliau tawaf sendirian lalu orang-orang kafir dan orang-orang  musyrik memandang beliau dengan pandangan kebencian saat beliau bertawaf dan  berdoa. Allah SWT melihat hamba-Nya yang khusuk itu lalu Allah SWT menurunkan  perintah-Nya kepada Ruhul Amin yaitu malaikat Jibril agar menemani hamba-Nya  dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha Kemudian membawanya naik ke langit  agar dia dapat melihat tanda-tanda kebesaran Tuhannya.
Di suatu rumah yang mulia dan sederhana dari  rumah-rumah yang ada di Mekah, Nabi saw sedang tidur dan datanglah waktu  pertengahan malam. Jibril turun dan memasuki rumah sang Rasul saw. Jibril as  berdiri di sisi kepala sang Nabi dan ia melihat kepadanya dengan pandangan  cinta. Pandangan Jibril itu membangunkan Rasul saw kemudian beliau membuka kedua  matanya dan bangkit dari tempat tidurnya.
Jibril berkata kepada Nabi saw, salam kepadamu  wahai Nabi yang mulia. Allah SWT ingin agar engkau melihat sebagian tanda-tanda  kebesaran-Nya di alam. Kemudian Jibril berjalan bersama Nabi saw. Mereka keluar  dari rumah dan beliau menyaksikan Buraq yaitu makhluk yang menyerupai burung dan  mempunyai sayap seperti burung garuda; makhluk yang terbuat dari kilat. Karena  itu, ia dinamakan dengan Buraq. Kilat adalah listrik dan listrik adalah cahaya.  Cahaya adalah makhluk yang tercepat yang kita kenal di bumi. Kilauan cahaya pada  satu detik saja mencapai 186 ribu mil. Kita tidak akan terlibat terlalu jauh  tentang kendaraan luar angkasa yang digunakan dalam perjalanan itu; kita tidak  akan bertanya bagaimana Nabi saw menembus alam ruang angkasa tanpa ada latihan  sebelumnya dan berapa lama waktu yang beliau gunakan untuk pulang pergi; kami  juga tidak akan bertanya tentang kecepatan Buraq; kami tidak heran dengan usaha  penembusan luar angkasa ini; kita tidak akan bertanya tentang semua itu karena  kita mempunyai satu jawaban dari semuanya: Allah SWT berkehendak agar hal itu  terjadi dan untuk itu Allah SWT mengatakan kun jadilah, maka jadilah.
Para ulama beselisih pendapat tentang apakah  Isra' dan Mi'raj terjadi dengan ruh saja atau dengan ruhani dan jasad sekaligus.  Ahli hakikat mengatakan bahwa itu terjadi dengan ruh dan jasad. Tentu  perselisihan itu berakibat pada perselisihan akal dan terjerumus dalam perangkap  kaifa (bagaimana) dan bertanya tentang kekuasaan Allah SWT dan usaha untuk  menundukkan masalah ini terhadap sebab-sebab yang biasa atau hukum-hukum kita  yang alami atau logika kemanusiaan. Allah Maha Suci dan Maha Tinggi dari semua  itu. Apakah seseorang akan bertanya, bagaimana Rasulullah saw naik berserta ruh  dan fisiknya ke puncak segala puncak di langit kemudian beliau kembali sebelum  tempat tidurnya dingin? Mukjizat apa yang terjadi di sini yang melebihi mukjizat  berubahnya air mani menjadi manusia dan berubahnya benih menjadi pohon atau  mukjizat air yang menghidupkan tanah, atau ia mampu memuaskan kehausan si dahaga  atau mukjizat cinta yang mengikat dua hati yang belum pernah mengenal?
Sementara itu, Buraq menundukkan badannya  kepada Nabi saw kemudian Nabi saw menungganginya bersama Jibril dan Buraq pergi  bagaikan anak panah dari cahaya di atas gunung Mekah dan pasir-pasir menuju ke  utara. Jibril mengisyaratkan agar menuju arah gunung Saina' lalu Buraq itu  berhenti. Jibril berkata di tempat yang diberkati ini, Allah SWT berdialog  dengan Musa as. Kemudian Buraq kembali pergi ke Baitul Maqdis, Nabi saw turun  dari pesawat ini yang berjalan lebih cepat dari cahaya dan jutaan kali lebih  cepat darinya dan ia tidak berubah dari cahaya.
Nabi berjalan bersama Jibril dan memasuki  Baitul Maqdis. Beliau memasuki masjid dan beliau mendapati semua nabi sedang  menunggunya di sana. Allah SWT membangkitkan gambar para nabi-Nya dari kematian  dan mengumpulkan mereka di Mesjid Aqsha. Para malaikat memberinya suatu bejana  yang di dalamnya terdapat susu dan bejana yang lain yang di dalamnya terdapat  khamer. Lalu beliau memilih susu dan meminumnya. Dikatakan pada beliau,  sesungguhnya engkau telah memilih fltrah dan umatmu akan memilih  fitrah.
Para nabi mengitari Rasul saw dan datanglah  waktu salat. Para nabi bertanya di antara sesama mereka, siapa di antara mereka  yang menjadi imam salat, apakah itu Adam, Nuh, Ibrahim, Musa atau Isa? Jibril  berkata kepada Muhammad saw, sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu untuk salat  bersama para nabi. Rasulullah saw berdiri dan salat bersama para nabi. Mereka  semua adalah orang-orang Muslim dan beliau adalah orang-orang Muslim yang  pertama. Secara logis bahwa beliau layak menjadi imam dari para nabi sebagaimana  kitabnya dijadikan kitab yang terbaik daripada kitab-kitab yang mendahuluinya.  Beliau membacakan Al-Qur'an kepada mereka dan beliau menangis saat membacanya.  Kekhusukan beliau saat membacanya membuat para nabi pun menangis. Dan ketika  para nabi sujud di belakang imam mereka, pohon-pohon dan bintang-bintang pun  turut bersujud.
Selesailah waktu salat dan para nabi  membubarkan diri. Setiap nabi kembali ke langit yang mereka tinggal di dalamnya.  Nabi keluar dari masjid bersama Jibril dan mereka kembali menunggang Buraq  seperti panah dari cahaya. Buraq semakin meninggi dan ia melewati langit pertama  lalu beliau menyaksikan Nabi Adam. Kemudian ada panggilan dari Allah SWT:  "Hendaklah hamba-Ku semakin meninggi dan menjauh." Kemudian hamba Allah SWT  Muhammad bin Abdillah semakin terbang menjauh ia melampaui langit demi langit.  Beliau melampaui tempat materi dan mulai menjangkau tempat ruhani dan  melewatinya. Beliau bersiap berdiri di haribaan Ilahi; beliau semakin tinggi dan  jauh di tingkat dan dipuncak ruhani dalam kecepatan yang tidak kurang dari  kecepatan kilat.
Beliau melampaui kedudukan Nabi Adam di langit  pertama dan melampaui kedudukan Nabi Yahya dan Nabi Isa di langit kedua. Lalu  Tuhan pemilik kemuliaan memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi."  Kemudian hamba Allah SWT dan Nabi-Nya yang mulia mencapai tingkat yang lebih  tinggi lagi. Beliau melampaui langit yang ketiga, keempat, kelima, keenam, dan  ketujuh. Beliau melampaui alam materi semuanya dan melampaui alam ruhani.  Akhirnya, beliau sampai ke Sidratul Muntaha. Beliau sampai di tempat yang suci  yang Allah SWT menamakannya dengan sebutan Sidratul Muntaha dan di sana Nabi  melihat dan menyaksikan Jannatul Ma'wa. Beliau menyaksikan yang kita tidak mampu  mengetahuinya dan memahaminya bahkan membayangkannya:  "(Muhammad melihat  Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.  Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidnk  (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 16-17)
Sungguh terjadilah pada tempat itu apa yang terjadi dengannya. Dengan kebesaran yang misteri ini, Allah SWT memberitahu kita bahwa terjadilah hal penting di sana meskipun hakikat hal tersebut tersembunyi dari kita. Sesuatu yang Allah SWT sembunyikan dari kita tersebut disaksikan oleh Rasul saw. Itu adalah mukjizat yang khusus baginya; itu adalah tingkat cinta yang tidak tersingkap tabirnya karena ketinggiannya yang tidak mampu ditangkap oleh pengetahuan manusia biasa.
Sungguh terjadilah pada tempat itu apa yang terjadi dengannya. Dengan kebesaran yang misteri ini, Allah SWT memberitahu kita bahwa terjadilah hal penting di sana meskipun hakikat hal tersebut tersembunyi dari kita. Sesuatu yang Allah SWT sembunyikan dari kita tersebut disaksikan oleh Rasul saw. Itu adalah mukjizat yang khusus baginya; itu adalah tingkat cinta yang tidak tersingkap tabirnya karena ketinggiannya yang tidak mampu ditangkap oleh pengetahuan manusia biasa.
Kemudian Tuhan pemilik surga dan neraka  memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi." Hamba Allah SWT Muhammad bin  Abdillah menaik ke tempat yang tinggi. Kali ini beliau melihat Jibril yang  berada di belakangnya lalu beliau mendapatinya dalam keadaan bertasbih kepada  Allah SWT. Jibril tidak berada dalam wujud manusia seperti yang Nabi saksikan  ketika berada di dunia. Jibril as kembali ke dalam wujud malaikatnya. Nabi  melihat Jibril dan ia merupakan tanda kebesaran Allah SWT yang Allah SWT  janjikan untuk diperlihatkan kepadanya: 
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Pemandangan itu terjadi dengan hati dan mata serta panca indera yang dikenal dan yang tidak dikenal. Pemandangan itu benar-benar jelas. Di sana bukan mimpi, bukan khayalan, dan bukan gambaran. Rasul saw melihat semua itu dengan jasadnya dan ruhaninya:
"Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Pemandangan itu terjadi dengan hati dan mata serta panca indera yang dikenal dan yang tidak dikenal. Pemandangan itu benar-benar jelas. Di sana bukan mimpi, bukan khayalan, dan bukan gambaran. Rasul saw melihat semua itu dengan jasadnya dan ruhaninya:
"Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Kemudian Rasulullah saw menuju ke tempat  yang tinggi dan lebih tinggi lagi. Beliau semakin naik ke tingkat yang makin  tinggi sampai beliau berdiri di hadapan Tuhan Pencipta langit dan bumi dan  Penebar kasih sayang di dunia dan di akhirat. Orang Muslim yang paling sempurna  itu bersujud di hadapan Tuhan Sang Pencipta sambil berkata: "Sungguh  penghormatan dan keberkatan serta shalawat yang baik tertuju hanya kepada Allah  SWT." Allah SWT membalasnya: "Salam kepadamu wahai Nabi dan rahmat Allah SWT  serta berkat-Nya juga tercurah kepadamu." Para malaikat pun ketika mendengar  ucapan itu bertasbih dan mengatakan: "Salam kepada kita dan kepada hamba-hamba  Allah SWT yang saleh."
Ungkapan-ungkapan tersebut merupakan permulaan  tahiyat (penghormatan) yang diucapkan orang-orang Muslim saat mereka  melaksanakan salat pada setiap hari. Salat telah diwajibkan atas kaum Muslim  pada kesempatan yang besar ini. Hal populer di kalangan umumnya kaum Muslim  adalah, bahwa Allah SWT mewajibkan atas Nabi mula-mula lima puluh salat sehari.  Kemudian Nabi turun dari langit lalu beliau menemui Nabi Musa. Selanjutnya Nabi  Musa bertanya kepadanya tentang jumlah salat yang diwajibkan Allah SWT kepada  umatnya. Nabi menceritakan bahwa Allah SWT telah menentukan lima puluh kali  salat. Nabi Musa berkata sungguh umatmu tidak akan kuat untuk melakukan salat  itu, maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mohonlah kepadanya agar Dia meringankan  bagi umatmu. Lalu Nabi kembali kepada Tuhan-Nya sehingga Allah SWT meringankan  salat hingga sepuluh kali. Setelah itu, Nabi kembali bertemu dengan Nabi Musa.  Lagi-lagi Nabi Musa memperingatkannya. Kemudian Nabi kembali lagi kepada Allah  SWT sehingga sampai diturunkan salat dari lima puluh kali menjadi lima kali  sehari. Namun salat yang lima kali itu pahalanya sama dengan salat yang lima  puluh kali.
Menurut hemat kami, kisah tersebut tidak  memiliki sandaran dalam kitab-kitab ulama yang benar-benar teliti. Kami kira,  kisah itu tersebut merupakan rekayasa orang-orang Yahudi di mana mereka masuk  Islam dan mereka memenuhi kitab-kitab dengan dongeng-dongeng khurafat dan mereka  menisbatkannya kepada Rasul. Prasangka tersebut didukung oleh pemilihan Musa  sebagai seorang Nabi yang mengusulkan kepada Rasul saw agar meminta keringanan  atas umatnya sehingga terkesan Nabi Musa menjadi seseorang yang lebih mengetahui  sesuatu yang tidak diketahui oleh Nabi Muhammad. Kami sendiri cenderung untuk  menolak kisah tersebut dengan keyakinan bahwa pertemuan Nabi dengan Allah SWT  menimbulkan rasa kebesaran dan kewibawaan yang luar biasa sehingga ketika Nabi  telah pergi, maka sangat berat baginya untuk kembali lagi.
Nabi menyaksikan dan melihat hal-hal yang tidak  mampu diungkap oleh lisan dan tidak mampu ditulis dengan pena. Beliau berada di  suatu keadaan yang tidak dapat dipahami oleh manusia biasa. Al-Qur'an al-Karim  sengaja tidak mcnyebutkan apa saja yang dilihat oleh Nabi karena itu mernpakan  rahasia antara Nabi dan Tuhannya dan mukjizat yang khusus yang diperuntukkan  baginya sebagai bentuk penghormatan kcpadanya. Jadi Al-Qur'an sengaja tidak  menyebutkan itu semua untuk menegaskan bahwa beliau melihat tanda dari  tanda-tanda kebesaran Tuhannya.
Kami tidak mengetahui apa yang dilihat oleh  Nabi. Hal yang dapat kami bayangkan adalah, bahwa Nabi bersujud dengan khusuk di  hadapan Tuhannya dan beliau menangis karena gembira. Kesedihan hatinya telah  hilang selamanya. Setelah Nabi melihat rahasia dan setelah penghormatan yang  besar ini, beliau kembali menemani Buraq dan pergi bersama Jibril untuk kembali  ke bumi. Beliau kembali dan mendapati tempat tidurnya masih dingin. Bagaimana  beliau pergi dan kembali sementara tempat tidumya belum dingin? Berapa lama  waktu yang diperlukannya saat melakukan perjalanan tersebut? Hanya Allah SWT  semata yang mengetahui. Yang kita ketahui adalah, bahwa Rasulullah saw kembali  ke tempat tidurnya setelah Isra' dan Mi'raj dan hatinya dipenuhi dengan  kegembiraan serta dadanya dipenuhi dengan ketenangan dan kepuasan serta kefanaan  dalam cinta kepada Allah SWT.
Kemudian datanglah waktu pagi. Nabi  menceritakan perjalanan dan pengalaman tersebut kepada sahabat-sahabatnya dan  orang-orang Musyrik sehingga berimanlah orang-orang yang beriman padanya dan  mendustakan kepadanya orang-orang yang mendustakannya. Namun beliau tidak peduli  dengan semua itu. Nabi terus melangsungkan perjuangannya dengan penuh  kesabaran.
Akhirnya, datanglah suatu masa di mana Nabi saw  mengetahui bahwa dakwah Islam di Mekah telah mengalami penekanan yang luar biasa  sehingga keadaan sangat tidak mendukung bagi kaum Muslim. Rasulullah saw  bergerak dengan dakwahnya. Lalu Allah SWT mewahyukan kepadanya agar ia  berhijrah. Kemudian mulAllah Nabi berhijrah di jalan Allah SWT setelah tiga  belas tahun beliau di Mekah. Islam ingin membangun negaranya dan ingin  menghilangkan pengepungan dan serangan kaum musyrik. Mula-mula terjadilah  perubahan sedikit dalam keadaan kaum Muslim.
Rasulullah saw keluar dalam musim haji untuk  menunjukkan dirinya pada kabilah-kabilah Arab sebagaimana yang beliau lakukan  pada setiap musim. Beliau berada di tempat yang bernama 'Aqabah, lalu beliau  bertemu dengan jamaah dari Khazraj. Rasulullah saw berkata kepada mereka, "siapa  kalian?" Mereka menjawab: "Kami berasal dari kelompok Khazraj." Beliau berkata.  "apakah kalian termasuk pembantu kaum Yahudi?" Mereka menjawab, "benar." Beliau  berkata, "maukah kalian duduk bersama aku karena aku ingin sedikit berbicara  dengan kalian." Mereka menjawab: "Boleh." Kemudian mereka duduk bersama Nabi  lalu beliau mengajak mereka untuk mengikuti agama Allah SWT.
Rasulullah saw sedikit menceritakan Islam  kepada mereka dan membacakan Al-Qur'an. Enam orang mendengarkan apa yang  disampaikan oleh Nabi saw. Setelah beliau selesai dari pembicaraannya, mereka  membenarkannya dan beriman kepadanya. Kemudian mereka menceritakan kepada Nabi  saw bahwa mereka meninggalkan kaumnya karena kaum mereka terlibat peperangan dan  kebencian. Mudah-mudahan Allah SWT mengumpulkan mereka dengan kedatangan Nabi  saw yang mulia ini. Mereka memberitahu Nabi saw bahwa mereka akan menceritakan  kepada kaumnya apa yang mereka dengar dari Nabi saw dan akan mengajak mereka  untuk memenuhi dakwah Nabi.
Keenam lelaki itu kembali ke kota Madinah yang  berubah namanya menjadi Madinah Munawarah yang sebelumnya ia bernama Yatsrib di  zaman jahiliah. Allah SWT berkehendak untuk meneranginya dengan Islam. Para  lelaki itu kembali ke Madinah dan mereka membawa Islam di hati mereka sehingga  banyak orang yang masuk Islam.
Kemudian datanglah musim haji dan keluarlah  dari Madinah dua belas orang lelaki dari orang-orang yang beriman yang di antara  mereka terdapat enam orang yang Rasulullah saw telah berdakwah kepada mereka  pada musim yang dulu dan Nabi saw menemui mereka di 'Aqabah. Kemudian Nabi  melakukan baiat pada mereka agar mereka mempertahankan keimanan dan membela  dakwah kebenaran serta kemanusiaan. 
Kaum lelaki itu kembali ke Madinah disertai salah seorang yang terpercaya dari tokoh Islam yaitu Mus'ab bin Umair di mana ia menjadi utusan Rasulullah saw di Madinah dan ia mengajari manusia tentang agama mereka dan membacakan kepada mereka Al-Qur'an dan menyerukan kebenaran kepada manusia sehingga tersebarlah Islam di Madinah. Penduduk Madinah mulai bertanya-tanya, mengapa saudara-saudara kita kaum Muslim Mekah ditindas? Mengapa Rasul saw keluar untuk berdakwah dan menebarkan rahmat tetapi beliau justru mendapatkan angin kebencian? Sampai kapan kita akan membiarkan Rasulullah saw teraniaya dan terusir di Mekah?
Kaum lelaki itu kembali ke Madinah disertai salah seorang yang terpercaya dari tokoh Islam yaitu Mus'ab bin Umair di mana ia menjadi utusan Rasulullah saw di Madinah dan ia mengajari manusia tentang agama mereka dan membacakan kepada mereka Al-Qur'an dan menyerukan kebenaran kepada manusia sehingga tersebarlah Islam di Madinah. Penduduk Madinah mulai bertanya-tanya, mengapa saudara-saudara kita kaum Muslim Mekah ditindas? Mengapa Rasul saw keluar untuk berdakwah dan menebarkan rahmat tetapi beliau justru mendapatkan angin kebencian? Sampai kapan kita akan membiarkan Rasulullah saw teraniaya dan terusir di Mekah?
Demikianlah, pergilah tujuh puluh orang ke  Mekah, tujuh puluh orang dari penduduk Madinah Munawarah. Mereka pergi ke  'Aqabah dalam keadaan sendirian dan berkelompok-kelompok. Islam telah  menghasilkan buah pertamanya dalam hati mereka sehingga hati mereka dipenuhi  cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya serta kaum Muslim. Penderitaan yang dialami  kaum Muslim mempengaruhi jiwa mereka dan mencegah mereka dari mendapatkan  kenikmatan tidur dan nikmatnya memakan dan nikmatnya kehidupan. Orang-orang yang  baik itu datang dan berbaiat kepada Rasul saw untuk membela beliau menolongnya  dan melindunginya serta siap untuk mati di jalannya. Mereka datang setelah hati  mereka diliputi oleh Islam dan mereka memberikan segala sesuatu untuk dakwah  yang baru; mereka datang sebagai pecinta-pecinta kebenaran.
Kitab-kitab hadis yang suci meriwayatkan apa  yang terjadi pada baiat 'Aqabah al-Kubra. Dalam kitab tersebut dikatakan bahwa  Abbas Ibnu Abdul Muthalib datang bersama Nabi dan saat itu ia masih berada dalam  agama kaumnya. Ia ingin menyelesaikan urusan anak pamannya. Ketika ia duduk dan  berbicara, ia mengatakan suatu pernyataan yang mengisyaratkan bahwa Muhammad saw  mendapatkan kemuliaan dari kaumnya dan kekuatan di negerinya tetapi ia enggan  dan memilih untuk bergabung bersama kalian wahai penduduk Madinah. Jika kalian  memenuhi janjinya dan melindunginya, maka ambillah ia, namun jika kalian  khawatir jika suatu saat nanti akan mengkhianatinya, maka mulai dari sekarang  biarkanlah ia di negerinya. 
Kata-kata Abbas tersebut berasal dari fanatisme kesukuan dan ikatan darah keluarga namun penduduk Madinah tidak begitu peduli dengan kalimat Abbas itu karena ia bukan termasuk dari agama mereka dan ia tidak mengetahui tingkat cinta kepada Rasul saw yang mereka capai. Abbas bin Abdul Muthalib menunggu jawaban dari penduduk Madinah. Lalu mereka berkata kepadanya, "Kami telah mendengar apa yang engkau katakan, maka berbicaralah ya Rasulullah, ambilah untuk dirimu dan Tuhanmu apa saja yang engkau sukai."
Kata-kata Abbas tersebut berasal dari fanatisme kesukuan dan ikatan darah keluarga namun penduduk Madinah tidak begitu peduli dengan kalimat Abbas itu karena ia bukan termasuk dari agama mereka dan ia tidak mengetahui tingkat cinta kepada Rasul saw yang mereka capai. Abbas bin Abdul Muthalib menunggu jawaban dari penduduk Madinah. Lalu mereka berkata kepadanya, "Kami telah mendengar apa yang engkau katakan, maka berbicaralah ya Rasulullah, ambilah untuk dirimu dan Tuhanmu apa saja yang engkau sukai."
Kita ingin mengamati jawaban sekelompok orang  yang mukmin dari penduduk Madinah ini sehingga Rasulullah saw berbicara. Jawaban  yang dicari oleh Abbas bin Abu Muthalib tersembunyi dalam pernyataan Nabi.  Demikianlah setelah Rasulullah saw mengucapkan kalimatnya, maka tidak keluar  pemyataan apa pun. Cukup hanya Nabi yang berbicara dan mereka hanya menaatinya.  Mereka meminta kepada beliau agar mengambil pada dirinya dan Tuhannya apa saja  yang beliau sukai; mereka merasa tidak memiliki apa-apa dan tidak memiliki  keputusan. Nabi berbicara lalu beliau membaca Al-Qur'an dan mengajak ke jalan  Allah SWT. Kemudian beliau bebicara tentang Islam dan beliau membaiat mereka  agar membantu beliau sehingga mereka pun membaiat kepadanya. Demikianlah  terjadinya baiat 'Aqabah al-Kubra.
Orang-orang yang terpilih oleh Allah SWT itu  mengetahui bahwa sebentar lagi mereka akan diajak untuk mengangkat senjata:  mereka diajak untuk mendapatkan kematian di bawah naungan pedang. Mereka  menenangkan Rasulullah saw bahwa beliau akan mendapati orang-orang yang sudah  terlatih dalam peperangan karena mereka mewarisi dari kakek-kakek  mereka.
Salah seorang dari tujuh puluh orang itu  menyebutkan masalah yang penting. Abul Haitsyam berkata: "sesungguhnya di antara  orang-orang Madinah dan Yahudi terdapat suatu tali ikatan, maka mereka boleh  jadi akan memutuskannya lalu, apakah sikap yang harus kita ambil jika mereka  lakukan hal itu dan memusuhi orang-orang Yahudi," kemudian Allah SWT menolong  Nabi dan memenangkan atas kaumnya, lalu ia kembali kepada mereka dan  meninggalkan mereka di bawah kasih sayang orang-orang Yahudi.
Perhatikanlah bahwa pertanyaan tersebut  berkisar pada kecintaan kepada Nabi dan keinginan agar Nabi tetap bersama mereka  selama perjalanan hari dan bulan. Masalah yang dituntut oleh Abbas bin Abdul  Muthalib secara jelas adalah masalah perlindungan mereka kepada Nabi, di mana  hal tersebut tidak lagi diperdebatkan oleh orang-orang yang terpilih dari  penduduk Madinah. Namun masalah yang mereka inginkan adalah masalah perlindungan  Nabi dan keberadaan Nabi bersama mereka di Madinah.
Nabi tersenyum dan beliau mengatakan kalimat-kalimat yang justru menekankan bahwa ikatan akidah lebih kuat daripada ikatan darah. Beliau berkata: "Tetapi darah adalah darah dan kehancuran adalah kehancuran. Aku dari kalian dan kalian dariku aku akan memerangi orang-orang yang kalian perangi dan aku akan berdamai dengan orang-orang yang kalian berdamai dengan mereka."
Akhirnya, penduduk Madinah pergi dan kembali ke negeri mereka. Kemudian berita tentang baiat ini sampai ketelinga orang-orang Mekah dan para tokoh musyrik, lalu mereka justru menambah penekanan kepada Rasulullah saw dan kaum Muslim.
Nabi tersenyum dan beliau mengatakan kalimat-kalimat yang justru menekankan bahwa ikatan akidah lebih kuat daripada ikatan darah. Beliau berkata: "Tetapi darah adalah darah dan kehancuran adalah kehancuran. Aku dari kalian dan kalian dariku aku akan memerangi orang-orang yang kalian perangi dan aku akan berdamai dengan orang-orang yang kalian berdamai dengan mereka."
Akhirnya, penduduk Madinah pergi dan kembali ke negeri mereka. Kemudian berita tentang baiat ini sampai ketelinga orang-orang Mekah dan para tokoh musyrik, lalu mereka justru menambah penekanan kepada Rasulullah saw dan kaum Muslim.
Para preman Mekah berkumpul di Darul Nadwah.  Mereka menetapkan akan mengambil sesuatu keputusan penting berkaitan dengan  Nabi. Salah seorang dari mereka mengusulkan agar beliau dibelenggu dengan besi  lalu dibuang di penjara sehingga beliau mati kelaparan. Sebagian lagi  mengusulkan agar beliau dibuang dari Mekah dan diusir. Abu Jahal mengusulkan  agar mereka mengambil dari setiap keluarga dari keluarga-keluarga Quraisy  seorang pemuda yang kuat, kemudian setiap dari mereka diberi pedang yang  terhunus dan hendaklah mereka memukulkan pedang itu ke tubuh Nabi. Jika mereka  berhasil membunuhnya niscaya semua kabilah bertanggung jawab terhadap darah sang  Nabi dan Bani Hasyim tidak akan mampu menuntut dan memerangi orang Arab semuanya  dan mereka akan menerima diat sebagai tebusan dari pembunuhan itu. Demikianlah  persekongkolan itu digelar dan mereka sepakat untuk melaksanakan hal itu. Namun  Al-Qur'an al-Karim menyingkap persekongkolan yang dilakukan orang-orang kafir  itu dalam firman-Nya: 
"Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir memikirkan tipu daya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baih Pembalas tipu daya." (QS. al-Anfal: 30)
"Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir memikirkan tipu daya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baih Pembalas tipu daya." (QS. al-Anfal: 30)
Allah SWT mewahyukan kepada Nabi-Nya agar ia  berhijrah. Lalu Nabi mulai menyiapkan sarana-sarana untuk hijrahnya. Beliau  menyembunyikan urusan tersebut bahkan beliau tidak memberitahu sahabat yang akan  menemaninya. Rasulullah saw menyewa seorang penunjuk jalan yang pengalaman yang  mengenal padang gurun seperti mengenal garis-garis tangannya. Yang mengherankan  penunjuk jalan itu adalah seorang musyrik. Demikianlah Nabi memita bantuan  kepada orang yang ahli tanpa memperhatikan keyakinannya.
Kemudian datanglah malam pelaksanaan kejahatan itu. Rasulullah saw memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat tidumya di malam tersebut. Datanglah pertengahan malam dan Rasulullah saw pun keluar dari rumahnya. Para pemuda Mekah mengepung rumah. Mereka menghunuskan pedangnya. Nabi menggenggam tanah lalu beliau melemparkannya ke arah kaum sehingga mereka pun merasa kantuk sehingga Nabi saw dapat menembus kepungan mereka. Beliau keluar dari Mekah dan berhijrah.
Kemudian datanglah malam pelaksanaan kejahatan itu. Rasulullah saw memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat tidumya di malam tersebut. Datanglah pertengahan malam dan Rasulullah saw pun keluar dari rumahnya. Para pemuda Mekah mengepung rumah. Mereka menghunuskan pedangnya. Nabi menggenggam tanah lalu beliau melemparkannya ke arah kaum sehingga mereka pun merasa kantuk sehingga Nabi saw dapat menembus kepungan mereka. Beliau keluar dari Mekah dan berhijrah.
Dengan langkah yang diberkati ini, kaum Muslim  menanggali tahun-tahun mereka. Tahun dalam Islam adalah tahun Hijiriah,  sedangkan kaum Masehi menanggali tahun mereka dengan kelahiran Isa dan ini  disebut dengan tahun Masehi. Adapun tahun-tahun Islam, maka ia ditanggali  pertama kalinya saat Rasulullah saw keluar berhijrah di jalan Allah SWT. Hijrah  Rasul bukan hanya lari dari penindasan tetapi lari dari kebekuan; hijrah  tersebut bukan keluar dari keamanan tetapi keluar dari bahaya. Islam di Mekah  hanya dapat mempertahankan dirinya tetapi ketika ia keluar ke Madinah ia  mempertahankan dirinya ketika menyerang. Dan selama beberapa tahun masa yang  dihabiskan di Mekah, tak seorang dari kaum Muslim yang mengangkat senjata.  Ketika mereka keluar ke Madinah, mereka mulai membawa senjata dan mulai  menyalakan obor peperangan. Islam mulai membawa senjata sebagaimana luka akan  sembuh dengan syarat jika diobati. Nabi saw mengetahui bahwa Islam tidak akan  menghabiskan usianya hanya untuk melawan serangan pada dirinya; Islam ingin  tersebar; Islam ingin mendirikan negaranya yang pertama yaitu suatu negara yang  belum pernah dikenal di muka bumi negara seperti itu. Negara yang mencapai  keadilan, kasih sayang, dan idealisme yang begitu luar biasa di mana hukum Allah  SWT ditegakkan dan kehormatan manusia benar-benar dijaga.
Inilah kedalaman hijrah yang mengesankan yaitu  pendirian negara Islam setelah sebelumnya membangun individu masyarakat Muslim.  Setelah Rasul saw membangun masyarakat Muslim dan membangun masjid, maka beliau  membangun suatu negara Islam. Selanjutnya, sayap-sayap dakwah mengepak. 
Kami kira pembaca tidak akan bertanya, apa gunanya pembangunan masjid ditingkatkan sementara Islam masih mengalami penindasan di muka bumi. Kami kira pembaca lebih pintar daripada orang yang tidak mengetahui bahwa masjid yang dibangun Rasulullah saw di Madinah bukan tempat peristirahatan dari keletihan, tetapi masjid merupakan pusat dari kepemimpinan pergerakan Islam dan kepemimpinan menuju peperangan Islam.
Kami kira pembaca tidak akan bertanya, apa gunanya pembangunan masjid ditingkatkan sementara Islam masih mengalami penindasan di muka bumi. Kami kira pembaca lebih pintar daripada orang yang tidak mengetahui bahwa masjid yang dibangun Rasulullah saw di Madinah bukan tempat peristirahatan dari keletihan, tetapi masjid merupakan pusat dari kepemimpinan pergerakan Islam dan kepemimpinan menuju peperangan Islam.
Manusia mandi di masjid dengan cahaya Allah SWT  setelah itu mereka mandi di kancah peperangan dengan darah mereka. Pertanyaannya  adalah, siapakah di antara mereka yang akan terbunuh di jalan Allah SWT sebelum  saudaranya? Demikianlah perlombaan dalam perbaikan terjadi di antara mereka.  Dengan cara demikianlah Islam tersebar.
Sementara itu, Nabi berlindung di suatu gua; di  gunung yang bernama Tsur. Beliau masuk ke gua itu bersama sahabatnya Abu Bakar.  Dan orang-orang musyrik pergi menyusul beliau dengan membawa pedang mereka. Lalu  mereka sampai ke gunung itu. Abu Bakar berkata kepada Rasul saw dengan keadaan  gelisah, "seandainya salah seorang mereka melihat di bawah kakinya niscaya  mereka akan melihat kita."
Dengan tenang, Rasulullah saw menepis kegelisahan Abu Bakar dan berkata: "Wahai Abu Bakar apa yang kamu kira dengan dua orang yang ada di tempat yang sepi sementara Allah SWT menjadi ketiga di antara mereka?" Sebelum Rasulullah saw mengakhiri kalimatnya, terdapat laba-laba yang selesai dari menenun rumahnya di atas pintu gua. Kitab-kitab sejarah mengatakan bahwa kaum musyrik mengikuti jejak sang Nabi sehingga mereka sampai di gunung Tsur lalu di situlah mereka mengalami kebingungan. Mereka mendaki gunung dan mendaki gua itu. Lalu mereka melihat di atas pintu gua itu terdapat tenunan laba-laba. Mereka mengatakan, seandainya seseorang masuk di dalamnya niscaya tidak akan terdapat tenunan laba-laba di atas pintunya. Beliau tinggal di gua itu selama tiga malam.
Dengan tenang, Rasulullah saw menepis kegelisahan Abu Bakar dan berkata: "Wahai Abu Bakar apa yang kamu kira dengan dua orang yang ada di tempat yang sepi sementara Allah SWT menjadi ketiga di antara mereka?" Sebelum Rasulullah saw mengakhiri kalimatnya, terdapat laba-laba yang selesai dari menenun rumahnya di atas pintu gua. Kitab-kitab sejarah mengatakan bahwa kaum musyrik mengikuti jejak sang Nabi sehingga mereka sampai di gunung Tsur lalu di situlah mereka mengalami kebingungan. Mereka mendaki gunung dan mendaki gua itu. Lalu mereka melihat di atas pintu gua itu terdapat tenunan laba-laba. Mereka mengatakan, seandainya seseorang masuk di dalamnya niscaya tidak akan terdapat tenunan laba-laba di atas pintunya. Beliau tinggal di gua itu selama tiga malam.
Demikianlah keimanan tenunan laba-laba yang  lembut dimenangkan atas ketajaman pedang kaum musyrik sehingga Nabi bersama  sahabatnya pun selamat. Kini, kedua orang itu menuju Madinah. Dan Madinah pun  menyambut mereka. Ketika Rasulullah saw dan sahabatnya memasuki Madinah,  mula-mula masyarakat tidak mengenal siapa di antara mereka yang menjadi Rasul  karena saking baiknya sikap Rasul terhadap sahabatnya. Akhirnya, Nabi menerangi  kota Madinah. Beliau membangun masjid dan mendirikan negaranya serta memerangi  musuh-musuhnya dan tersebarlah Islam dan Mekah pun ditaklukkan dan Baitul Haram  disucikan.
Beliau menanamkan dalam akal dan hati suatu  cahaya yang tidak akan pernah padam. Kemudian berlangsunglah sepuluh tahun yang  dilewatinya di Madinah di mana beliau tidak menggunakannya untuk berleha-leha.  Demikian juga selama masa tiga belas tahun yang beliau lalui di Mekah, beliau  pun tidak mendapatkan istirahat yang cukup. Semua kehidupan beliau hanya untuk  Allah SWT dan hanya untuk Islam. Beban berat yang dipikul oleh punggung beliau  yang mulia lebih berat dari beban yang dipikul oleh gunung. Meskipun beliau  seorang diri, tetapi beliau mampu memikul amanat yang pernah Allah SWT tawarkan  kepada langit dan bumi serta gunung namun mereka pun enggan untuk memikulnya.  karena mereka menyadari bahwa mereka tidak akan mampu memikulnya. Lalu datanglah  beliau dan beliau pun mampu memikul amanat itu dan melaksanakannya secara  sempurna. Yaitu amanat untuk menyampaikan agama Allah SWT; amanat untuk  menyucikan akal manusia dari polusi khayalisme dan khurafatisme: amanat yang  mewarnai kehidupan dengan hanya sujud kepada Allah SWT.
Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi saw  suatu arus dari gambar-gambar hidup: bagaimana saat beliau memasuki Madinah.  Lewatlah di hadapan akal beberapa memori dan nostalgia: bagaimana wahyu yang  turun kepadanya dengan membawa risalah di gua Hira, kemudian berubahlah  pandangan dan bertiuplah angin kebencian kepadanya, bahkan angin itu membawa  pasir-pasir tuduhan-tuduhan yang dilemparkan ke wajah suci beliau. Beliau  berdiri sambil tersenyum dan hatinya dipenuhi dengan kesedihan di hadapan  gelombang gurun dan kesendirian serta badai kesengsaraan. "Wahai manusia, tiada  Tuhan selain Allah SWT. Demikianlah kalimat yang beliau katakan. Meskipun  kalimat itu tampak sederhana namun ia mampu membangkitkan dunia. Dan bergeraklah  patung-patung yang begitu banyak yang memenuhi kehidupan dan mereka membekali  dirinya dengan kegelapan dan kebencian yang dialamatkan kepada sang Nabi. Para  pembesar. para penguasa, uang, emas, serta kebencian dan kedengkian setan yang  klasik dan banyaknya orang-orang munafik, semua ini menjadi musuh nyata sang  Nabi pada saat beliau mengatakan "tiada Tuhan selain Allah SWT." Nabi mengingat  kembali Waraqah bin Nofel ketika menceritakan kepadanya apa yang terjadi dan apa  yang dialami beliau di gua Hira. Tidakkah ia mengatakan kepadanya bahwa kaumnya  akan mengusirnya?
Hari-hari hijrah sangat panjang dan berat.  Matahari sangat dekat dengan kepala dan rasa panas sangat mencekik tenggorokan  dan rasa pusing-pusing pun semakin meningkat. Setelah hijrah, Nabi memasuki  Madinah. Beliau disambut oleh kaum Anshar dengan sambutan luar biasa. Beliau  datang sendirian lalu mereka menolongnya; beliau datang dalam keadaan takut lalu  mereka mengamankannya; beliau datang dalam keadaan lapar lalu mereka memberinya  makanan; beliau datang dalam keadaan terusir lalu mereka memberikan  perlindungan.
Bangunan Islam mulai ditancapkan di Madinah.  Beliau mulai membangun negaranya setelah beliau membangun sumber daya manusia  Islam yang tangguh. Yang pertama kali dibangunnya adalah sumber daya Islam,  setelah itu beliau baru membangun negara. Tidak ada nilai yang berarti dari satu  sistem yang hanya berdasarkan prinsip-prinsip besar yang tidak lebih dari  sekadar tinta di atas kertas. Penerapan prinsip-prinsip adalah tolok ukur final  dari nilai apa pun yang diberlakukan di dunia. Dan Islam telah berhasil  menerapkan pada masa-masa pertamanya suatu sistem yang belum pernah dikenal  dalam kehidupan manusia suatu sistem seperti itu. Yaitu sitem yang menunjukkan  keadilan, persaudaraan, dan kasih sayang yang mengagumkan. Hal yang pertama kali  dilakukan Rasulullah saw adalah membangun masjid di mana di situlah unta yang  ditungganinya berhenti. Mesjid itu tampak sederhana. Tikarnya terdiri dari  pasir-pasir dan batu-batu. Tiangnya terbuat dari batang-batang kurma. Barangkali  ketika turun hujan, maka tanahnya akan menjadi lumpur karena mendapat siraman  air hujan. Mungkin ketika angin bertiup dengan kecang, maka ia akan mencabut  sebagian dari atapnya.
Di bangunan yang sederhana ini, Rasulullah saw  mendidik generasi Islam yang tangguh yang dapat menghancurkan orang-orang yang  lalim dan para penguasa yang bejat dan mereka mampu mengembalikan kebenaran ke  singgasananya yang terusir dan terampas. Mereka mampu menyebarkan Islam di muka  bumi. Mesjid itu tampak kecil dan sederhana sekali tetapi ia dipenuhi dengan  kebesaran; masjid itu tidak menunjukkan kemewahan sama sekali. Di dalamnya  Al-Qur'an dibaca lalu orang-orang yang mendengarnya menganggap bahwa mereka  benar dan mendapatkan perintah harian untuk menerapkan dan melaksanakan apa-apa  yang mereka dengar.
Al-Qur'an dibaca di masjid bukan seperti  nyanyian yang orang-orang duduk akan merasa terpengaruh dengan keindahan  nyanyian dan suara pembaca. Dan masjid di dalam Islam bukanlah tempat  satu-satunya untuk ibadah. Menurut kaum Muslim semua burni adalah masjid namun  masjid adalah simbol peradaban yang beriman kepada Allah SWT dan hari  akhir, sebagaimana ia menyuarakan ilmu, kebebasan dan persaudaraan.
Semua Nabi berbicara tentang  persaudaraan dan mengajak kepadanya dengan ribuan kata-kata. Sedangkan  Rasulullah saw telah mewujudkan persaudaraan itu secara praktis, yakni ketika  karakter masyarakat saat itu mencerminkan Al-Qur'an. Nabi mulai mempersaudarakan  kaum muhajirin dan Anshar di mana sahabat Anshar Sa'ad bin Rabi', seorang kaya  dari Madinah dipersaudarakan dengan Abdul Rahman bin 'Auf, seorang yang  berhijrah dari Mekah. Sa'ad berkata kepada Abdul Rahman: "Sesungguhnya, tanpa  bermaksud sombong, aku memang memiliki harta yang banyak daripada kamu. Aku  telah membagi hartaku menjadi dua bagian dan sebagiannya aku peruntukkan bagimu.  Lalu aku mempunyai dua orang wanita, maka lihatlah siapa di antara mereka yang  mampu memikatmu sehingga aku menceraikannya lalu engkau dapat menikahinya."  Abdul Rahman bin 'Auf menjawab: "Mudah-mudahan Allah SWT memberkatimu,  keluargamu, dan hartamu. Di manakah pasar yang engkau berdagang di  dalamnya?"
Abdul Rahman bin 'Auf keluar menuju ke pasar untuk berkerja. Ia kembali dan membawa sesuatu yang dapat dimakannya. Ia menolak dengan lembut sikap baik Sa'ad dan kedermawanannya. Ia bersandar pada keimanan kepada Allah SWT dan lebih memilih untuk bekerja dan membanting tulang. Tidak berlalu hari demi hari kecuali ia tetap bekerja sehingga ia mampu untuk membekali dirinya dan melaksanakan pernikahan.
Abdul Rahman bin 'Auf keluar menuju ke pasar untuk berkerja. Ia kembali dan membawa sesuatu yang dapat dimakannya. Ia menolak dengan lembut sikap baik Sa'ad dan kedermawanannya. Ia bersandar pada keimanan kepada Allah SWT dan lebih memilih untuk bekerja dan membanting tulang. Tidak berlalu hari demi hari kecuali ia tetap bekerja sehingga ia mampu untuk membekali dirinya dan melaksanakan pernikahan.
Demikianlah masyarakat Islam terbentuk dan  menampakkan identitasnya berdasarkan cinta, kebebasan, musyawarah, dan jihad.  Pekerjaan menurut Islam bukan suatu penderitaan untuk mendapatkan roti atau  potongan daging sebagaimana dikatakan peradaban kita masa kini, tetapi pekerjaan  dalam Islam melebihi ruang lingkup materi ini dan menuju puncak yang lebih  tinggi: 
"Dan katakanlah: 'Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang muhmin akan melihat pekerjaanmu itu. " (QS. at-Taubah: 105)
"Dan katakanlah: 'Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang muhmin akan melihat pekerjaanmu itu. " (QS. at-Taubah: 105)
Kesadaran bahwa apa yang kita kerjakan akan  dilihat oleh Allah SWT menjadikan perkerjaan itu mendapat cita rasa yang lain.  Yaitu suatu rasa yang melampaui nikmatnya memakan roti dan daging. Setelah  bekerja, datanglah cinta. Cinta dalam Islam bukan hanya perasaan yang menetap  dalam hati dan tidak diwujudkan oleh suatu perbuatan; cinta dalam Islam  merupakan langkah harian yang akan mengubah bentuk kehidupan di sekitar manusia  menuju yang lebih tinggi dan mulia.
Seorang Muslim mencintai Tuhannya Pencipta alam  semesta dan mencintai Rasulullah saw dan mencintai kaum Muslim dan orang-orang  yang berdamai dengan orang-orang Muslim, meskipun keyakinan mereka berbeda  dengannya. Bahkan seorang Muslim mencintai makhluk secara keseluruhan: ia  mencintai anak-anak, hewan, bunga, pasir dan gunung bahkan benda-benda mati pun  mendapat cinta dari seorang Muslim. Seorang Muslim jika dia benar-benar seorang  Muslim akan merasakan dnta yang dialami oleh Nabi Daud terhadap alam dan  lingkungan di sekitarnya. Ini adalah perasaan sufi yang tinggi. Seorang Muslim  akan mewarisi cinta yang sebenarnya seperti yang diwarisi Nabi Isa terhadap  lingkungan yang baik yang ada di sekitarnya di mana ketika Nabi Isa melihat  tubuh anjing yang mati, maka Nabi Isa tidak melihat selain keputihan  giginya.
Demikianlah cinta yang tersebar dalam kehidupan  kaum Muslim di mana cinta itu pun tertuju kepada binatang dan benda-benda mati.  Cinta demikian ini tidak akan terwujud dengan suatu keputusan dan tidak  ditetapkan dengan suatu undang-undang, tetapi cinta itu datang biasanya akibat  dari kepuasaan akal dan hati dengan adanya kepemimpinan besar yang hati  cenderung kepadanya dan akal mengambil darinya. Dan yang dimaksud dengan  kepemimpinan besar tersebut adalah keberadaan sang Nabi. Beliau adalah cermin  terbesar dari tingkat cinta yang tertinggi. Beliau adalah seorang yang paling  banyak berbuat demi Islam dan paling banyak sedikit mengharapkan balasan  darinya. Meskipun beliau seorang pemimpin namun beliau hidup dalam  kesederhanaan. Beliau adalah seorang tentara yang paling sederhana. Tempat  tidurnya bersih tetapi kasar, dan rumahnya tidak menampakkan kesibukan yang di  dalamnya memasak berbagai macam hidangan. Beliau justru menyiapkan hidangan yang  sangat sederhana. Makanan utama beliau adalah roti kering yang dicampur dengan  minyak. Keinginan besar beliau adalah tersebarnya dakwah Islam.
Kaum Muslim menyadari bahwa kesempurnaan Islam  tidak akan terwujud kecuali ketika cinta Allah SWT dan Rasul- Nya lebih  didahulukan daripada cinta diri sendiri, cinta kepada wanita, cinta kepada anak,  kepentingan, kekuasaan, kehidupan, dan apa saja yang tidak ada hubungannya  dengan Allah SWT dan Rasul-Nya. Demikianlah kaum Muslim sangat mencintai  pemimpin mereka lebih dari kehidupan pribadi mereka. Di samping pekerjaan dan  cinta tersebut, didirikanlah pemerintahan Islam yang berdasarkan kaidah-kaidah  kebebasan, musyawarah dan jihad.
Kebebasan dalam Islam bukan sekadar perhiasan  yang dilekatkan kepada tubuh Islam tetapi ia merupakan tenunan dari sel-sel yang  hidup itu. Allah SWT telah membebaskan kaum Muslim dari penyembahan selain  dari-Nya. Dengan demikian, runtuhlah semua belenggu yang hinggap di atas akal,  hati, dan masyarakat. Seorang Muslim memiliki—dalam Islam—suatu kebebasan yang  diberikan kepadanya agar ia melihat sesuatu dengan akalnya dan mendebat segala  sesuatu dengan akalnya. Dan hendaklah ia merasa puas dengan sesuatu yang dapat  menenteramkan hatinya. Kebebasan dalam Islam bukan kebebasan mutlak yang  menjurus kepada anarkisme dan diskriminasi tetapi kebebasan dalam Islam adalah  kebebasan yang bertanggung jawab.
Dalam ruang lingkup nas-nas yang pasti yang  terdapat dalam Al-Qur'an atau sunah tidak ada kebebasan di hadapan orang Muslim  selain kebebasan untuk berlomba-lomba untuk menerapkan apa yang mereka pahami.  Selain itu, seorang bebas sampai tidak terbatas, dan pintu ijtihad tetap terbuka  sampai tidak ada batasnya, karena pintu ijtihad adalah akal dan menutup pintu  ijtihad yakni menutup akal dan itu berarti akan membawa kematian baginya. Islam  tidak menerima orang-orang yang mati akalnya atau menga-lami kemunduran; Islam  pada hakikatnya memperlakukan manusia dari sisi akal dan hati.
"Adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah meng-hendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir." (QS. al-Anfal: 7)
"Adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah meng-hendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir." (QS. al-Anfal: 7)
Orang-orang Islam karena kekafiran mereka dan  kebutuhan mereka serta situasi ekonomi yang memburuk, mereka ingin bertemu  dengan pasukan yang tidak bersenjata; mereka ingin bertemu dengan kafilah yang  kaya, bukan pasukan yang bersenjata; mereka membutuhkan harta untuk menyebarkan  dakwah. Namun Allah SWT menginginkan mereka dengan keadaan seperti itu agar  mereka berhadapan dengan pasukan kafir dan agar mereka mampu memutus tali  kekuatan orang-orang kafir sehingga kebenaran akan menang.
Keluarlah orang-orang Muslim dalam peperangan Badar dengan membayangkan bahwa mereka akan mendapatkan keuntungan dan kesenangan dengan banyak mengambil ganimah. Namun Allah SWT menginginkan terjadinya peperangan yang berat, di mana itu berakibat pada jatuhnya tokoh-tokoh kaum kafir Mekah sebagai korban darinya dan agar Madinah dapat menahan penderitaan dan kefakiran yang dialaminya. Seharusnya pengikut Islam tidak membayangkan untuk mengambil keuntungan tetapi ia justru harus memberi kepadanya.
Nabi mengetahui sebagai pemimpin pasukan ia harus mengingatkan pasukannya bahwa mereka akan menemui kesulitan dan penderitaan, dan bukan masalah sepele seperti yang mereka bayangkan. Nabi bermusyawarah dengan sahabat-sahabat. Beliau berbincang-bincang dengan Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, dan Miqdad bin Amr. Lalu mereka semua sepakat untuk terus melakukan peperangan apa pun hasilnya dan apa pun pengorbanan yang harus dilakukan.
Kemudian Rasulullah saw berkata: "Wahai para sahabat, tunjukkanlah diri kalian." Rasulullah saw mengisyaratkan kepada kaum Anshar. Rasulullah saw khawatir jika mereka memahami bahwa baiat yang terjadi di antara mereka yang berisi agar mereka melindungi beliau jika beliau diserang di Madinah saja, dan memang pasal-pasal dari baiat itu mendukung hal itu. Tidakkah mereka mengatakan kepada beliau: "Ya Rasulullah, kami tidak akan bertanggung jawab kepadamu sehingga engkau sampai di negeri kami. Jika engkau sampai di negeri kami, maka kami akan bertanggung jawab untuk melindungimu."
Keluarlah orang-orang Muslim dalam peperangan Badar dengan membayangkan bahwa mereka akan mendapatkan keuntungan dan kesenangan dengan banyak mengambil ganimah. Namun Allah SWT menginginkan terjadinya peperangan yang berat, di mana itu berakibat pada jatuhnya tokoh-tokoh kaum kafir Mekah sebagai korban darinya dan agar Madinah dapat menahan penderitaan dan kefakiran yang dialaminya. Seharusnya pengikut Islam tidak membayangkan untuk mengambil keuntungan tetapi ia justru harus memberi kepadanya.
Nabi mengetahui sebagai pemimpin pasukan ia harus mengingatkan pasukannya bahwa mereka akan menemui kesulitan dan penderitaan, dan bukan masalah sepele seperti yang mereka bayangkan. Nabi bermusyawarah dengan sahabat-sahabat. Beliau berbincang-bincang dengan Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, dan Miqdad bin Amr. Lalu mereka semua sepakat untuk terus melakukan peperangan apa pun hasilnya dan apa pun pengorbanan yang harus dilakukan.
Kemudian Rasulullah saw berkata: "Wahai para sahabat, tunjukkanlah diri kalian." Rasulullah saw mengisyaratkan kepada kaum Anshar. Rasulullah saw khawatir jika mereka memahami bahwa baiat yang terjadi di antara mereka yang berisi agar mereka melindungi beliau jika beliau diserang di Madinah saja, dan memang pasal-pasal dari baiat itu mendukung hal itu. Tidakkah mereka mengatakan kepada beliau: "Ya Rasulullah, kami tidak akan bertanggung jawab kepadamu sehingga engkau sampai di negeri kami. Jika engkau sampai di negeri kami, maka kami akan bertanggung jawab untuk melindungimu."
Mayoritas pasukan terdiri dari orang-prang  Anshar, maka Rasulullah saw ingin mengetahui keputusan mayoritas tentara sebelum  dimulainya peperangan. Kaum Anshar mengetahui bahwa Rasul saw ingin mengetahui  pendapat kaum Anshar. Oleh karena itu, Sa'ad bin 'Auf berkata: "Demi Allah,  seakan-akan engkau menginginkan kami ya Rasulullah." Nabi menjawab, "benar."  Kemudian kaum Anshar menyatakan apa yang mereka rasakan.
Mendengar pernyataan kaum Anshar itu hilanglah  kekhawatiran dan ketakutan Nabi, bahkan beliau bergembira dan wajahnya  berseri-seri. Rasulullah saw telah mendidik mereka berdasarkan Islam dan Islam  tidak mengenal pasal-pasal perjanjian namun ia justru tenggelam dalam esensinya  dan kedalamannya yang jauh. Kaum Anshar meyakinkan Nabi bahwa mereka benar-benar  beriman kepadanya, mencintainya dan akan mendengarkan apa saja yang beliau  katakan serta akan benar-benar menaati beliau.
Sa'ad bin Mu'ad berkata: "Ya Rasulullah, lakukanlah apa yang engkau inginkan dan kami akan bersamamu. Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau membelah lautan lalu engkau menyelam di dalamnya niscaya kami akan menyelam bersamamu dan tidak ada seseorang pun di antara kami yang akan meninggalkanmu." Demikianlah keteguhan kaum Anshar. Kalimat tersebut menetapkan peperangan paling penting dan paling berbahaya dalam sejarah Islam.
Sa'ad bin Mu'ad berkata: "Ya Rasulullah, lakukanlah apa yang engkau inginkan dan kami akan bersamamu. Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau membelah lautan lalu engkau menyelam di dalamnya niscaya kami akan menyelam bersamamu dan tidak ada seseorang pun di antara kami yang akan meninggalkanmu." Demikianlah keteguhan kaum Anshar. Kalimat tersebut menetapkan peperangan paling penting dan paling berbahaya dalam sejarah Islam.
Perasaan kaum Anshar dan Muhajirin dalam  pasukan Rasul saw sangat berbeda dengan perasaan Nabi Musa ketika mereka  mengatakan kepadanya, "pergilah engkau wahai Musa bersama Tuhanmu dan  berperanglah, sesungguhnya kami di sini hanya duduk-duduk saja." Namun kaum  Muslim menyatakan bahwa seandainya Rasul saw memerintahkan mereka untuk melalui  lautan dengan berjalan kaki di atas ombaknya niscaya mereka akan melakukan hal  itu walaupun berakibat pada tenggelamnya mereka dan kematian mereka dan tak  seorang pun yang akan menentang perintah Rasul saw tersebut.
Akhirnya, kaum Muslim bersiap-siap untuk  memasuki kancah peperangan lalu mereka membuat kemah-kemah yang di situ  ditentukan tempat peristirahatan dan pergerakan tentara Islam. Tempat itu  ditentukan oleh Rasul saw. Allah SWT membiarkan Rasul-Nya melakukan kesalahan  dalam memilih tempat sehingga itu akan dapat menjadi pelajaran bagi kaum Muslim  dalam kaidah umum dari kaidah-kaidah peperangan yaitu sikap pemimpin pasukan  untuk mengambil suatu kebijakan yang penting yang berdasarkan pengalaman.  Kemudian datanglah Habab bin Mundzir kepada Rasulullah saw dan bertanya  kepadanya, "apakah tempat yang kita jadikan sebagai pusat pergerakan tentara  kita merupakan pilihan dari Allah SWT dan Rasul-Nya hingga kita tidak dapat  mendahuluinya dan mengakhirinya yakni kita tidak dapat memberikan pendapat kita  ataukah itu hanya masalah yang bersifat tehnik yakni itu terserah pada pendapat  kita dan sesuai kebijakan saat perang dan ia merupakan tipu daya  semata?"
Rasulullah saw berkata: "Tetapi itu adalah  pendapat pribadi, peperangan, dan tipu daya." Habab berkata: "Ya Rasulullah ini  adalah tempat yang tidak tepat." Sahabat yang sarat pengalaman ini memilih  tempat di mana pasukan Madinah dapat minum darinya sedangkan pasukan Mekah tidak  dapat mengambil darinya. Kemudian berpindahlah pasukan Muslim menuju tempat yang  telah ditentukan oleh pengalaman militer.
Sampailah pasukan Mekah di mana jumlah mereka mendekati seribu tentara dan mereka akan berhadapan dengan tiga ratus tujuh belas pasukan Muslim. Pasukan Quraisy berada di tempat yang jauh dari lembah.
Pasukan kafir terdiri dalam perang Badar dari pemuka-pemuka Quraisy dan pahlawan-pahlawan mereka, sedangkan pasukan Muslim terdiri dari keluarga-keluarga, ipar-ipar dan keluarga dekat dari pasukan kafir. Allah SWT telah menentukan agar seorang anak bertemu dengan ayahnya, saudara bertemu dengan sesama saudara dan sesama ipar bertemu di medan peperangan. Mereka semua dipisahkan dengan suatu prinsip di mana mereka ditentukan oleh pedang. Akhirnya, peperangan Badar pun terjadi dan kaidah utama adalah kaidah persaudaraan sesama Muslim. Dan ketika pasukan Muslim berpegang teguh di atas dasar Islam, maka pasukan kafir mulai terpecah belah namun keadaan tersebut mereka sembunyikan.
Sampailah pasukan Mekah di mana jumlah mereka mendekati seribu tentara dan mereka akan berhadapan dengan tiga ratus tujuh belas pasukan Muslim. Pasukan Quraisy berada di tempat yang jauh dari lembah.
Pasukan kafir terdiri dalam perang Badar dari pemuka-pemuka Quraisy dan pahlawan-pahlawan mereka, sedangkan pasukan Muslim terdiri dari keluarga-keluarga, ipar-ipar dan keluarga dekat dari pasukan kafir. Allah SWT telah menentukan agar seorang anak bertemu dengan ayahnya, saudara bertemu dengan sesama saudara dan sesama ipar bertemu di medan peperangan. Mereka semua dipisahkan dengan suatu prinsip di mana mereka ditentukan oleh pedang. Akhirnya, peperangan Badar pun terjadi dan kaidah utama adalah kaidah persaudaraan sesama Muslim. Dan ketika pasukan Muslim berpegang teguh di atas dasar Islam, maka pasukan kafir mulai terpecah belah namun keadaan tersebut mereka sembunyikan.
Lalu 'Utbah bin Rabi'ah berbicara di  tengah-tengah pasukan Mekah dan mengajak mereka untuk menarik kembali dari  peperangan. 'Utbah memberikan pernyataan sesuai dengan tuntutan akal sehat,  "wahai orang-orang Quraisy demi Allah, jika kalian harus memerangi Muhammad,  maka kalian akan menyesal karena kita berhadapan dengan saudara-saudara kita  sendiri. Boleh jadi kita akan membunuh anak paman kita, atau salah seorang dari  kerabat kita. Mengapa kalian tidak membiarkannya saja?"
Kalimat yang rasional tersebut cukup  menggoncangkan pasukan Mekah. Sebagian tentara merasa puas dengan pernyataan  tersebut karena mereka melihat bahwa tidak ada gunanya peperangan itu. Namun  kebohohan justru memadamkan kalimat yang rasional itu. Abu Jahal menuduh bahwa  yang mengucapkan kata-kata adalah orang yang penakut. Kemudian Abu Jahal lebih  memilih pendapatnya untuk menetapkan terus memerangi kaum Muslim.
Pemimpin pasukan kafir yaitu Abu Jahal  mengetahui bahwa Muhammad tidak pernah berbohong. Kitab-kitab sejarah  menceritakan bahwa Akhnas bin Syuraif menyendiri dalam perang Badar bersama Abu  Jahal sebelum terjadinya peperangan tersebut dan bertanya kepadanya, "wahai Abul  Hakam, tidakkah engkau melihat bahwa Muhammad pernah berbohong? Abul Hakam  menjawab: "Bagaimana mungkin ia berbohong atas Allah, sedangkan kami telah  menamainya al-Amin (orang yang dapat dipercaya)." Peperangan tersebut bukan  sebagai usaha untuk mendustakan Rasul saw tetapi itu hanya semata-mata untuk  menjaga kepentingan-kepentingan sesaat dan keadaan ekonomi. Demikianlah  orang-orang kafir mempertahankan nilai yang paling rendah yang ada di muka bumi  yang juga dipertahankan oleh binatang, sementara kaum Muslim justru  mempertahankan nilai yang paling tinggi di bumi dan di langit yang ikut serta di  dalamnya para malaikat.
Kemudian datanglah waktu malam menyelimuti dua  kubu. Tiga ratus tentara yang mukmin sudah bersiap-siap dan mendekati seribu  tentara musyrik. Orang-orang musyrik datang dengan menunggangi tunggangan mereka  dan tampak mereka memiliki persenjataan yang lengkap, sedangkan setiap orang  Muslim datang di atas satu kendaraan. Pakaian yang dipakai orang-orang musyrik  tampak masih baru dan pedang-pedang mereka tampak mengkilat serta baju besi yang  mereka gunakan sangat unggul dan kuat. Alhasil, mereka memiliki persiapan yang  sangat mengagumkan sedangkan pakaian yang dipakai orang-orang Muslim tampak  sudah usang dan pedang-pedang kuno pun mereka gunakan dan baju besi yang mereka  gunakan tampak tidak sempurna. Nabi melihat keadaan pasukannya lalu hati beliau  tampak sedih melihat pasukan tersebut. Beliau berdoa kepada Tuhannya: "Ya Allah,  Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang lapar, maka kenyangkanlah mereka. Ya  Allah, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tanpa alas kaki, maka  tolonglah mereka. Ya Allah, Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak  berpakaian, maka berilah mereka pakaian."
Kemudian rasa kantuk menghinggapi mata kedua  pasukan lalu mereka beristirahat di tengah-tengah malam. Jatuhlah hujan kecil  yang membuat tempat itu basah sehingga kelembaban mengitari kaum Muslim. Hujan  tersebut membasuh tanah perjalanan dan menghilangkan debu-debu kepayahan serta  menyucikan hati dan membangkitkan kepercayaan atas kemenangan dari Allah SWT. 
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteram dari-Nya, dan Allah menurunkan hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu)." (QS. al-Anfal: 11)
Datanglah waktu pagi di Badar lalu kaum Quraisy mulai menyerang, lalu Nabi memerintahkan pasukan Muslim untuk bertahan. Rasulullah saw bersabda: "Jika musuh mengepung kalian, maka usirlah mereka dengan panah dan janganlah kalian menyerang mereka sehingga kalian diperintahkan."
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteram dari-Nya, dan Allah menurunkan hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu)." (QS. al-Anfal: 11)
Datanglah waktu pagi di Badar lalu kaum Quraisy mulai menyerang, lalu Nabi memerintahkan pasukan Muslim untuk bertahan. Rasulullah saw bersabda: "Jika musuh mengepung kalian, maka usirlah mereka dengan panah dan janganlah kalian menyerang mereka sehingga kalian diperintahkan."
Demikianlah ketetapan militer yang sangat jitu  yang berarti hendaklah kaum Muslim membentengi mereka di tempat-tempat mereka  agar orang-orang musyrik mendapatkan kerugian dari serangan yang mereka lakukan.  Kita mengetahui dari ilmu militer saat ini bahwa seorang yang menyerang  memerlukan tiga atau tiga kali lipat dari jumlah yang biasa dilakukan sehingga  serangannya betul-betul efektif; kita mengetahui bahwa jumlah pasukan musyrik  tiga kali lipat dibandingkan dengan tentara Muslim. Kaum musyrik dilihat dari  segi jumlah sangat memadai untuk memenangkan peperangan, dan persenjataan mereka  lebih lengkap dari persenjataan kaum Muslim. Jumlah hewan yang mereka miliki pun  sama dengan jumlah mereka, sedangkan tiap tiga orang Muslim berperang di atas  satu tunggangan.
Keadaan saat itu sangat menguntungkan kaum  musyrik. Tanda-tanda kemenangan tampak menyertai bendera kaum musyrik, tetapi  kemenangan peperangan bukan karena kebesaran jumlah pasukan dan persenjataan  yang lengkap. Terkadang peperangan justru dimenangkan oleh unsur spiritual yang  tidak kelihatan. Spiritualitas tentara dan keimanannya tentang persoalan yang  dipertahankannya serta keinginannya untuk mendapatkan dua kebaikan: kemenangan  atau kematian dan hasratnya yang tinggi untuk meneguk madu syahadah, semua itu  dapat mengubah seorang tentara menjadi makhluk yang tidak terkalahkan. Boleh  jadi ia akan merasakan kematian tetapi jauh dari kekalahan. Demikianlah keadaan  pasukan Muslim.
Sementara itu debu-debu berterbangan di atas  kepala pasukan yang bertempur dan kaum Muslim mencurahkan tenaga yang keras  dalam peperangan itu. Ketika dua pasukan saling bertemu dan bertempur, Nabi saw  melihat mereka, lalu Nabi saw menyaksikan pasukannya terjepit. Pasukan yang  berjumlah sedikit dengan persenjataan yang tidak lengkap itu kini ditekan oleh  orang kafir. Dalam keadaan demikian, Nabi saw meminta pertolongan kepada  Tuhannya: 'Ya Allah, kirimkanlah bantuan dan pertolongan-Mu. Ya Allah,  wujudkanlah janji-Mu kepadaku. Ya Allah, jika kelompok ini dihancurkan, maka  Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka bumi." Renungkanlah, bagaimana  kesedihan Nabi saat terjadi peperangan itu. Oleh karena itu, kita dapat memahami  mengapa Nabi saw meminta agar pasukannya dimenangkan.
Pemimpin pasukan tertinggi Muhammad bin Abdillah keluar berperang di jalan Allah SWT dan saat ini kematian sedang mengitari kaum Muslim, lalu apa yang dipikirkan oleh Nabi saw pada keadaan yang sulit tersebut? Pemikiran Nabi saw melebihi hal yang sekarang dan menuju pada hal yang akan datang, dan yang menjadi fokus Nabi adalah penyembahan Allah SWT di muka bumi: "Ya Allah, jika kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka bumi."
Nabi tidak terlalu mengkhawatirkan kehancuran kaum Muslim karena Nabi justru mengkhawatirkan sesuatu yang lebih besar dari itu. Yang beliau khawatirkan adalah penyembahan kepada Allah SWT akan berhenti di muka bumi. Oleh karena itu, Nabi meminta tolong kepada Tuhannya dan mengingatkan kembali kepada Tuhannya dan Allah SWT lebih tahu dari hal itu. Kemudian turunlah bala tentara malaikat yang dipimpin oleh Jibril.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankankan-Nya bagimu: 'Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.' Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. al-Anfal: 9-10)
Setelah itu Nabi saw menghampiri sahabat Abu Bakar dan berkata: "Sampaikan berita gembira wahai Abu Bakar, sesungguhnya telah datang kepadamu bantuan dari Allah SWT."
Pemimpin pasukan tertinggi Muhammad bin Abdillah keluar berperang di jalan Allah SWT dan saat ini kematian sedang mengitari kaum Muslim, lalu apa yang dipikirkan oleh Nabi saw pada keadaan yang sulit tersebut? Pemikiran Nabi saw melebihi hal yang sekarang dan menuju pada hal yang akan datang, dan yang menjadi fokus Nabi adalah penyembahan Allah SWT di muka bumi: "Ya Allah, jika kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka bumi."
Nabi tidak terlalu mengkhawatirkan kehancuran kaum Muslim karena Nabi justru mengkhawatirkan sesuatu yang lebih besar dari itu. Yang beliau khawatirkan adalah penyembahan kepada Allah SWT akan berhenti di muka bumi. Oleh karena itu, Nabi meminta tolong kepada Tuhannya dan mengingatkan kembali kepada Tuhannya dan Allah SWT lebih tahu dari hal itu. Kemudian turunlah bala tentara malaikat yang dipimpin oleh Jibril.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankankan-Nya bagimu: 'Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.' Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. al-Anfal: 9-10)
Setelah itu Nabi saw menghampiri sahabat Abu Bakar dan berkata: "Sampaikan berita gembira wahai Abu Bakar, sesungguhnya telah datang kepadamu bantuan dari Allah SWT."
Turunnya para malaikat merupakan cara untuk  meneguhkan kaum Muslim dan berita gembira kepada mereka. Mukjizat itu bukan  terletak pada penyertaan para malaikat dalam peperangan, namun melalui nas-nas  ditegaskan bahwa peranan malaikat tidak lebih dari sekadar membawa berita  gembira dan memberikan dukungan moril serta memenuhi hati dengan ketenangan.  Kami kira bahwa Allah SWT ingin agar para malaikat menyaksikan manusia-manusia  malaikat yang mempertahankan akidah tauhid.
Demikianlah Allah SWT mewahyukan kepada  malaikat bahwa Dia bersama mereka. Oleh karena itu, hendaklah orang-orang yang  beriman merasa tenang dan kebenaran akan tertancap pada hati mereka sedangkan  orang-orang kafir pasti akan merasakan ketakutan. 
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.' Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya. Itulah (hukum dunia yang ditimpakan atasmu), maka rasakanlah hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab neraka." (QS. al-Anfal: 12-14)
Lalu orang-orang kafir pun mengalami kekalahan. Setelah peperangan itu, terbunuhlah tujuh puluh kafir dan tujuh puluh tawanan dari mereka dan sebagian pasukan melarikan diri. Runtuhlah tokoh-tokoh kebencian dan kelaliman di peperangan tersebut. Hancurlahlah Abu Jahal, pemimpin pasukan, dan pahlawan-pahlawan Mekah kini terkapar.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.' Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya. Itulah (hukum dunia yang ditimpakan atasmu), maka rasakanlah hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab neraka." (QS. al-Anfal: 12-14)
Lalu orang-orang kafir pun mengalami kekalahan. Setelah peperangan itu, terbunuhlah tujuh puluh kafir dan tujuh puluh tawanan dari mereka dan sebagian pasukan melarikan diri. Runtuhlah tokoh-tokoh kebencian dan kelaliman di peperangan tersebut. Hancurlahlah Abu Jahal, pemimpin pasukan, dan pahlawan-pahlawan Mekah kini terkapar.
Rasulullah saw berdiri di depan bangkai-bangkai  orang-orang kafir dan berkata: "Wahai Utbah bin Rabi'ah, wahai Syaibah bin  Rabi'ah, wahai Umayah bin Khalf, wahai Abu Jahal bin Hisam, apakah kalian  menemukan apa yang dijanjikan oleh tuhan kalian kepada kalian. Sungguh aku telah  menemukan apa yang dijanjikan Tuhanku." Orang-orang Muslim berkata: "Ya  Rasulullah, apakah engkau memanggil kaum yang sudah mati?" Rasulullah berkata:  "Kalian tidak mengetahui apa yang aku katakan kepada mereka, tetapi mereka tidak  mampu menjawab perkataanku." Rasulullah saw tinggal tiga malam di Badar kemudian  beliau kembali ke Madinah. Di depan beliau terdapat tawanan-tawanan perang dan  ganimah.
Kaum Muslim sangat menanggung beban berat  dengan banyaknya tawanan perang. Mula-mula Rasulullah saw bermusyawarah dengan  sahabat Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar berkata: "Ya Rasulullah, mereka adalah  keturunan dari saudara-saudara dan keluarga, dan aku melihat lebih baik engkau  mengambil fidyah (tebusan) dari mereka sehingga apa yang engkau ambil tersebut  merupakan kekuatan bagi kita terhadap orang-orang kafir, dan mudah-mudahan Allah  SWT memberi petunjuk kepada mereka sehingga mereka menjadi tulang punggung  kita."
Kemudian Rasulullah saw menoleh kepada Umar bin  Khattab sambil berkata, "bagaimana pendapatmu wahai Ibnul Khattab?" Lelaki itu  berkata: "Demi Allah, aku tidak sependapat dengan apa yang dikatakan Abu Bakar  tetapi aku berpendapat, seandainya aku mampu untuk bertemu dengan salah seorang  kerabatku, maka aku akan memukul lehernya, dan seandainya Ali mampu bertemu  dengan keluarganya, maka ia pun akan memukul lehernya begitu Hamzah sehingga  Allah SWT mengetahui bahwa tidak ada di hati kita kelembutan kepada kaum  musyrik."
Pasukan Madinah dan pasukan Mekah terdiri dari  keluarga-keluarga yang terikat hubungan kekerabatan, namun kehendak Allah SWT  menetapkan terjadinya peperangan sesama keluarga: antara anak dan orang tuanya.  Umar menginginkan agar keadaan demikian terus berlanjut sehingga orang-orang  musyrik mengetahui bahwa Islam tidak ingin berdamai. Kemudian Selesailah urusan  itu dan terjadi peperangan di jalan Allah SWT dan mengangkat senjata dan  berperang adalah suatu kewajiban yang tiada keraguan di dalamnya. Nabi saw  menoleh kepada kaum Muslim dan mendapati sebagian besar mereka cenderung kepada  pendapat Abu Bakar. Nabi saw mengikuti pendapat mayoritas saat itu. Pendapat  mayoritas salah dan hanya Umar yang benar.
Ini adalah peperangan pertama yang dilalui oleh  Islam. Hendaklah kaum Muslim harus meninggalkan dorongan kemanusiaan mereka,  yakni orang-orang kafir harus dibunuh agar musuh-musuh Allah SWT mengetahui  bahwa Islam telah memilih darah. Allah SWT telah mendukung Umar bin Khattab  dalam Al-Qur'an sehingga Nabi saw dan Abu Bakar menangis ketika keduanya  menyadari kesalahan mereka pada hari berikutnya, lalu Umar memergoki mereka  dalam keadaan menangis dan ia bertanya, "apa yang menyebabkan Rasulullah saw dan  temannya di gua menangis?" Kemudian Rasulullah saw membaca Al-Qur'an: 
"Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai  tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki  harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan  Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang  telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena  tebusan yang hamu ambil." (QS. al-Anfal: 67-68)
Kedua ayat itu mengatakan bahwa ini bukan saatnya melindungi para tawanan dan berusaha untuk menebus mereka. Waktu Demikian belum saatnya. Nabi tidak berhak memiliki tawanan kecuali jika ia telah melakukan banyak peperangan dan banyak berjihad dan telah banyak membunuh dan dakwahnya telah mapan.
Kedua ayat tersebut menyingkap tujuan di balik penebusan tawanan: "Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu)."
Kedua ayat itu mengatakan bahwa ini bukan saatnya melindungi para tawanan dan berusaha untuk menebus mereka. Waktu Demikian belum saatnya. Nabi tidak berhak memiliki tawanan kecuali jika ia telah melakukan banyak peperangan dan banyak berjihad dan telah banyak membunuh dan dakwahnya telah mapan.
Kedua ayat tersebut menyingkap tujuan di balik penebusan tawanan: "Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu)."
Demikianlah pemikiran yang mempertimbangkan  keadaan-keadaan aktual yang sulit. Itu adalah pemikiran yang bersifat taktik  sebagaimana yang kita ungkapkan dalam istilah modern dan bukan pemikiran yang  bersifat strategis. Kemudian para tawanan tersebut bukan tawanan biasa tetapi  menurut istilah modern mereka adalah penjahat-penjahat perang. Oleh karena itu,  nyawa mereka harus ditumpahkan saat mereka dapat ditangkap, meskipun mereka  memiliki kekayaan yang banyak atau kedudukan yang tinggi. Islam tidak mengakui  kekayaan atau kedudukan, yang diakuinya adalah keimanan, sedangkan  pertimbangan-pertimbangan duniawi lainnya tidak dihiraukan oleh Islam.
Nas Al-Qur'an memperingatkan orang-orang yang  menang bahwa kesalahan mereka bisa berakibat pada datangnya siksaan yang bakal  mereka terima tetapi Allah SWT mengampuni mereka dan menurunkan rahmat-Nya:  "Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya  kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil."
Siksaan tersebut memang lebih dekat daripada  pohon yang dekat ini, kemudian Allah SWT mengampuni mereka dan Allah SWT  mengampuni sahabat-sahabat yang terjun di perang Badar, baik dosa yang lalu  maupun dosa mereka yang akan datang. Demikianlah Al-Qur'an ingin mendidik kaum  Muslim agar mereka tidak banyak mempertimbangkan urusan manusiawi saat  berperang. Jadi, Islam memulai peperangannya yaitu peperangan yang hanya  ditujukan kepada Allah SWT dan hendaklah peperangan tersebut dihilangkan dari  pertimbangan-pertimbangan yang sulit sehingga sahabat-sahabat Nabi mengetahui  bahwa kecenderungan kepada kesenangan duniawi akan berakibat pada kekalahan  mereka.
Dalam peperangan Uhud jumlah kaum  musyrik tiga ribu sedangkan jumlah kaum Muslim tiga ratus pasukan setelah  pemimpin orang-orang munafik Abdullah bin Saba' mengundurkan diri pasukan. Kaum  Muslim diletakkan di gunung dan Rasulullah saw membuat rencana yang jitu untuk  memenangkan pertempuran di mana beliau membagi pasukan pemanah di puncak gunung  untuk melindungi punggung kaum Muslim dan melinduingi mereka dari serangan dari  arah belakang. Rasulullah saw memberi pengertian kepada pasukan panah itu agar  mereka tetap di tempatnya baik kaum Muslim menang maupun kalah. Yakni bahwa  pasukan pemanah tidak boleh turun dari gunung dan meski berusaha untuk  melindungi kaum Muslim. Rasulullah saw berkata kepada mereka. "lindungilah  punggung-punggung kami. Jika kalian melihat kami sedang bertempur, maka kalian  tidak usah turun darinya dan tidak usah menolong kami, dan jika kalian melihat  kami memperoleh kemenangan dan mengambil ganimah, maka kalian tidak boleh ikut  serta bersama kami."
Setelah membuat keputusan tersebut, Rasulullah saw kembali ke pasukan yang lain, lalu beliau membikin suatu  rencana untuk menyerang. Dan Dimulailah peperangan kemudian pasukan Islam  mendorong pasukan musyrik laksana angin yang kencang yang memporak-porandakan  ribuan kaum musyrik. Pada tahapan pertama pasukan Islam tampak menguasai medan  dan berhasil menyapu kaum musyrik sehingga pasukan Mekah tampak berputus asa  meskipun mereka unggul secara bilangan dan meskipun mereka memiliki kuatan  persenjataan yang lengkap, pasukan Mekah justru dikagetkan dengan ketangguhan  pasukan Muslim yang dapat memukul mundur mereka hingga mereka membayangkan balwa  mereka tidak dapat memenangkan peperangan atau dapat bertahan di hadapan pasukan  Muslim.
Debu-debu peperangan mulai berterbangan yang  menyertai tanda-tanda kekalahan pasukan Mekah. Sementara itu, para pemanah yang  diletakkan Rasulullah saw di suatu tempat yang strategis berpikir untuk  memperoleh ganimah. Pasukan Mekah telah kalah dan mereka telah melarikan diri  dari pasukan Muslim, maka bagaimana seandainya para pemanah turun dari tempat  mereka untuk mengumpulkan harta rampasan dan ganimah. Rasulullah saw telah  mengingatkan mereka agar jangan meninggalkan tempat mereka, apa pun yang terjadi  tetapi pasukan pemanah itu justru berkhianat dan menentang perintah Nabi saw  setelah mereka membayangkan bahwa peperangan telah selesai dan keuntungan akan  diperoleh pasukan Madinah yang beriman.
Pasukan pemanah mengira bahwa Allah SWT  akan menutupi kesalahan mereka dan akan melindungi mereka sehingga mereka  berhasil mengambil harta rampasan dan ganimah. Sungguh keikhlasan telah tercabut  dari hati sebagian pasukan. Belum lama hal tersebut berlangsung sehingga  terjadilah perubahan yang drastis pada peperangan. Pemimpin pasukan berkuda  musyirik dalam peperangan Uhud yaitu Khalid bin Walid yang kemudian ia menjadi  tokoh Muslim adalah orang yang sangat jenius dalam peperangan. Begitu ia melihat  pasukan pemanah lari dari tempat mereka, maka ia melihat celah yang terbuka di  tengah-tengah kaum Muslim, sehingga ia segera memutarkan kudanya dan disertai  pasukan yang mengikutinya. Kemudian ia menyerang kaum Muslim dari belakang.  Serangan yang dilakukan Khalid itu sangat cepat dan sangat mengejutkan.  Orang-orang musyrik mengambil kesempatan emas. Mereka yang tadinya lari, kini  mereka menarik diri dan justru menyerang kembali.
Pasukan Muslim dikepung dari dua arah oleh  pasukan berkuda: satu dari belakang dan yang lain dari depan. Kemudian  berjatuhanlah korban-korban dari pasukan Muhammad bin Abdillah. Banyak di  antara mereka yang mati sebagai syahid saat mempertahankan dan melindungi Rasulullah saw, bahkan sang Nabi pun hidungnya terluka dan giginya pun  runtuh dan kepala beliau yang mulia terluka sehingga beliau mengucurkan darah. 
Kemudian tersebarlah isu bahwa Muhammad saw  telah meninggal. Ketika mendengar itu, kaum Muslim sangat terpukul dan sangat  sedih sehingga kaum Muslim pun terpecah-pecah. Sebagian mereka kembali ke Mekah  dan sekelompok yang lain ke atas gunung dan mereka tetap menjaga Nabi saw yang  mulia. Ketika mendengar kematian Nabi, Anas bin Nadhir berkata kepada kaumnya:  "Bangkitlah kalian dan matilah seperti kematiannya. Apa yang kalian lakukan  setelah kalian hidup sesudahnya."
Pasukan Muslim tetap bertahan dan melakukan peperangan, lalu tekanan kaum musyrik semakin berat kepada Nabi saw dan para sahabatnya. Kemudian terjadilah kejadian yang paling sulit dalam sejarah umat Islam. Nabi saw berteriak saat melihat kaum musyrik menekannya dan berusaha membunuhnya: "Barangsiapa yang dapat mengusir mereka dariku, maka baginya surga."
Pasukan Muslim tetap bertahan dan melakukan peperangan, lalu tekanan kaum musyrik semakin berat kepada Nabi saw dan para sahabatnya. Kemudian terjadilah kejadian yang paling sulit dalam sejarah umat Islam. Nabi saw berteriak saat melihat kaum musyrik menekannya dan berusaha membunuhnya: "Barangsiapa yang dapat mengusir mereka dariku, maka baginya surga."
Mendengar perkataan itu, kaum Muslim segera  mengitari Nabi saw dan melindungi beliau sehingga banyak dari mereka berguguran  sebagai syahid. Bahkan sahabat-sahabat Abu Juanah melindungi Nabi saw  sampai-sampai punggungnya dipenuhi dengan anak-anak panah. Ia bagaikan baju besi  yang dipakai kepada Nabi saw dan ia tetap kokoh melindungi sang Nabi saw.  Kemudian berubahlah keadaan karena keteguhan dan keberanian yang diperlihatkan  oleh kaum Muslim. Pasukan Mekah merasa puas dan mereka memilih untuk menarik  diri. Saat itu orang-orang Quraisy tidak lebih sedikit penderitaannya daripada  orang-orang Muslim. 
Setelah peperangan yang dahsyat itu, kaum musyrik menarik diri setelah mereka berhasil membunuh beberapa orang Muslim, bahkan mereka berhasil melukai pemimpin pasukan yaitu sang Nabi saw. Semua itu terjadi karena satu kesalahan yaitu kesalahan terletak pada penentangan dan pembangkangan para pemanah terhadap perintah sang Rasul saw dan usaha mereka untuk meninggalkan tempat mereka.
Setelah peperangan yang dahsyat itu, kaum musyrik menarik diri setelah mereka berhasil membunuh beberapa orang Muslim, bahkan mereka berhasil melukai pemimpin pasukan yaitu sang Nabi saw. Semua itu terjadi karena satu kesalahan yaitu kesalahan terletak pada penentangan dan pembangkangan para pemanah terhadap perintah sang Rasul saw dan usaha mereka untuk meninggalkan tempat mereka.
Ketika sebagian kelompok dari sahabat  kehilangan pengorbanan dan kehilangan sikap ikhlas dalam hati mereka, maka  kesalahan tersebut harus dibayar oleh tentara yang paling berani dan mulia di  antara mereka yaitu sang Nabi saw. Langit tidak ikut campur untuk menyelamatkan  pasukan Islam itu. Kesalahan kaum Muslim itu harus dibayar oleh Rasul saw di  mana wajah beliau pun terluka bahkan keluar darah yang cukup deras dari luka  beliau sehingga setiap kali dituangkan air di atas luka itu, maka darah pun  semakin deras mengucur. Darah itu tidak berhenti kecuali setelah dibakarkan  potongan tembikar lalu dilekatkan di atasnya. 
Luka beliau bukan hanya bersifat materi tetapi luka spiritual beliau dan ruhani beliau pun semakin bertambah. Ini beliau rasakan ketika mendengar bahwa pamannya Hamzah gugur sebagai syahid dan tidak cukup dengan itu, bahkan istri Abu Sofyan yaitu Hindun membelah perutnya dan mengeluarkan jantungnya serta mengunyahnya dengan mulutnya. Semua itu semakin menambah kesedihan sang Nabi.
Luka beliau bukan hanya bersifat materi tetapi luka spiritual beliau dan ruhani beliau pun semakin bertambah. Ini beliau rasakan ketika mendengar bahwa pamannya Hamzah gugur sebagai syahid dan tidak cukup dengan itu, bahkan istri Abu Sofyan yaitu Hindun membelah perutnya dan mengeluarkan jantungnya serta mengunyahnya dengan mulutnya. Semua itu semakin menambah kesedihan sang Nabi.
Kaum Quraisy menguasi pasukan Muslim dan mereka  memberlakukan dan menekan kaum Muslim secara aniaya. Seandainya bukan karena  rahmat Allah SWT niscaya kaum Muslim akan mengalami kekalahan yang telak.  Kemudian turunlah dalam Al-Qur'an al-Karim ayat-ayat yang mendidik kaum Muslim  agar mereka benar-benar ikhlas dan memahamkan mereka bahwa kekalahan mereka  sebagai akibat dari adanya pasukan di antara mereka yang menginginkan dunia  meskipun di antara mereka ada sebagian yang menginginkan akhirat. Jika terjadi  demikian, maka tidak adajalan untuk memperoleh kemenangan. Ini bukanlah hal yang  diinginkan oleh pasukan Muslim, yang diharapkan adalah hendaklah semua pasukan  tertuju untuk mencapai ridha Allah SWT dan hanya mengharapkan akhirat. Jika  demikian halnya, maka Allah SWT akan memberi mereka dunia dan  akhirat.
Allah SWT berfirman dan menceritakan peperangan Uhud dalam surah Ali 'Imran:
"Di antaramu ada orang yang menghendahi dunia dan di antara kamu ada orangyang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman." (QS. Ali 'Imran:: 152)
Allah SWT memaafkan hal itu. Orang-orang Muslim kini menghitung jumlah korban mereka dan mengobati orang-orang yang terluka. Rasulullah saw bertanya tentang pamannya Hamzah, dan ketika beliau mendapatinya di tengah-tengah sahabat yang gugur, dan orang-orang kafir telah merusak jasadnya, maka beliau berkata dalam keadaan menangis: "Tidak akan ada orang yang akan tertimpa sepertimu selama-lamanya."
Allah SWT berfirman dan menceritakan peperangan Uhud dalam surah Ali 'Imran:
"Di antaramu ada orang yang menghendahi dunia dan di antara kamu ada orangyang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman." (QS. Ali 'Imran:: 152)
Allah SWT memaafkan hal itu. Orang-orang Muslim kini menghitung jumlah korban mereka dan mengobati orang-orang yang terluka. Rasulullah saw bertanya tentang pamannya Hamzah, dan ketika beliau mendapatinya di tengah-tengah sahabat yang gugur, dan orang-orang kafir telah merusak jasadnya, maka beliau berkata dalam keadaan menangis: "Tidak akan ada orang yang akan tertimpa sepertimu selama-lamanya."
Kemudian Nabi saw berdiri dan memuji Allah SWT  lalu beliau memerintahkan untuk mengembalikan orang-orang yang terbunuh dari  kaum Muslim ke tempat asal mereka di mana mereka terbunuh. Saat itu keluarga  mereka telah membawanya ke kuburan kemudian Nabi saw mengumpulkan kedua orang  laki-laki dari pahlawan-pahlawan Uhud dalam satu pakaian dan beliau bertanya  siapa di antara keduanya yang paling banyak mengambil manfaat dari Al-Qur'an.  Jika diisyaratkan kepada salah satunya, maka beliau akan mendahulukannya untuk  dimasukan dalam liang lahad.
Rasulullah saw juga memerintahkan agar  mereka dikebumikan dengan darah mereka dan beliau pun tidak mensalati mereka,  serta tidak memandikan mereka. Allah SWT ingin memperlihatkan bagaimana mereka  dibangkitkan pada hari kiamat lalu beliau bersabda: "Tiada seorang pun yang  terluka di jalan Allah SWT kecuali Allah SWT membangkitkannya di hari kiamat  dalam keadaan di mana Iukanya akan mengucur darah. Warna itu adalah warna darah  dan baunya seperti minyak misik."
Bukanlah penderitaan yang dalam yang merupakan  pelajaran yang harus dimengerti kaum Muslim dari peperangan Uhud sebagai akibat  dari pembangkangan mereka dari perintah Rasul saw dan ketidaktaatan mereka  kepadanya, tetapi wahyu juga menurunkan berbagai pelajaran yang lain yang dapat  dimanfaatkan. Pelajaran yang terpenting setelah pelajaran kesetiaan adalah  penjelasan tentang central utama yang di situ kaum Muslim berkumpul. Pribadi  Rasulullah saw bukanlah markas yang di situ kaum Muslim berkumpul yang ketika  pribadi Rasulullah saw yang mulia pergi karena satu dan lain hal, maka  orang-orang Muslim akan pergi dan meninggalkan beliau. Tidak seharusnya pribadi  Rasul saw menjadi markas atau central tetapi yang menjadi central dari semuanya  adalah pemikiran beliau. Itulah yang paling penting.
Demikianlah bahwa Al-Qur'an al-Karim mencela  orang-orang yang meletakkan senjatanya ketika tersebar isu terbunuhnya Nabi saw.  Islam tidak akan mencapai puncaknya ketika kaum Muslim berkumpul di sisi  Rasulullah saw saat beliau masih hidup namun ketika beliau terbunuh atau mati,  maka mereka murtad di mana mereka membuang senjatanya dan pergi mengurusi diri  mereka sendiri. Orang-orang Islam adalah orang-orang yang mengikuti prinsip  bukan mengikuti pribadi. Muhammad bin Abdillah memang seorang pemimpin manusia  dan Imam para rasul dan penutup para nabi, dan sebagai makhluk Allah SWT yang  paling mulia, namun ini semua tidak membenarkan bahwa seorang Muslim  diperbolehkan untuk meletakkan senjatanya ketika Rasul saw wahfat atau terbunuh.  Hendaklah seorang Muslim memanggul senjatanya dan tidak membuang dari tangannya  kecuali dalam dua keadaan: pertama ketika ia telah memperoleh kemenangan dan  kedua ketika ia telah mati.
Nas Al-Qur'an menjelaskan secara gamblang hubungan kaum Muslim dengan akidah Islam, bukan dengan pribadi sang Rasul saw. Allah SWT berfirman:
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakahjika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (tnurtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maha ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orangyang bersyukur." (QS. Ali 'Imran: 144)
Nas Al-Qur'an menjelaskan secara gamblang hubungan kaum Muslim dengan akidah Islam, bukan dengan pribadi sang Rasul saw. Allah SWT berfirman:
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakahjika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (tnurtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maha ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orangyang bersyukur." (QS. Ali 'Imran: 144)
Demikianlah bahwa peperangan Uhud telah membawa  dampak yang luar biasa terhadap kaum Muslim, utamanya terhadap Nabi saw.  Orang-orang yang terbunuh di perang Uhud adalah sahabat-sahabat yang paling  mulia dan paling banyak imannya. Mereka adalah pilihan dari orang-orang Muslim  yang pertama; mereka memikul beban dakwah di saat-saat yang sulit bahkan mereka  harus berhadapan dan memusuhi kerabat mereka dan teman-teman mereka; mereka  menjadi terasing saat menyatakan keislaman mereka sebelum hijrah dan sesudahnya;  mereka telah menginfakkan harta; mereka berjuang di jalan Allah SWT; mereka  telah bersabar dalam menanggung berbagai macam penderitaan, dan ketika datang  saat yang paling berbahaya dan pasukan Islam telah terkepung di mana jiwa Rasul  saw telah terancam, mereka justru mencurahkan darah mereka bagaikan lautan yang  menenggelamkan orang-orang kafir dan mereka mampu melindungi sang Rasul saw dan  mengubah jalan peperangan serta menyelamatkan akidah tauhid.
Peperangan Uhud bukanlah pengorbanan pertama  yang dilakukan oleh kaum Muslim dan bukanlah merupakan peperangan yang terakhir.  Ia adalah satu peperangan di antara cukup banyak peperangan yang dilalui oleh  Islam untuk menyebarkan kalimat Allah SWT di muka bumi dan membimbing  hamba-hamba-Nya. Begitu juga pengorbanan Rasul saw, dan peperangan Uhud bukanlah  pengorbanan yang pertama terhadap Islam dan bukan juga yang terakhir. Rasulullah  saw telah hidup setelah diutusnya kepada manusia di mana beliau telah memberikan  semuanya untuk kehidupan dan untuk dakwah; beliau tidak memiliki dirinya  sendiri; beliau tidak memboroskan waktunya dengan sia-sia bahkan beliau  beristirahat sedikit saja. Semua kehidupan beliau diberikan kepada dakwah dan  untuk Islam. Beliau menjalani berbagai macam peperangan dan beliau memikul  berbagai macam penderitaan dan belum lama beliau lari dari suatu problem kecuali  beliau berhadapan dengan problem yang baru dan lain; belum lama beliau  menyelesaikan suatu krisis kecuali beliau menghadapi krisis yang lain.  Demikianlah kehidupan sang Nabi saw di mana beliau selalu memberikan kontribusi  dan sumbangannya demi kepentingan agama Allah SWT.
Silakan Anda mengamati kehidupan sang Rasul saw dari sudut manapun yang Anda inginkan niscaya Anda tidak akan menemukan sudut dari sudut-suduut kehidupan beliau kecuali dimulai dan dipenuhi dengan pergulatan yang hebat.
Silakan Anda mengamati kehidupan sang Rasul saw dari sudut manapun yang Anda inginkan niscaya Anda tidak akan menemukan sudut dari sudut-suduut kehidupan beliau kecuali dimulai dan dipenuhi dengan pergulatan yang hebat.
Rasulullah saw telah melalui pergulatan militer  dalam berbagai macam pertempuran yang silih berganti yang beliau lakukan. Beliau  memulai pergulatan politiknya yang terwujud dalam perundingan-perundingan dan  surat-surat yang beliau kirimkan kepada penguasa dan para raja di berbagai  negara agar mereka memeluk Islam, bahkan beliau melakukan pergulatannya dalam  masalah pribadi di rumah tangga. Rumah tangga beliau pun tidak kosong dari  pergulatan. Beliau adalah pejuang sejati dalam setiap waktu. Kalau kita mengenal  Nabi Ibrahim sebagai seorang musafir di jalan Allah SWT, maka Muhammad bin  Abdillah adalah seorang pejuang di jalan Allah SWT. Belum lama peperangan Uhud  berakhir sehingga pengaruh-pengaruh buruknya berbekas pada kaum Muslim.  Orang-orang Arab Badui mulai berani bersikap kurang ajar kepada mereka,  demikianjuga orang-orang Yahudi, apalagi orang-orang munafik dan tidak  ketinggalan orang-orang Quraisy pun mulai menyudutkan kaum Muslim.
Kemudian datanglah utusan dari kabilah Arab  kepada Rasul saw dan mereka mengatakan kepada beliau bahwa mereka mendengar  tentang Islam dan mereka ingin memeluknya, maka hendaklah beliau mengutus kepada  mereka beberapa dai dan mubalig untuk mengajari mereka tentang dasar-dasar  agama. Nabi saw mengutus bersama mereka sekelompok para dai yang dipimpin oleh  'Ashim bin Tsabit. Temyata orang-orang itu berkhianat atas para sahabat-sahabat  yang berdakwah itu dan mereka pun dibunuh. Bahkan tiga di antara mereka ditawan  dan dijual di Mekah. Dijualnya mereka di Mekah berarti mereka diserahkan  pada kelompok orang-orang Quraisy yang telah lama menunggu untuk menangkap kaum  Muslim. Kaum Quraisy Mekah membunuh tiga tawanan kaum Muslim itu. Orang-orang  Muslim sangat sedih mendengar dai-dai Allah SWT itu terbunuh dengan cara yang  begitu tragis.
Ketika datang kepada Nabi saw orang-orang yang minta pada beliau agar dikirim utusan dari kalangan mubaligh untuk menyebarkan Islam untuk para kabilah kaum Najd, maka Nabi kali ini betul-betul mempertimbangkan antara kepentingan menyebarkan Islam dan perlindungan terhadap kehormatan manusia. Lalu beliau memilih untuk kepentingan dakwah Islam. Beliau menyadari bahwa beliau mengutus para sahabatnya dalam bahaya; beliau memberitahu mereka bahwa mereka akan menghadapi suatu keadaan yang misterius yang tiada mengetahuinya kecuali Allah SWT. Namun bahaya tersebut sudah menjadi bagian dari cita rasa kehidupan yang selalu meliputi dakwah Islam.
Ketika datang kepada Nabi saw orang-orang yang minta pada beliau agar dikirim utusan dari kalangan mubaligh untuk menyebarkan Islam untuk para kabilah kaum Najd, maka Nabi kali ini betul-betul mempertimbangkan antara kepentingan menyebarkan Islam dan perlindungan terhadap kehormatan manusia. Lalu beliau memilih untuk kepentingan dakwah Islam. Beliau menyadari bahwa beliau mengutus para sahabatnya dalam bahaya; beliau memberitahu mereka bahwa mereka akan menghadapi suatu keadaan yang misterius yang tiada mengetahuinya kecuali Allah SWT. Namun bahaya tersebut sudah menjadi bagian dari cita rasa kehidupan yang selalu meliputi dakwah Islam.
Ketika Nabi saw mengutarakan  kekhawatirannya terhadap para sahabatnya yang bakal diutusnya di tengah kabilah  itu, orang-orang yang meminta beliau untuk mengutus para sahabatnya menyakinkan  beliau bahwa mereka akan melindungi sahabat beliau. Kemudian Nabi saw  memerintahkan tujuh puluh orang pilihan dari sahabatnya untuk pergi dan berjihad  di jalan Allah SWT serta mengajak manusia untuk mengikuti Islam. Lalu pergilah  para sahabat yang kemudian dikenal dengan sebutan al-Qurra' (yaitu orang-orang  yang pandai membaca Al-Qur'an dan menghapalnya). Mereka adalah para dai yang  terbaik yang diutus Nabi di mana pada siang hari mereka memikul kayu bakar dan  pada malam hari mereka sibuk dalam keadaan salat. Ketika datang perintah  Rasulullah saw kepada mereka untuk pergi dan berdakwah mereka pun pergi dalam  keadaan gembira karena mereka diajak untuk berjihad di jalan Allah SWT. Mereka  melangkahkan kaki dengan mantap di tanah orang-orang munafik dan para penghianat  sehingga mereka sampai di suatu sumur yang bemama sumur Ma'unah. Kemudian mereka  mengutus salah seorang di antara mereka untuk menemui pemimpin orang-orang kafir  di negeri itu. Mubalig dari sahabat Rasulullah saw itu menyampaikan surat Nabi  yang dibawanya di mana beliau mengharapkan agar masyarakat di situ masuk Islam,  tetapi ia dikagetkan dengan adanya pisau yang menembus punggungnya. Mubaligh itu  berteriak saat ia tersungkur: "sungguh aku beruntung demi Tuhan pemelihara  Ka'bah."
Kemudian pemimpin orang-orang kafir itu  mengangkat senjata dan mengumpulkan para kabilah untuk memerangi para mubaligh  di jalan Allah SWT itu sehingga sahabat-sahabat terbaik yang berdakwah di jalan  Allah SWT itu pun gugur di sumur Ma'unah. Jasad-jasad mereka menjadi makanan  dari burung nasar dan burung-burung yang lain. Dari tujuh puluh orang yang  dikirim itu hanya seorang yang selamat yang kembali kepada Nabi saw. Ia  menceritakan apa yang dialami oleh fuqaha-fuqaha Muslimin di mana mereka  dikhianati. Ketika mendengar berita tentang tragedi itu, Nabi sangat terpukul  dan sedih. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan berkata kepada  sahabat-sahabatnya: "Sungguh sahabat-sahabat kalian telah terbunuh dan mereka  telah meminta kepada Tuhan mereka. Mereka mengatakan, Tuhan kami, berikanlah  kami ujian sesuai dengan kehendak-Mu dan ridha-Mu. Apa saja yang menjadi  kepuasan-Mu kami pun akan merasakan kepuasan."
Sungguh penderitaan yang dialami oleh Islam  sangat berat, terutama yang menimpa para sahabat yang gugur sebagai syahid di  sumur Ma'unah. Nabi saw sangat sedih mendengar sikap orang-orang Arab dan  orang-orang kafir terhadap Islam. Mereka telah mengejek dan merendahkan kaum  mukmin sampai pada batas ini. Kemudian beliau menetapkan akan kembali mengangkat  kewibawaan Islam dengan tindak kekerasan.
Dalam keadaan seperti ini, bergeraklah orang-orang Yahudi untuk membunuh Rasulullah saw. Pada suatu hari beliau pergi ke Bani Nadhir untuk menyelesaikan suatu urusan. Kemudian mula-mula mereka menampakkan persetujuan atas apa yang diucapkan beliau. Mereka mendudukkan Nabi di bawah naungan benteng-benteng mereka, lalu mereka bersekongkol untuk melenyapkan beliau; mereka menetapkan untuk melemparkan batu yang berat dari atas benteng itu saat beliau duduk dan tidak membayangkan akan terjadinya kejahatan yang direncanakan padanya. Namun Allah SWT mengilhami Rasul-Nya akan datangnya bahaya kepada beliau, lalu beliau bangun sebelum pelaksanaan tipu daya itu. Lalu beliau segera pergi menuju rumahnya. Beliau berpikir saat beliau kembali ke rumahnya dengan membawa penderitaan yang baru. Pembangkangan dan pengkhianatan tersebut tidak akan dapat berhenti kecuali setelah Islam menunjukkan
Dalam keadaan seperti ini, bergeraklah orang-orang Yahudi untuk membunuh Rasulullah saw. Pada suatu hari beliau pergi ke Bani Nadhir untuk menyelesaikan suatu urusan. Kemudian mula-mula mereka menampakkan persetujuan atas apa yang diucapkan beliau. Mereka mendudukkan Nabi di bawah naungan benteng-benteng mereka, lalu mereka bersekongkol untuk melenyapkan beliau; mereka menetapkan untuk melemparkan batu yang berat dari atas benteng itu saat beliau duduk dan tidak membayangkan akan terjadinya kejahatan yang direncanakan padanya. Namun Allah SWT mengilhami Rasul-Nya akan datangnya bahaya kepada beliau, lalu beliau bangun sebelum pelaksanaan tipu daya itu. Lalu beliau segera pergi menuju rumahnya. Beliau berpikir saat beliau kembali ke rumahnya dengan membawa penderitaan yang baru. Pembangkangan dan pengkhianatan tersebut tidak akan dapat berhenti kecuali setelah Islam menunjukkan
taringnya. Islam ingin mengembalikan  kewibawaannya dengan cara mengangkat senjata.
Rasul saw mengutus utusan ke Bani  Nadhir dan memerintahkan mereka untuk keluar dari Madinah, bahkan Rasul saw  memberi waktu kepada mereka hanya sepuluh hari. Kemudian orang-orang munafik  yang ada di Madinah bersatu bersama orang-orang Yahudi dan mereka sepakat untuk  memerangi Islam. Namun ketika berhadapan dengan Islam, orang-orang Yahudi  menelan kekalahan. Kemudian turunlah surah al-Hasyr yang menyebutkan pengusiran  orang-orang Yahudi dan menyingkap kedok orang-orang munafik. Setelah kemenangan  yang meyakinkan ini, Rasul saw keluar bersama sahabatnya untuk membalas kejadian  yang menimpa sahabat-sahabatnya yang dikenal dengan al-Qurra' itu. Rasul saw  ingin mengembalikan kewibawaan Islam. Kemudian pasukan Rasul saw itu mampu  membuat para pengkhianat dari orang-orang Arab ketakutan. Hanya sekadar  mendengar nama pasukan Muslim, maka serigala-serigala gurun yang dulu bengis itu  pun ketakutan laksana tikus-tikus yang panik yang bersembunyi di bawah  lobang-lobang gunung. Orang-orang Quraisy mendengar kegiatan pasukan Islam.  Pasukan Quraisy menarik diri saat mereka mendekati Dahran, sementara pasukan  Muslim berada di Badar. Mereka menunggu pertemuan yang disepakati di Uhud.  Orang-orang Muslim menyala-kan api selama delapan hari sebagai bentuk tantangan  dan menunggu kedatangan kaum kafir sehingga ketika mereka (kaum kafir) telah  pergi, maka citra kaum Muslim pun terangkat setelah mereka menerima kepahitan  dalam peperangan Uhud.
Kaum Muslim menoleh ke arah utara jazirah Arab setelah menetapkan kewibawaan mereka di selatan. Kabilah di sekitar Daumatul Jandal dekat dengan Syam merampok di tengah jalan dan merampas kafilah yang berlalu di situ, bahkan kenekatan mereka sampai pada batas di mana mereka berpikir untuk menyerbu Madinah. Oleh karena itu, Rasulullah saw keluar bersama seribu orang Muslim yang mereka bersembunyi di waktu siang dan berjalan di waktu malam, sehingga setelah lima belas malam beliau sampai ke tempat yang dekat dengan tempat tinggal musuh-musuh mereka lalu mereka menggerebek tempat itu. Pasukan kafir itu dikagetkan dengan kedatangan kaum Muslim yang begitu cepat.
Kaum Muslim menoleh ke arah utara jazirah Arab setelah menetapkan kewibawaan mereka di selatan. Kabilah di sekitar Daumatul Jandal dekat dengan Syam merampok di tengah jalan dan merampas kafilah yang berlalu di situ, bahkan kenekatan mereka sampai pada batas di mana mereka berpikir untuk menyerbu Madinah. Oleh karena itu, Rasulullah saw keluar bersama seribu orang Muslim yang mereka bersembunyi di waktu siang dan berjalan di waktu malam, sehingga setelah lima belas malam beliau sampai ke tempat yang dekat dengan tempat tinggal musuh-musuh mereka lalu mereka menggerebek tempat itu. Pasukan kafir itu dikagetkan dengan kedatangan kaum Muslim yang begitu cepat.
Kita akan mengetahui bahwa alat komunikasi yang  dimiliki oleh Rasulullah saw sangat unggul sebagaimana alat pertahanan  beliau pun sangat unggul. Serangan mendadak yang dilakukan oleh pasukan  Rasulullah saw menunjukkan bahwa mereka memiliki pertahanan yang luar biasa.  Sistem pertahanan yang luar biasa sebagaimana kedatangan pasukan yang secara  tiba-tiba itu menunjukkan kemampuan pasukan Islam untuk menyusup.
Demikianlah, terjadilah hari-hari pertempuran  militer. Belum lama Nabi saw meletakkan baju besinya, dan beliau kembali  membangun pribadi kaum Muslim sehingga beliau terpaksa kembali memakai baju  besinya dan kembali berperang. Ketika musuh-musuh Islam yang berada di  sekelilingnya melihat bahwa kemampuan militer mereka tidak dapat menandingi  kemampuan kaum Muslim, maka mereka sengaja melakukan cara-cara baru untuk  memerangi Islam. Yaitu peperangan psikologis atau peperangan urat syaraf dengan  cara menyebarkan berbagai macam isu atau apa yang dinamakan Al-Qur'an al-Karim  dengan peristiwa al-Ifik (kebohongan). Setelah peperangan Bani Musthaliq yaitu  peperangan yang membawa kemenangan yang cepat bagi kaum Muslim, terjadilah  kesalahpahaman dan pertengkaran di antara sahabat-sahabat yang biasa mengambil  air di mana salah seorang mereka berteriak: "wahai kaum Muhajirin," dan yang  lain berteriak: "Wahai kaum Anshar."
Peristiwa yang sangat sepele itu dimanfaatkan oleh pemimpin kaum munafik yaitu Abdullah bin Ubai. Abdullah bin Ubai memprovokasi orang-orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ia ingin membangkitkan luka-luka jahiliah yang lama yang telah dibuang dan telah dikubur oleh Islam, Salah satu yang dikatakan oleh Ibnu Ubai adalah, "sungguh mereka telah menyaingi kita dan mengambil kebaikan dari dan seandainya kita telah kembali ke Madinah niscaya orang-orang yang mulai akan dapat mengusir orang-orang yang hina di dalamnya."
Zaid bin Arqam menyampaikan kalimat si munafik itu kepada Nabi saw, di mana kalimat itu berisi provokasi terhadap orang-orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ubai menginginkan agar mereka berpecah belah dan agar kesatuan mereka runtuh. Si Munafik itu segera datang kepada Rasul saw dan menafikan apa yang dikatakannya. Orang-orang Muslim secara lahiriah membenarkan perkataan si munafik itu dan mereka justru menuduh Zaid bin Arqam salah mendengar. Tetapi hakikat peristiwa itu tidak tersembunyi dari Nabi saw sehingga peristiwa itu sangat menyedihkan beliau. Lalu beliau mengeluarkan perintah agar para sahabat pergi ke suatu tempat yang tidak biasanya mereka lalui. Kemudian beliau pergi bersama sahabat di hari itu sampai waktu malam menyelimuti mereka. Dan kini, mereka memasuki waktu pagi. Kepergian yang singkat dan tiba-tiba itu mampu menepis kebohongan yang dirancang oleh si Munafik, Abdullah bin Ubai. Yaitu kebohongan yang bertujuan untuk membakar persatuan kaum Muslim ketika ia berusaha untuk menyalakan api di tengah-tengah rumah sang Nabi saw.
Ketika Nabi masih memiliki kekuatan yang menakutkan bagi yang mencoba melawannya, maka mereka pun melakukan berbagai penipuan dan, makar. Dan salah satu yang menjadi obyek tipu daya itu adalah istri beliau, yaitu Aisyah. Alkisah, Aisyah pada suatu hari pergi untuk memenuhi hajatnya lalu dilehernya terdapat anting-anting. Setelah ia memenuhi hajatnya, anting-anting itu terjatuh dari lehernya dan ia tidak mengetahui. Ketika Aisyah kembali dari kafilah yang telah siap-siap untuk pergi, ia kembali mencari kalungnya sampai ia menemukannya. Sementara itu orang-orang yang membawanya dalam tandu (haudaj) mengira Aisyah sudah berada di dalamnya. Mereka tidak ragu dalam hal itu karena memang berat badan Aisyah sangat ringan.
Pasukan Nabi berjalan dan membawa tandu, sedangkan Aisyah tidak ada di dalamnya. Aisyah kembali dan tidak mendapati pasukan di mana mereka telah pergi. Aisyah merasa heran atas kepergian pasukan yang begitu cepat. Aisyah merasa takut saat ia berdiri sendirian di padang gurun. Aisyah berusaha bersikap baik, ia duduk di tempatnya di mana di situlah untanya duduk juga. Aisyah melipat-lipat pakaiannya sambil berkata dalam dirinya: Mereka akan mengetahui bahwa aku tidak ada dan karena itu mereka akan kembali mencariku dan akan menemukan aku.
Peristiwa yang sangat sepele itu dimanfaatkan oleh pemimpin kaum munafik yaitu Abdullah bin Ubai. Abdullah bin Ubai memprovokasi orang-orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ia ingin membangkitkan luka-luka jahiliah yang lama yang telah dibuang dan telah dikubur oleh Islam, Salah satu yang dikatakan oleh Ibnu Ubai adalah, "sungguh mereka telah menyaingi kita dan mengambil kebaikan dari dan seandainya kita telah kembali ke Madinah niscaya orang-orang yang mulai akan dapat mengusir orang-orang yang hina di dalamnya."
Zaid bin Arqam menyampaikan kalimat si munafik itu kepada Nabi saw, di mana kalimat itu berisi provokasi terhadap orang-orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ubai menginginkan agar mereka berpecah belah dan agar kesatuan mereka runtuh. Si Munafik itu segera datang kepada Rasul saw dan menafikan apa yang dikatakannya. Orang-orang Muslim secara lahiriah membenarkan perkataan si munafik itu dan mereka justru menuduh Zaid bin Arqam salah mendengar. Tetapi hakikat peristiwa itu tidak tersembunyi dari Nabi saw sehingga peristiwa itu sangat menyedihkan beliau. Lalu beliau mengeluarkan perintah agar para sahabat pergi ke suatu tempat yang tidak biasanya mereka lalui. Kemudian beliau pergi bersama sahabat di hari itu sampai waktu malam menyelimuti mereka. Dan kini, mereka memasuki waktu pagi. Kepergian yang singkat dan tiba-tiba itu mampu menepis kebohongan yang dirancang oleh si Munafik, Abdullah bin Ubai. Yaitu kebohongan yang bertujuan untuk membakar persatuan kaum Muslim ketika ia berusaha untuk menyalakan api di tengah-tengah rumah sang Nabi saw.
Ketika Nabi masih memiliki kekuatan yang menakutkan bagi yang mencoba melawannya, maka mereka pun melakukan berbagai penipuan dan, makar. Dan salah satu yang menjadi obyek tipu daya itu adalah istri beliau, yaitu Aisyah. Alkisah, Aisyah pada suatu hari pergi untuk memenuhi hajatnya lalu dilehernya terdapat anting-anting. Setelah ia memenuhi hajatnya, anting-anting itu terjatuh dari lehernya dan ia tidak mengetahui. Ketika Aisyah kembali dari kafilah yang telah siap-siap untuk pergi, ia kembali mencari kalungnya sampai ia menemukannya. Sementara itu orang-orang yang membawanya dalam tandu (haudaj) mengira Aisyah sudah berada di dalamnya. Mereka tidak ragu dalam hal itu karena memang berat badan Aisyah sangat ringan.
Pasukan Nabi berjalan dan membawa tandu, sedangkan Aisyah tidak ada di dalamnya. Aisyah kembali dan tidak mendapati pasukan di mana mereka telah pergi. Aisyah merasa heran atas kepergian pasukan yang begitu cepat. Aisyah merasa takut saat ia berdiri sendirian di padang gurun. Aisyah berusaha bersikap baik, ia duduk di tempatnya di mana di situlah untanya duduk juga. Aisyah melipat-lipat pakaiannya sambil berkata dalam dirinya: Mereka akan mengetahui bahwa aku tidak ada dan karena itu mereka akan kembali mencariku dan akan menemukan aku.
Sementara itu, Sofwan bin Mu'athal juga  tertinggal karena ia melakukan keperluannya. Ia berjalan dari arah yang jauh  lalu ia melihat bayangan orang yang tidak begitu jelas. Sofwan mendekat dan  tiba-tiba ia mengetahui bahwa ia sedang berdiri di hadapan Aisyah. Ia melihat  Aisyah sebelum diwajibkannya perintah memakai hijab (jilbab) atas istri-istri  Nabi. Ketika melihatnya, Sofwan berkata: "Sesungguhnya kita milik Allah SWT dan  kepadanya kita akan kembali,... istri Rasulullah Aisyah tidak  menjawab.
Sofwan mundur dan mendekatkan untanya kepadanya sambil berkata: "Silakan Anda menaikinya." Aisyah pun menaikinya. Kemudian Sofwan membawanya pergi dan mencari pasukan yang telah meninggalkannya. Sementara itu, pasukan Nabi sedang beristirahat. Para sahabat mengira bahwa Aisyah masih berada dalam tandu. Tiba-tiba mereka terkejut ketika Aisyah datang kepada mereka bersama Sofwan yang menuntun untanya.
Sofwan mundur dan mendekatkan untanya kepadanya sambil berkata: "Silakan Anda menaikinya." Aisyah pun menaikinya. Kemudian Sofwan membawanya pergi dan mencari pasukan yang telah meninggalkannya. Sementara itu, pasukan Nabi sedang beristirahat. Para sahabat mengira bahwa Aisyah masih berada dalam tandu. Tiba-tiba mereka terkejut ketika Aisyah datang kepada mereka bersama Sofwan yang menuntun untanya.
Tokoh munafik Abdullah bin Ubai segera  memanfaatkan kesempatan emas ini. Ia membuat kisah bohong yang terkesan menuduh  istri Nabi melakukan pengkhianatan. Abdullah bin Ubai pandai memilih beberapa  sahabat yang dikenalinya sebagai orang-orang yang mudah percaya dan cenderung  membenarkan hal-hal yang bersifat lahiriah, atau ia mengetahui bahwa di antara  mereka dan Aisyah terdapat kedengkian sehingga mereka suka jika tersebar  kebohongan yang berkenaan dengan Aisyah. 
Demikianlah pemimpin munafik itu berhasil  menjerat beberapa sahabat dalam tali kebohongannya, di antaranya Hasan bin  Sabit. Musthah, dan seorang wanita yang dipanggil Hamnah binti Jahasv. yaitu  saudara perempuan Zainab binti Jahasy istri Rasulullah saw. Ketiga orang itu  tertipu dengan kebohongan tersebut lalu mereka menyebarkannya sehingga  orang-orang yang terjerat dalam kebo hongan itu mengatakan apa saja yang mereka  inginkan. Akhirnya. pasukan pun berguncang dengan isu itu. Sementara itu, Aisvah  tidak mengetahui sedikit pun tentang hal tersebut. Isu tersebut bertujuan untuk  menjatuhkan Islam dan melukai perasaan RasuhiHah saw dan itu termasuk peperangan  menentang Rasulullah saw dan ajaran yang dibawanya. Begitu juga ia bertujuan  menunjukkan bahwa kaum Muslim tidak konsekuen dengan akidah yang mereka yakini  dan secara tidak langsung ia juga menyerang kesucian rumah tangga Aisyah. 
Pasukan kembali ke Mekah dan Aisyah  jatuh sakit, namun ia tidak mengetahui isu-isu yang dikatakan tentang dirinya.  Kemudian Rasulullah saw mendengar hal itu sebagaimana ayahnya Abu Bakar dan  ibunya pun mendengarnya, namun tak seorang pun di antara. mereka yang  memberitahu Aisyah. Begitu juga Rasul saw tidak menceritakan peristiwa itu di  hadapan Aisyah. Namun sikap beliau berubah di mana beliau tidak lagi menunjukkan  perhatiannya seperti biasanya saat Aisyah sakit. Ketika beliau menemui Aisyah  dan saat itu ibunya ada di situ, beliau berkata: "Bagaimana keadaanmu?" Beliau  tidak lebih dari mengucapkan kata-kata itu. Ketika Aisyah melihat perubahan  sikap Rasul saw, ia mulai marah. Pada suatu hari ia berkata pada Nabi:  "Seandainya engkau mengizinkan aku, niscaya aku akan pindah ke tempat ibuku."  Beliau menjawab: "Itu tidak ada masalah."
Aisyah pun pindah ke tempat ibunya dan ia tidak mengetahui sama sekali apa yang sebenarnya terjadi padanya. Setelah melalui lebih dari dua puluh malam, Aisyah sembuh dari sakitnya dan ia pun belum mengetahui hal-hal yang dikatakan tentang dirinya. Umul mu'minin Aisyah menceritakan bagaimana ia mengetahui isu bohong tersebut dan bagaimana Allah SWT membebaskannya dari isu itu, ia berkata:
"Kami adalah kaum Arab di mana kami tidak mengambil di rumah kami tanggung jawab ini yang biasa di ambil oleh orang-orang Ajam. Kami membencinya. Kami keluar untuk menikmati keluasan kota. Sementara itu para wanita keluar pada setiap malam untuk memenuhi hajat mereka. Pada suatu malam, aku keluar bersama Ummu Musthah untuk memenuhi sebagian keperluanku. Lalu ia berkata: "Tidakkah kau sudah mendengar suatu berita wahai putri Abu Bakar?" Aku bertanya, "berita apa itu?" Lalu ia memberitahukan padaku apa-apa yang dikatakan oleh para penyebar kebohongan. Aku berkata: "Apa ini memang benar?" Ia menjawab: "Demi Allah, ini benar-benar terjadi." Aisyah berkata: "Demi Allah, aku tidak mampu memenuhi hajatku." lalu aku pulang. Demi Allah, aku tetap menangis sampai-sampai aku mengira bahwa tangisanku akan merusak jantungku dan aku berkata kepada ibuku, mudah-mudahan Allah SWT mengampunimu, banyak orang berbicara tentangku namun engkau tidak menceritakan sedikit pun kepadaku. Ia berkata: "Wahai anakku, sabarlah demi Allah jarang sekali wanita yang baik yang dicintai oleh seorang lelaki yang jika ia memiliki istri-istri yang lain (madunya) kecuali wanita itu akan diterpa oleh berbagai isu."
Aisyah berkata: "Rasulullah saw berdiri dan menyampaikan pembicaraannya pada mereka dan aku tidak mengetahui hal itu." Beliau memuji Allah SWT kemudian berkata: "Wahai manusia, bagaimana keadaan kaum lelaki yang menyakiti aku melalui keluar gaku dan mereka mengatakan sesuatu yang tidak benar. Demi Allah, aku tidak mengenal mereka kecuali dalam kebaikan. Lalu mereka mengatakan hal itu pada seorang lelaki yang aku tidak mengenalnya kecuali dalam kebaikan di mana ia tidak memasuki suatu rumah dari rumah-rumahku kecuali ia bersamaku."
Aisyah pun pindah ke tempat ibunya dan ia tidak mengetahui sama sekali apa yang sebenarnya terjadi padanya. Setelah melalui lebih dari dua puluh malam, Aisyah sembuh dari sakitnya dan ia pun belum mengetahui hal-hal yang dikatakan tentang dirinya. Umul mu'minin Aisyah menceritakan bagaimana ia mengetahui isu bohong tersebut dan bagaimana Allah SWT membebaskannya dari isu itu, ia berkata:
"Kami adalah kaum Arab di mana kami tidak mengambil di rumah kami tanggung jawab ini yang biasa di ambil oleh orang-orang Ajam. Kami membencinya. Kami keluar untuk menikmati keluasan kota. Sementara itu para wanita keluar pada setiap malam untuk memenuhi hajat mereka. Pada suatu malam, aku keluar bersama Ummu Musthah untuk memenuhi sebagian keperluanku. Lalu ia berkata: "Tidakkah kau sudah mendengar suatu berita wahai putri Abu Bakar?" Aku bertanya, "berita apa itu?" Lalu ia memberitahukan padaku apa-apa yang dikatakan oleh para penyebar kebohongan. Aku berkata: "Apa ini memang benar?" Ia menjawab: "Demi Allah, ini benar-benar terjadi." Aisyah berkata: "Demi Allah, aku tidak mampu memenuhi hajatku." lalu aku pulang. Demi Allah, aku tetap menangis sampai-sampai aku mengira bahwa tangisanku akan merusak jantungku dan aku berkata kepada ibuku, mudah-mudahan Allah SWT mengampunimu, banyak orang berbicara tentangku namun engkau tidak menceritakan sedikit pun kepadaku. Ia berkata: "Wahai anakku, sabarlah demi Allah jarang sekali wanita yang baik yang dicintai oleh seorang lelaki yang jika ia memiliki istri-istri yang lain (madunya) kecuali wanita itu akan diterpa oleh berbagai isu."
Aisyah berkata: "Rasulullah saw berdiri dan menyampaikan pembicaraannya pada mereka dan aku tidak mengetahui hal itu." Beliau memuji Allah SWT kemudian berkata: "Wahai manusia, bagaimana keadaan kaum lelaki yang menyakiti aku melalui keluar gaku dan mereka mengatakan sesuatu yang tidak benar. Demi Allah, aku tidak mengenal mereka kecuali dalam kebaikan. Lalu mereka mengatakan hal itu pada seorang lelaki yang aku tidak mengenalnya kecuali dalam kebaikan di mana ia tidak memasuki suatu rumah dari rumah-rumahku kecuali ia bersamaku."
Kemudian Rasulullah saw memanggil Ali  bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid dan bermusyawarah dengan keduanya. Usamah  hanya melontarkan pujian dan berkata: "Ya Rasulullah aku tidak mengenal istrimu  kecuali dalam kebaikan dan berita ini hanya kebohongan dan kebatilan," sedangkan  Ali berkata: 'Ya Rasulullah masih banyak wanita yang lain yang dapat kau  percaya." Kemudian Rasulullah saw memanggil Burairah dan bertanya kepadanya,  lalu Ali berdiri kepadanya dan memukulnya dengan keras sambil berkata: "Jujurlah  kepada Rasulullah saw," lalu wanita itu berkata: "Demi Allah, aku tidak  mengetahui kecuali kebaikan. Aku tidak pemah mencela Aisyah kecuali pada suatu  waktu aku sedang membikin adonan roti lalu aku memerintahkannya untuk menjaganya  namun Aisyah tertidur dan datanglah kambing lalu adonan itu dimakan  olehnya."
Aisyah berkata: "Kemudian datanglah kepadaku Rasulullah saw dan saat tu aku bersama kedua orang tuaku dan seorang wanita dari kaum Anshar. Aku menangis dan wanita itu pun turut menangis. Rasulullah saw duduk lalu memuji Allah SWT dan berkata: "Wahai Aisyah, sungguh kamu telah mendengar sendiri apa yang dikatakan orang-orang tentang dirimu, maka bertakwalah kepada Allah SWT dan jika engkau telah melakukan keburukan seperti yang diucapkan orang-orang itu, maka bertaubatlah kepada Allah SWT karena sesungguhnya Allah SWT menerima taubat dari hamba-hamba-Nya." Aisyah berkata, "demi Allah, itu tidak lain hanya kebohongan yang dialamatkan kepadaku sehingga membuat air mataku kering. Aku sama sekali tidak seperti yang mereka katakan," lalu aku menunggu kedua orang tuaku untuk mengatakan tentang diriku namun mereka justru terdiam. Aisyah berkata, "demi Allah aku merasa sebagai seorang yang hina yang tidak layak diturunkan Al-Qur'an dari Allah SWT berkenaan denganku, tetapi aku hanya berharap agar Nabi saw melihat kebohongan yang dialamatkan kepadaku itu sehingga ia memastikan terbebasnya aku darinya."
Aisyah berkata: "Ketika aku tidak melihat kedua orang tuaku berbicara aku berkata kepada mereka tidakkah kalian menjawab apa yang dikatakan Rasuullah saw?" Mereka berkata: "Demi Allah kami tidak mengetahui apa yang harus kami jawab." Aku mengetahui bahwa aku bebas dari tuduhan itu. Tiba-tiba Rasulullah saw mengusap keringat dari wajahnya sambil berkata: "Bergembiralah wahai Aisyah karena sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan ayat yang membebaskan kamu dari tuduhan itu," lalu aku berkata: "Segala puji bagi Allah SWT." Kemudian beliau keluar menemui para sahabat dan membacakan kepada mereka ayat berikut ini:
Aisyah berkata: "Kemudian datanglah kepadaku Rasulullah saw dan saat tu aku bersama kedua orang tuaku dan seorang wanita dari kaum Anshar. Aku menangis dan wanita itu pun turut menangis. Rasulullah saw duduk lalu memuji Allah SWT dan berkata: "Wahai Aisyah, sungguh kamu telah mendengar sendiri apa yang dikatakan orang-orang tentang dirimu, maka bertakwalah kepada Allah SWT dan jika engkau telah melakukan keburukan seperti yang diucapkan orang-orang itu, maka bertaubatlah kepada Allah SWT karena sesungguhnya Allah SWT menerima taubat dari hamba-hamba-Nya." Aisyah berkata, "demi Allah, itu tidak lain hanya kebohongan yang dialamatkan kepadaku sehingga membuat air mataku kering. Aku sama sekali tidak seperti yang mereka katakan," lalu aku menunggu kedua orang tuaku untuk mengatakan tentang diriku namun mereka justru terdiam. Aisyah berkata, "demi Allah aku merasa sebagai seorang yang hina yang tidak layak diturunkan Al-Qur'an dari Allah SWT berkenaan denganku, tetapi aku hanya berharap agar Nabi saw melihat kebohongan yang dialamatkan kepadaku itu sehingga ia memastikan terbebasnya aku darinya."
Aisyah berkata: "Ketika aku tidak melihat kedua orang tuaku berbicara aku berkata kepada mereka tidakkah kalian menjawab apa yang dikatakan Rasuullah saw?" Mereka berkata: "Demi Allah kami tidak mengetahui apa yang harus kami jawab." Aku mengetahui bahwa aku bebas dari tuduhan itu. Tiba-tiba Rasulullah saw mengusap keringat dari wajahnya sambil berkata: "Bergembiralah wahai Aisyah karena sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan ayat yang membebaskan kamu dari tuduhan itu," lalu aku berkata: "Segala puji bagi Allah SWT." Kemudian beliau keluar menemui para sahabat dan membacakan kepada mereka ayat berikut ini:
"Sesungguhnya orang-orang yang membawa  berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa  berita bohong itu buruk bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat  balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil  bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang  besar. " (QS. an-Nur: 11)
Jibril turun kepada Nabi saw untuk menyampaikan terbebasnya Aisyah dari segala tuduhan yang ditujukan kepadanya. Dan gagallah peperangan psikologis menentang kaum Muslim dan rumah tangga Rasulullah saw, dan kelompok-kelompok kafir meyakini bahwa mereka harus menggunakan cara baru lagi untuk menentang Islam. Kemudian Rasulullah saw kembali memasuki pergulatan menentang peperangan fisik. Peperang Khandaq termasuk contoh peperangan fisik yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Orang-orang Yahudi menyerahkan urasan mereka kepada kaum musyrik, dan Dimulailah rangkaian persekongkolan dan sumpah di antara tokoh-tokoh Yahudi dan pemimpin-pemimpin kaum musyrik, bahkan pendeta-pendeta Yahudi berfatwa bahwa agama Quraisy yang disimbolkan dengan penyembahan berhala lebih baik daripada agama Muhammad yang penyembahan hanya layak ditujukan kepada Tuhan Yang Esa sebagaimana tradisi jahiliah lebih baik daripada ajaran Al-Qur'an.
Jibril turun kepada Nabi saw untuk menyampaikan terbebasnya Aisyah dari segala tuduhan yang ditujukan kepadanya. Dan gagallah peperangan psikologis menentang kaum Muslim dan rumah tangga Rasulullah saw, dan kelompok-kelompok kafir meyakini bahwa mereka harus menggunakan cara baru lagi untuk menentang Islam. Kemudian Rasulullah saw kembali memasuki pergulatan menentang peperangan fisik. Peperang Khandaq termasuk contoh peperangan fisik yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Orang-orang Yahudi menyerahkan urasan mereka kepada kaum musyrik, dan Dimulailah rangkaian persekongkolan dan sumpah di antara tokoh-tokoh Yahudi dan pemimpin-pemimpin kaum musyrik, bahkan pendeta-pendeta Yahudi berfatwa bahwa agama Quraisy yang disimbolkan dengan penyembahan berhala lebih baik daripada agama Muhammad yang penyembahan hanya layak ditujukan kepada Tuhan Yang Esa sebagaimana tradisi jahiliah lebih baik daripada ajaran Al-Qur'an.
Politik kaum Yahudi berhasil menyatukan  kelompok-kelompok orang kafir dan mengerahkannya untuk menentang kaum Muslim.  Kemudian mereka akan menyerang Madinah dengan jumlah kekuatan sepuluh ribu  tentara. Akhirnya, berita itu sampai ke Nabi saw. Beliau tidak heran ketika  mendengar orang-orang Yahudi bersatu—padahal mereka mempunyai azas agama yang  menyeru kepada tauhid—bersama kaum musyrik menentang agama tauhid. Nabi saw  mengetahui bahwa perjanjian telah lama membelenggu orang-orang Yahudi sehingga  hati mereka menjadi keras dan hari telah menjauhkan antara mereka dan sumber  yang jernih yang dipancarkan oleh Musa. Akhirnya, mereka menjadi buah yang rusak  yang kulitnya bergambar tauhid namun isinya bergambar kepahitan syirik. Dan yang  lebih penting dari itu adalah kesamaan kepentingan kaum Yahudi dan kaum  musyrik.
Nabi saw menyadari bahwa beliau sekarang menghadapi ancaman dan pasukan yang besar. Pertempuran secara terbuka tidak memberi keuntungan bagi Muslimin. Beliau mulai berpikir bagaimana cara mempertahankan Madinah tanpa harus keluar darinya. Kali ini taktik militernya berubah di mana sebelum itu beliau keluar dari Madinah dan menjauhinya serta menyerang kelompok-kelompok yang berencana menyerbu Madinah. Kali ini bentuk ancaman berbeda dan tentu pikiran Nabi pun berubah karena mengikuti perbedaan ancaman itu.
Kemudian beliau mengadakan pertemuan militer bersama para tentaranya. Beliau ingin mendengar berbagai usulan tentang bagaimana cara mempertahankan Madinah. Lalu Salman al-Farisi mengusulkan agar Nabi menggali suatu parit yang dalam di sekeliling Madinah yaitu parit yang seperti bendungan alami yang dapat menahan laju banjir yang ingin maju, suatu parit yang pasukan berkuda tidak akan mampu melewatinya dan kaum Muslim dapat mempertahankan diri dari belakangnya. Mula-mula usulan itu terkesan agak mustahil diwujudkan namun pada akhirnya Nabi menyetujui usulan Salman itu. Melalui sensifitas militernya yang mengagumkan, beliau mengetahui bahwa situasi cukup genting dan karenanya ia menuntut usaha keras untuk dapat melaluinya. Nabi saw memerintahkan para sahabat untuk menggali parit di sekitar Madinah. Pekerjaan itu sangat berat dan saat itu musim dingin di mana udara sangat dingin. Di samping itu, kaum Muslim sedang mengalami krisis ekonomi yang mengancam Madinah, meskipun demikian, penggalian parti tetap dilaksanakan, bahkan Rasulullah saw terjun langsung untuk membuat galian dan memikul tanah.
Kaum Muslim dengan semangat yang luar biasa dapat menyelesaikan penggalian parit itu meskipun kehidupan sangat keras dan mereka merasakan kelaparan karena kekurangan harta. Namun semangat pasukan Islam tetap meninggi. Mereka percaya akan datangnya kemenangan dan pertolongan dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman: "Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: 'lnilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.' Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan." (QS. al-Ahzab: 22)
Pasukan Quraisy mulai mendekati Madinah dan tiba-tiba Madinah berubah menjadi jazirah cinta di tengah-tengah lautan kebencian, lautan itu mulai menghantam jazirah dan berusaha menenggelamkannya dari dalam. Kemudian bertebaranlah panah-panah kaum Muslim untuk menghalau pasukan kafir yang cukup banyak. Pasukankafir mulai berputar-putar di sekeliling parit dalam keadaan bingung: apa gerangan yang telah dilakukan pasukan Islam, bagaimana mereka dapat menggali parit ini?
Nabi saw menyadari bahwa beliau sekarang menghadapi ancaman dan pasukan yang besar. Pertempuran secara terbuka tidak memberi keuntungan bagi Muslimin. Beliau mulai berpikir bagaimana cara mempertahankan Madinah tanpa harus keluar darinya. Kali ini taktik militernya berubah di mana sebelum itu beliau keluar dari Madinah dan menjauhinya serta menyerang kelompok-kelompok yang berencana menyerbu Madinah. Kali ini bentuk ancaman berbeda dan tentu pikiran Nabi pun berubah karena mengikuti perbedaan ancaman itu.
Kemudian beliau mengadakan pertemuan militer bersama para tentaranya. Beliau ingin mendengar berbagai usulan tentang bagaimana cara mempertahankan Madinah. Lalu Salman al-Farisi mengusulkan agar Nabi menggali suatu parit yang dalam di sekeliling Madinah yaitu parit yang seperti bendungan alami yang dapat menahan laju banjir yang ingin maju, suatu parit yang pasukan berkuda tidak akan mampu melewatinya dan kaum Muslim dapat mempertahankan diri dari belakangnya. Mula-mula usulan itu terkesan agak mustahil diwujudkan namun pada akhirnya Nabi menyetujui usulan Salman itu. Melalui sensifitas militernya yang mengagumkan, beliau mengetahui bahwa situasi cukup genting dan karenanya ia menuntut usaha keras untuk dapat melaluinya. Nabi saw memerintahkan para sahabat untuk menggali parit di sekitar Madinah. Pekerjaan itu sangat berat dan saat itu musim dingin di mana udara sangat dingin. Di samping itu, kaum Muslim sedang mengalami krisis ekonomi yang mengancam Madinah, meskipun demikian, penggalian parti tetap dilaksanakan, bahkan Rasulullah saw terjun langsung untuk membuat galian dan memikul tanah.
Kaum Muslim dengan semangat yang luar biasa dapat menyelesaikan penggalian parit itu meskipun kehidupan sangat keras dan mereka merasakan kelaparan karena kekurangan harta. Namun semangat pasukan Islam tetap meninggi. Mereka percaya akan datangnya kemenangan dan pertolongan dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman: "Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: 'lnilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.' Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan." (QS. al-Ahzab: 22)
Pasukan Quraisy mulai mendekati Madinah dan tiba-tiba Madinah berubah menjadi jazirah cinta di tengah-tengah lautan kebencian, lautan itu mulai menghantam jazirah dan berusaha menenggelamkannya dari dalam. Kemudian bertebaranlah panah-panah kaum Muslim untuk menghalau pasukan kafir yang cukup banyak. Pasukankafir mulai berputar-putar di sekeliling parit dalam keadaan bingung: apa gerangan yang telah dilakukan pasukan Islam, bagaimana mereka dapat menggali parit ini?
Kuda-kuda musuh berusaha melalui parit itu  namun pasukan Muslim segera menyerangnya. Demikianlah peperangan Ahzab terus  berlangsung. Pada hakikatnya ia adalah peperangan urat syaraf. Pasukan musuh  mengepung Madinah selama tiga minggu di mana serangan demi serangan terus  dilakukan sepanjang siang dan mata mereka tetap terjaga sepanjang malam. Bahkan  saking dahsyatnya pertempuran itu sehingga kaum Muslim tidak mengetahui apakah  pasukan musuh berhasil menduduki Madinah atau tidak, dan apakah para musuh  berhasil menembus lubang yang mereka bangun? Allah SWT menggambarkan keadaan  peperangan Ahzab dalam firman-Nya: 
"(Yaitu) ketiha mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketiha tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam persangkaan. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan hatinya dengan goncangan yang dahysat." (QS. al-Ahzab: 10-11)
"(Yaitu) ketiha mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketiha tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam persangkaan. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan hatinya dengan goncangan yang dahysat." (QS. al-Ahzab: 10-11)
Keadaan semakin buruk di mana orang-orang  Yahudi membatalkan perjanjian mereka dengan kaum Muslim dan mereka bergabung  dengan al-Ahzab. Demikianlah Bani Quraizhah membatalkan perjanjiannya dan mereka  lupa terhadap pengkhianatan bani Nadhir dan pembalasan Nabi saw terhadap mereka.  Setiap hari keadaan semakin buruk.
Kaum Muslim benar-benar mengalami ujian yang berat di mana pikiran mereka benar-benar kacau. Ketika keadaan mencapai puncaknya kaum Muslim bertanya kepada Rasul saw, "apa yang harus mereka katakan?" Rasulullah saw memberitahu agar mereka mengatakan: "Ya Allah, kalahkanlah mereka dan tolonglah kami untuk mengatasi mereka."
Kaum Muslim benar-benar mengalami ujian yang berat di mana pikiran mereka benar-benar kacau. Ketika keadaan mencapai puncaknya kaum Muslim bertanya kepada Rasul saw, "apa yang harus mereka katakan?" Rasulullah saw memberitahu agar mereka mengatakan: "Ya Allah, kalahkanlah mereka dan tolonglah kami untuk mengatasi mereka."
Doa tersebut keluar dari mulut-mulut kaum yang  telah melaksanakan kewajiban mereka dan telah membuat mukjizat mereka dalam  menghalau serangan. Jadi, mereka tidak memiliki apa-apa selain doa dan Allah  SWT-lah Yang Maha Mendengar permintaan hamba-Nya dan Dia yang mengabulkannya.  Dia mengetahui orang yang melaksanakan kewajibannya dan akan mengabulkan orang  yang berdoa.
Akhirnya, kaum Muslim benar-benar mendapatkan rahmat Allah SWT. Kemudian perjalanan pertempuran bergerak dengan cara yang tidak bisa dipahami. Para penyerang menyadari bahwa mereka sebenamya telah kalah di mana mereka telah menyerang selama tiga pekan namun serangan tersebut tidak memberikan hasil apa pun. Mereka telah mencurahkan berbagai upaya namun tanpa memberikan hasil yang diharapkan dan boleh jadi mereka akan tetap begini selama tiga tahun.
Akhirnya, kaum Muslim benar-benar mendapatkan rahmat Allah SWT. Kemudian perjalanan pertempuran bergerak dengan cara yang tidak bisa dipahami. Para penyerang menyadari bahwa mereka sebenamya telah kalah di mana mereka telah menyerang selama tiga pekan namun serangan tersebut tidak memberikan hasil apa pun. Mereka telah mencurahkan berbagai upaya namun tanpa memberikan hasil yang diharapkan dan boleh jadi mereka akan tetap begini selama tiga tahun.
Kemudian datanglah suatu malam di mana kaum  Muslim belum pernah melihat malam segelap itu dan angin sekencang itu, bahkan  saking kerasnya angin sampai-sampai suaranya laksana halilintar. Bahkan saking  gelapnya malam itu sehingga tak seorang pun di antara umat Islam yang mampu  melihat jari-jari tangannya atau berdiri dari tempatnya karena saking dinginnya  cuaca. Kemudian Nabi saw datang menemui Hudaifah bin Yaman. Beliau tidak mampu  melihatnya meskipun beliau berdiri di sebelahnya. Nabi saw bertanya: "Siapa  ini?" Hudaifah menjawab: "Aku adalah Hudaifah." Nabi saw berkata: "Oh, kamu  Hudaifah." Hudaifah tetap tinggal di tempatnya karena ia khawatir jika ia  berdiri ia akan tidak mampu karena saking dinginnya dan akan menabrak Rasul saw.  Rasul saw berkata kepada Hudaifah, "Aku kehilangan berita penting tentang  keadaan kaum yang menyerang kita."
Hudaifah sebagai mata-mata dari pasukan Islam  merasakan ketakutan di mana ia tidak mampu menahan cuaca yang begitu dingin,  lalu bagaimana ia dapat berdiri dan keluar dari Madinah menuju ke tempat pasukan  musuh dan menyusup di tengah barisan mereka lalu kembali kepada Nabi saw dengan  membawa berita tentang mereka. Hudaifah bangkit dari tempatnya ketika Nabi saw  selesai dari pembicaraannya. Nabi saw memberikan doa kebaikan kepadanya.  Hudaifah pun pergi dan kehangatan keimanannya mengalahkan kegelapan malam dan  kedinginan cuaca. Ia keluar dari Madinah dan menyusup di tengah-tengah pasukan  musuh. Nabi saw memerintahkannya untuk tidak melakukan tindakan apa pun selain  mendapatkan berita dan kembali. Inilah tugas utamanya. Hudaifah sampai di  tengah-tengah musuh. Mereka berusaha menyalakan api namun angin segera  mematikannya sebelum menyala dan di dekat api itu terdapat seorang lelaki yang  berdiri sambil mengulurkan tangannya ke arah api dengan maksud untuk  menghangatkannya. Lelaki itu adalah pemimpin kaum musyrik yaitu Abu  Sofyan.
Melihat itu, Hudaifah segera memasang anak  panah pada busur yang dibawanya dan ia ingin memanahnya. Seandainya ia berhasil  membunuhnya, maka kaum Muslim dapat merasa tenang dengannya, namun ia ingat  pesan Rasulullah saw kepadanya agar ia tidak melakukan tindakan apa pun.  Kemudian ia kembali meletakkan anak panahnya dan menyembunyikannya.
Abu Sofyan berkata: "Wahai orang-orang Quraisy situasi saat ini tidak menguntungkan bagi kalian, maka pergilah kalian karena aku pun akan pergi." Abu Sofyan melompat ke atas untanya lalu mendudukinya dan memukulnya sehingga unta itu bangkit.
Abu Sofyan berkata: "Wahai orang-orang Quraisy situasi saat ini tidak menguntungkan bagi kalian, maka pergilah kalian karena aku pun akan pergi." Abu Sofyan melompat ke atas untanya lalu mendudukinya dan memukulnya sehingga unta itu bangkit.
Hudaifah kembali menemui Rasulullah saw dengan  membawa berita mundumya pasukan Ahzab dan gagalnya serangan mereka. Ketika  mendengar peristiwa penarikan mundur pasukan musuh, Rasulullah saw berkata:  "Sekarang kita akan menyerang mereka dan mereka tidak akan menyerang kita."  Belum lama pasukan Ahzab kembali ke negerinya dengan tangan hampa sehingga  beliau keluar dari Madinah bersama pasukannya menuju ke kaum Yahudi Bani  Quraizhah. Orang-orang Yahudi itu telah mengkhianati peijanjian mereka bersama  Nabi saw. Mereka menipu Islam di saat-saat genting. Oleh karena itu, mereka  harus membayar biaya pengkhianatan mereka sekarang.
Nabi saw memerintahkan agar para sahabat tidak melaksanakan salat Ashar kecuali di Bani Quraizhah. Kaum Muslim memahami bahwa perintah tersebut berarti mereka akan menerobos benteng kaum Yahudi sebelum matahari tenggelam.
Nabi saw memerintahkan agar para sahabat tidak melaksanakan salat Ashar kecuali di Bani Quraizhah. Kaum Muslim memahami bahwa perintah tersebut berarti mereka akan menerobos benteng kaum Yahudi sebelum matahari tenggelam.
Orang-orang Yahudi menelan kekalahan pahit lalu  mereka datang kepada Sa'ad bin Mu'ad agar ia memutuskan perkara mereka. Sa'ad  adalah pemimpin kaum Aus dan kaum Aus adalah sekutu orang-orang Yahudi Quraizhah  di masa jahiliah. Kaum Yahudi mengharap bahwa mereka dapat memanfaatkan hubungan  yang terjalin selama ini sebagaimana kaum Aus membayangkan bahwa tokoh mereka  akan memberikan keringanan terhadap sekutu-sekutu mereka. Sa'ad ketika itu  terluka dan ia sedang dirawat di kemahnya karena terkcna panah kauni Ahzab.  Sebagian kaunmya membujuknya agar ia bersikap baik terhadap orang-orang Yahudi,  sekutu-sekutu mereka, dan orang-orang Yahudi membujuknya agar ia bersikap lembut  terhadap mereka. Kemudian Sa'ad mengatakan pernyataannya yang terkenal: "Telah  tiba waktunya bagi Sa'ad untuk memutuskan hukum sesuai dengan kehendak Allah  tanpa peduli dengan celaan para pencela." Sa'ad memutuskan agar kaum lelaki  dibunuh dan keturunannya ditawan serta harta-harta mereka dibagi-bagikan. Nabi  pun menyetujui keputusan tegas Sa'ad itu. Beliau berkata kepadanya: "Sungguh  engkau telah memutuskan kepada mereka dengan keputusan Allah SWT dari tujuh  langit."
Sa'ad mengetahui bahwa perantaraan, permohonan,  harapan, dan menjaga berbagai pertimbangan lazim selayaknya berada di suatu  genggaman, dan masa depan Islam berada di genggaman yang lain. Yahudi Bani  Quraizhah adalah penyebab berkecamuknya peperangan Ahzab dan sumpah mereka dan  berbagai tipu daya mereka berusaha untuk memblokade Islam dan menghancurkannya.  Oleh karena itu, kini telah tiba saatnya untuk mencabut pohon-pohon beracun dari  akarnya tanpa memperdulikan kasih sayang.
Demikianlah kaum Yahudi dibersihkan dari  Madinah. Nabi saw kembali melanjutkan pergulatannya. Puncak dari perjuangan  politiknya adalah perjanjian yang beliau lakukan bersama orang-orang Quraisy.  Nabi saw berjalan untuk melaksanakan umrah dan mengunjungi Baitul Haram. Beliau  keluar bersama seribu empat ratus kaum lelaki yang bertujuan untuk berziarah ke  Baitul Haram guna melaksanakan umrah. Ketika mereka sampai di Hudaibiyah  pinggiran kota Mekah, tiba-tiba unta yang ditunggangi Nabi duduk dan ia tidak  mau melangkah menuju Mekah. Melihat itu para sahabat berkata: "Oh unta itu  malas." Nabi saw berkata: "Tidak Demikian namun ia ditahan oleh Zat yang menahan  laju gajah menuju Mekah. Sungguh jika hari ini orang Quraisy membuat suatu  rencana dan mereka meminta agar aku menyambung tali silaturahmi niscaya aku akan  menyetujuinya."
Nabi saw memerintahkan para sahabat agar tetap  tinggal di Hudaibiyah. Kaum Muslim beristirahat di sana dengan harapan mereka  dapat memasuki Mekah di waktu pagi. Peristiwa itu bertepatan dengan bulan Haram.  Mekah telah menetapkan agar tak seorang pun dari kaum Muslim dapat memasukinya.  Semua kaum Quraisy telah keluar untuk memerangi kaum Muslim. Mereka mengutus  utusan-utusan kepada Nabi saw lalu beliau memberitahu mereka bahwa beliau tidak  datang untuk berperang namun beliau ingin melakukan urnrah sebagai bentuk pujian  dan syukur kepada Allah SWT dan mengagumkan kemuliaan rumah-Nya yang suci. Mekah  menetapkan untuk melakukan perjanjian bersama kaum Muslim di mana mereka  menginginkan agar jangan sampai kaum Muslim memasuki Baitul Haram pada tahun ini  kecuali setelah mereka kembali pada tahun depan. 
Datanglah juru runding kaum Quraisy lalu Rasul  saw menyambutnya dan mendengarkan ia menyampaikan syarat-syarat perjanjian yang  intinya pelaksanaan perdamaian dan penarikan mundur pasukan Muslim. Nabi saw  menyetujui semua syarat-syarat perjanjian meskipun tampak bahwa perjanjian  tersebut tidak menguntungkan kaum Muslim di mana itu dianggap sebagai titik  kemunduran politik dan militer kaum Muslim, dan yang menambah kebingungan kaum  Muslim adalah bahwa Rasul saw tidak melibatkan seseorang pun dari kalangan  sahabatnya untuk bermusyawarah dalam hal ini. Tidak biasanya beliau bersikap  demikian. Para sahabat menyaksikan beliau pergi menemui kaum musyrik dan  bersikap sangat lembut kepada mereka, dan beliau tidak kembali kecuali membawa  berita persetujuan dengan perjanjian yang di prakarsai orang-orang musyrik, dan  beliau pun membubuhkan tanda tangan di atasnya.
Para sahabat bergerak untuk menentang  Rasulullah saw. Mereka bertanya kepada beliau, "bukankah engkau utusan Allah  SWT? Bukankah kita kaum Muslim? Bukankah musuh-musuh kita kaum musyrik?" Nabi  saw hanya mengiyakan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Umar bin Khatab kembali  bertanya: "Mengapa kita harus menerima penghinaan dalam agama kita?" Umar ingin  mengungkapkan sesuai dengan bahasa kita saat ini, "mengapa kita harus mundur  kalau kita berada di atas kebenaran? Mengapa kita menerima syarat-syarat  perjanjian yang justru menguntungkan kaum musyrik? Apakah kita takut terhadap  mereka?"
Mendengar berbagai protes yang disampaikan para sahabatnya, Rasul saw justru menyampaikan jawaban yang unik bagi mereka di mana beliau berkata: "Aku adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya dan aku tidak mungkin menentang perintah-Nya dan Dia tidak mungkin akan menyia-nyiakan aku." Makna dari kalimat beliau adalah, "taatilah apa yang telah aku lakukan tanpa perlu memperdebatkannya dan hendaklah kalian sedikit bersabar."
Mendengar berbagai protes yang disampaikan para sahabatnya, Rasul saw justru menyampaikan jawaban yang unik bagi mereka di mana beliau berkata: "Aku adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya dan aku tidak mungkin menentang perintah-Nya dan Dia tidak mungkin akan menyia-nyiakan aku." Makna dari kalimat beliau adalah, "taatilah apa yang telah aku lakukan tanpa perlu memperdebatkannya dan hendaklah kalian sedikit bersabar."
Perjalanan hari menetapkan bahwa perjanjian  yang menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah sahabat itu justru membawa  kemenangan politik paling gemilang yang pernah dicapai oleh umat Islam.  Kemenangan tersebut diperoleh sebagai hasil dari kebijaksanaan sang Nabi saw  yang mengalahkan kelihaian politik kaum Quraisy. Kaum Quraisy telah memfokuskan  semua kelihaian-nya agar kaum Muslim kembali ke tempat mereka tanpa memasuki  Masjidil Haram pada tahun ini, namun hikmah Nabi saw justru mampu mencapai  pengelihatan yang tidak dapat dijangkau oleh kaum itu yang berkenaan dengan masa  depan. Jika saat ini perjanjian tersebut tampak membawa kekalahan bagi kaum  Muslim, maka setelah berlangsung beberapa bulan ia justru mendatangkan  kemenangan yang spektakuler.
Suhail bin Amr adalah wakil dari  delegasi kaum Quraisy dan Ali bin Abi Thalib adalah juru tulis dalam  perjanjian itu dari pihak Nabi saw. Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Tulislah  dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang." Utusan Quraisy  berkata, aku tidak mengenal ini. Tapi tulislah dengan nama-Mu, ya Allah.  Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Dengan nama-Mu, ya Allah." Sikap keras  kepala utusan Quraisy itu tidak berarti sama sekali karena tidak ada perbedaan  yang mencolok antara dengan namamu Allah dan dengan nama Allah Yang Maha  Pengasih lagi Maha Penyayang selain niat si pembicara.
Nabi saw berkata kepada Ali: "Ini adalah perundingan antara Muhammad saw utusan Allah dan Suhail bin Amr." Mendengar itu dengan nada menentang Suhail bin Amr berkata: "Seandainya aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah niscaya aku tidak akan memerangimu, tetapi tulislah namamu dan nama ayahmu." Nabi berkata kepada Ali tulislah: "Inilah kesepakatan antara Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr."
Tampaknya itu adalah kemunduran yang kedua dan dengan pandangan yang sekilas tampak menjatuhkan kaum Muslim tetapi Nabi saw ingin mewujudkan suatu tujuan yang penting yaitu tujuan yang belum terungkap saat itu. Alhasil, semuanya terjadi dengan ilham dari Allah SWT. Ali kembali menulis bahwa Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr sama-sama sepakat untuk menghentikan peperangan selama sepuluh tahun di mana hendaklah masing-masing mereka memberikan keamanan terhadap sesama mereka. Namun jika terdapat di antara orangorang Quraisy seseorang yang masuk Islam lalu ia datang kepada Muhammad saw tanpa izin walinya hendaklah kaum Muslim mengembalikannya kepada kaum Quraisy. Sebaliknya, jika ada orang yang murtad dari sahabat Muhammad saw, maka tidak ada keharusan bagi orang Quraisy untuk mengembalikannya kepada Nabi.
Nabi saw berkata kepada Ali: "Ini adalah perundingan antara Muhammad saw utusan Allah dan Suhail bin Amr." Mendengar itu dengan nada menentang Suhail bin Amr berkata: "Seandainya aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah niscaya aku tidak akan memerangimu, tetapi tulislah namamu dan nama ayahmu." Nabi berkata kepada Ali tulislah: "Inilah kesepakatan antara Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr."
Tampaknya itu adalah kemunduran yang kedua dan dengan pandangan yang sekilas tampak menjatuhkan kaum Muslim tetapi Nabi saw ingin mewujudkan suatu tujuan yang penting yaitu tujuan yang belum terungkap saat itu. Alhasil, semuanya terjadi dengan ilham dari Allah SWT. Ali kembali menulis bahwa Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr sama-sama sepakat untuk menghentikan peperangan selama sepuluh tahun di mana hendaklah masing-masing mereka memberikan keamanan terhadap sesama mereka. Namun jika terdapat di antara orangorang Quraisy seseorang yang masuk Islam lalu ia datang kepada Muhammad saw tanpa izin walinya hendaklah kaum Muslim mengembalikannya kepada kaum Quraisy. Sebaliknya, jika ada orang yang murtad dari sahabat Muhammad saw, maka tidak ada keharusan bagi orang Quraisy untuk mengembalikannya kepada Nabi.
Syarat tersebut sangat menyakitkan kaum Muslim.  Tampak bahwa orang-orang Quraisy memaksakan kehendaknya dalam syarat-syarat  perjanjian yang tidak adil itu. Ali melanjutkan tulisannya, hendaklah Nabi saw  pulang dari Mekah pada tahun ini dan tidak memasukinya dan jika pada tahun depan  orang-orang Quraisy keluar darinya, maka beliau dapat memasukinya untuk  melaksanakan umrah selama tiga hari dan setelah itu beliau harus  meninggalkannya. Persyaratan tersebut sangat merugikan kaum Muslim dan terkesan  membingungkan.
Di tengah-tengah perjanjian tersebut terjadi  suatu peristiwa yang menambah penderitaan dan kebingungan Muslimin di mana anak  dari juru runding Quraisy meminta perlindungan kepada kaum Muslim. Ia masuk  Islam dan ingin bergabung dengan kelompok Islam namun ayahnya, Suhail segera  bangkit menyusulnya bahkan memukulnya dan mengembalikannya kepada kaumnya. Orang  Mukalaf itu segera berteriak dan meminta pertolongan kepada kaum Muslim agar  mereka menyelamatkannya dari kejahatan kaum Quraisy sehingga mereka tidak  mengubah agamanya. Rasulullah saw berbicara kepadanya dan meminta kepadanya  untuk bersabar dan tegar dalam menanggung penderitaan karena Allah SWT akan  menjadikannya dan orang-orang yang sepertinya suatu jalan keluar dan kelapangan.  Nabi memahamkannya bahwa beliau telah mengadakan suatu peijanjian dengan kaum  Quraisy dan bahwa kaum Muslim tidak mungkin melanggar perjanjian  mereka.
Akhirnya, anak Muslim itu dikembalikan ke Mekah  dalam keadaan tersiksa. Kemudian Selesailah penandatanganan perjanjian antara  pihak kaum Muslim dan pihak kaum musyrik. Setelah penandatanganan perjanjian  itu, Rasulullah saw memerintahkan para sahabatnya agar mereka memotong hewan  kurban dan mencukur rambut mereka (tahalul) dari umrah mereka dan kembali ke  Madinah. Namun tak seorang pun bangkit menyambut perintah tersebut, lalu beliau  mengulangi perintahnya ketiga kali. Di tengah-tengah kaum Muslim yang tampak  membisu karena ketegangan dan kesedihan, beliau menyembelih unta dan memanggil  tukang cukurnya untuk mencukur rambutnya dan beliau tidak berbicara dengan  seorang pun. Ketika para sahabat mengetahui bahwa Nabi saw tampak marah dan  telah mendahului mereka dengan tahalul dari umrahnya, maka mereka bangkit untuk  menyembelih kurban dan memotong rambut mereka.
Perjalanan hari menunjukkan bahwa perundingan tersebut tidak seperti yang dibayangkan oleh kaum Muslim. Ia justru membawa kemenangan dan bukan kekalahan. Persatuan kaum kafir di jazirah Arab mulai runtuh sejak mereka menandatangani perjanjian itu. Kaum Quraisy di anggap sebagai pimpinan kaum kafir dan pembawa bendera penentangan terhadap Islam, maka ketika tersebar berita perjanjian mereka bersama kaum Muslim, maka padamlah fitnah-fitnah kaum munafik yang bekerja untuk mereka dan bercerai-berAllah kabilah-kabilah penyembah patung di penjuru jazirah.
Perjalanan hari menunjukkan bahwa perundingan tersebut tidak seperti yang dibayangkan oleh kaum Muslim. Ia justru membawa kemenangan dan bukan kekalahan. Persatuan kaum kafir di jazirah Arab mulai runtuh sejak mereka menandatangani perjanjian itu. Kaum Quraisy di anggap sebagai pimpinan kaum kafir dan pembawa bendera penentangan terhadap Islam, maka ketika tersebar berita perjanjian mereka bersama kaum Muslim, maka padamlah fitnah-fitnah kaum munafik yang bekerja untuk mereka dan bercerai-berAllah kabilah-kabilah penyembah patung di penjuru jazirah.
Saat aktivitas kaum Quraisy terhenti, maka kaum  Muslim mengalami peningkatan aktivitas di mana mereka berhasil menarik  orang-orang yang masih memiliki kemampuan untuk melihat kebenaran. Sejak dua  tahun dari masa penandatanganan perjanjian itu jumlah penganut Islam semakin  bertambah lebih dari jumlah sebelumnya. Bukti dari itu adalah, bahwa saat Rasul  saw keluar ke Hudaibiyah beliau ditemani dengan seribu empat ratus Muslim namun  ketika beliau keluar pada tahun penaklukan kota Mekah beliau disertai dengan  sepuluh ribu Muslim. Penaklukan kota Mekah terjadi setelah dua tahun dari  perundingan tersebut. Penambahan jumlah kaum Muslim yang luar biasa ini adalah  dikarenakan hikmah sang Nabi saw dan kejauhan pandangannya. Nabi saw keluar  sebagai pemenang dalam pergulatan politiknya, dan syarat-syarat yang tadinya  merugikan kaum Muslim kini telah berubah menjadi syarat-syarat yang merugikan  kaum Quraisy. Barangsiapa murtad dari kaum Muslim dan pergi ke kaum Quraisy,  maka hendaklah mereka melindunginya karena Allah SWT telah memampukan Islam  darinya, dan barangsiapa yang masuk Islam dari kaum kafir dan pergi ke kaum  Muslim, maka hendaklah mereka mengembalikannya ke kaum Quraisy di mana ia  tinggal di dalamnya sebagai mata-mata dari pihak Islam atau ia dapat lari dari  kaum Quraisy untuk menyatukan kelompok yang bertikai dan ia dapat hidup laksana  duri di tengah-tengah kaum Quraisy.
Belum lama waktu berjalan sehingga kaum Quraisy mengutus utusannya kepada Nabi saw dan mengharap kepada beliau agar melindungi orang Quraisy yang masuk Islam daripada membiarkan mereka sebagai panah yang terbang menuju kaum Quraisy. Demikianlah kaum Quraisy justru membatalkan syarat yang telah mereka diktekan dan Nabi saw pun menerimanya dengan puas. Perundingan itu justru menguatkan barisan Nabi savv.
Belum lama waktu berjalan sehingga kaum Quraisy mengutus utusannya kepada Nabi saw dan mengharap kepada beliau agar melindungi orang Quraisy yang masuk Islam daripada membiarkan mereka sebagai panah yang terbang menuju kaum Quraisy. Demikianlah kaum Quraisy justru membatalkan syarat yang telah mereka diktekan dan Nabi saw pun menerimanya dengan puas. Perundingan itu justru menguatkan barisan Nabi savv.
Demikianlah Nabi saw terus menjalani mata  rantai pergulatan yang tiada henti-hentinya di mana kehidupan beliau yang  pribadi sekali pun tidak sunyi dari penderitaan. Nabi saw menikahi sembilan  orang istri. Perkawinan beliau dengan sembilan istri tersebut merupakan  keistimewaan pribadi yang hanya beliau miliki karena berhubungan dengan  sebab-sebab dakwah Islam. Yaitu suatu dakwah yang membolehkan para pengikutnya  untuk menikahi empat orang istri dengan syarat jika yang bersangkutan mampu  menciptakan keadilan di antara mereka, dan ia menganjurkan untuk hanya puas  dengan satu istri jika seorang Muslim khawatir tidak dapat berbuat  adil.
Kaum orentalis dan musuh-musuh Islam mencoba  untuk menghina Nabi dan memojokkannya, dan salah satu cela yang mereka  manfaatkan adalah perkawinan beliau dengan sembilan wanita. Kita mengetahui  bahwa pernikahan-pernikahan beliau terlaksana dengan sebab-sebab politik atau  kemanusiaan yang berhubungan dengan dakwah Islam. Dan yang terkenal dari sejarah  Nabi saw adalah bahwa beliau menikah dengan Sayidah Khadijah saat beliau berusia  dua puluh lima tahun dan Khadijah berusia empat puluh tahun. Semasa hidup  Khadijah beliau tidak menikahi istri yang lain sampai Khadijah mencapai usia  enam puluh lima tahun. Saat Khadijah meninggal, Nabi berusia di atas lima puluh  tahun. Beliau menikahi Khadijah sebelum beliau diutus untuk menyebarkan Islam.  Beliau tetap setia bersama Khadijah sampai ia meninggal dan beliau diangkat  menjadi Nabi. Namun beban kenabian dan beratnya jihad, kasih sayangnya kepada  manusia, pengorbanannya terhadap Islam dan perintah Allah SWT semua itu  memaksanya untuk menikah lebih dari satu orang istri sampai mencapai sembilan  orang istri. Perkawinan beliau dengan Aisyah yang saat itu masih belia merupakan  usaha untuk menjalin ikatan dengan Abu Bakar, ayah dari Aisyah dan perkawinan  beliau dengan Hafshah meskipun ia sedikit kurang cantik merupakan usaha beliau  untuk menjalin ikatan dengan Umar, ayahnya. Beliau juga menikah dengan Ummu  Salamah, janda dari pemimpin pasukannya yang mati syahid di jalan Allah SWT dan  wanita itu merasakan penderitaan bersama beliau saat hijrah di Habasyah dan  hijrah ke Madinah. Ketika suaminya meninggal dan ia sendirian menghadapi  berbagai persoalan kehidupan, maka Nabi saw segera merangkulnya di rumah  kenabian. Perkavvinan beliau dengan Sawadah sebagai bentuk penghormatan terhadap  keislaman wanita itu dan kemuliannya dari kaum lelaki serta kesendiriannya dalam  menjalani kehidupan. Sementara itu, pernikahan beliau dengan Zainab bin Jahasy  merupakan ujian berat bagi beliau di mana perintah pernikahan itu datang dari  Allah SWT untuk mengharamkan suatu tradisi yang terkenal di kalangan jahiliah  yaitu tradisi adopsi. Zainab termasuk kerabat Rasul. Jadi ia termasuk dari  kalangan bani Hasyim. Ia merasa bangga dengan nasab yang dimilikinya yang  karenanya ia menolak ketika ditawari untuk menikah dengan Zaid bin Harisah,  seorang budak Nabi yang telah beliau bebaskan, bahkan nasabnya telah beliau  nisbatkan kepada dirinya dan beliau telah mengadopsinya sehingga ia dipanggil  dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Namun Zainab akhirnya menyetujui pendapat Nabi  dan perintah Allah SWT sehingga ia menikah dengan Zaid:
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukimin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetaphan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhahai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. " (QS. al-Ahzab: 36)
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukimin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetaphan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhahai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. " (QS. al-Ahzab: 36)
Sejak semula tampak jelas bahwa pernikahan  tersebut akan segera berakhir. Zainab tidak menyukai Zaid dan Zaid pun bukan  tipe lelaki yang mampu menahan kehidupan bersama seorang wanita yang hatinya  jauh darinya. Zaid datang kepada Nabi saw guna mengadu kepada beliau dan meminta  izin untuk menceraikan istrinya. Allah SWT mewahyukan kepada Rasul-Nya agar  membiarkan Zaid menceraikan istrinya, lalu hendaklah beliau menikahinya. Nabi  saw merasakan kesulitan yang luar biasa dan beliau berbicara kepada Zaid agar ia  terus melangsungkan kehidupannya dan bersabar. Nabi saw membayangkan apa yang  dikatakan manusia kepadanya bahwa ia menikahi istri dari anaknya tetapi apa yang  dikhawatirkan oleh Nabi saw justru merupakan sesuatu yang ingin dihapus oleh  Allah SWT. Zaid bukanlah anaknya dan dalam Islam tidak ada sistem adopsi. Oleh  karena itu, Zaid dapat mencerai istrinya lalu Nabi dapat menikahi Zainab untuk  menetapkan apa yang diinginkan oleh Islam. Rasulullah saw mampu bersabar dan  menahan diri saat mendengar berbagai ocehan yang akan dikatakan oleh manusia  kepadanya. Ini bukanlah pengorbanan pertama dan terakhir yang beliau  persembahkan untuk Islam. Berkenaan dengan itu, Allah SWT berfirman: 
"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: 'Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah,' sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berrhak kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami nikahkan kamu dengan dia supaya tidak ada heberatan bagi orang-orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya dari istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. " (QS. al-Ahzab: 37)
"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: 'Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah,' sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berrhak kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami nikahkan kamu dengan dia supaya tidak ada heberatan bagi orang-orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya dari istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. " (QS. al-Ahzab: 37)
Pemikahan beliau dipenuhi dengan unsur politik  dan usaha untuk menyebarkan kebaikan dan rahmat serta penghormatan nilai-nilai  yang tinggi dan menggabungkannya di rumah kenabian. Sementara itu, Ummu Habibah  binti Abu Sofyan bin Harb, pemimpin Quraisy dalam memerangi Islam, berhijrah  bersama suaminya ke Habasyah. Ia berhadapan dengan keterasingan dan kekhawatiran  dalam membela agama Allah SWT. Kemudian suaminya mati meninggalkannya sendirian  dalam menjalani kehidupan. Sikapnya yang mulia demi menegakkan ajaran Islam dan  hanya menentang ayahnya merupakan nilai lebih yang menyebabkan Rasulullah saw  tertarik untuk menggabungkannya di rumah kenabian.
Pada suatu hari, Abu Sofyan menemuinya saat ia  telah menjadi istri Rasulullah saw. Abu Sofyan ingin duduk di atas tempat tidur  Nabi lalu Ummu Habibah berusaha menjauhkan tempt tidur itu dari ayahnya. Melihat  sikap anaknya itu, ayahnya bertanya kepadanya: "Apakah engkau mulai membenciku?"  Dengan penuh keberaniaan ia menjawab: "Ini adalah tempat tidur Rasulullah saw  dan engkau adalah seorang musyrik, maka engkau tidak boleh  menyentuhnya."
Adapun Shofiyah binti Huyay adalah anak seorang  raja Yahudi. Sedangkan Juwairiyah binti Haris, ayahnya seorang pemimpin kabilah  Bani Musthaliq. Bani Musthaliq menelan kekalahan saat berhadapan dengan kaum  muslim lalu kedua anak perempuan raja dan pemimpin kabilah itu jatuh menjadi  tawanan. Pemikahan Nabi dengan kedua wanita itu terkesan dipaksa oleh  orang-orang yang kalah itu dan sebagai ajakan agar kaum Muslim memperlakukan  mereka dengan baik. Mula-mula kaum Muslim menolak untuk bersikap lembut terhadap  ipar-ipar Nabi, namun Nabi dengan kelembutan sikapnya ingin menyingkap aspek  kemanusiaan dalam peperangannya dan beliau mengisyaratkan kepada kaum Muslim  agar mereka menunjukkan persaudaraan sesama manusia. Peperangan itu sendiri  bukan sebagai tujuan namun ia sebagai usaha mempertahankan Islam dan aspek  tertinggi dari Islam adalah rahmat dan cinta.
Jadi Nabi saw menikahi wanita-wanita dari  orang-orang yang kalah itu dengan maksud agar kebebasan dan kemuliaan kembali  kepada keluarga mereka dan mereka dapat masuk Islam secara puas dan sukarela.  Kemudian beliau menikah dengan Maryam al-Qibtiyah. Muqauqis telah memberikannya  kepada Nabi sebagai budak di mana itu merupakan simbol tali kasih yang  diisyaratkan oleh Al-Qur'an antara Islam dan Masehi dan sebagai bentuk hukum  bagi kaum Muslim dengan dihalalkannya pernikahan dengan wanita-wanita ahlul  kitab.
Maryam memberikan anak kepada Nabi saw yang  bernama Ibrahim, nama dari kakeknya, bapak para nabi. Namun Ibrahim tidak hidup  lama. Ia meninggal saat masih menyusu. Kematiannya merupakan ujian bagi Nabi dan  sebagai isyarat dari Ilahi bahwa pewaris-pewaris Rasul dari kaum pria adalah  para pengikut Al-Qur'an dan para pembawa Islam, bukan anak-anak dari  sulbinya.
Salah jika ada orang yang membayangkan bahwa Rasul saw mempunyai banyak waktu untuk mencari kesenangan meskipun halal. Kesenangan diperbolehkan bagi orang lain namun beliau lebih memilih untuk merasakan penderitaan berjihad, menegakkan hukum, dan kesabaran. Salah jika ada orang yang membayangkan bahwa Rasul saw hidup di rumahnya dengan keadaan ekonomi yang lebih baik daripada orang yang termiskin dari kalangan Muslim di zamannya.
Salah jika ada orang yang membayangkan bahwa Rasul saw mempunyai banyak waktu untuk mencari kesenangan meskipun halal. Kesenangan diperbolehkan bagi orang lain namun beliau lebih memilih untuk merasakan penderitaan berjihad, menegakkan hukum, dan kesabaran. Salah jika ada orang yang membayangkan bahwa Rasul saw hidup di rumahnya dengan keadaan ekonomi yang lebih baik daripada orang yang termiskin dari kalangan Muslim di zamannya.
Kehidupan beliau di rumahnya penuh dengan  kezuhudan yang luar biasa sehingga sebagian istrinya mengeluhkan keadaan  tersebut. Di antara mereka ada yang berasal dari keluarga yang kaya seperti  keluarga Abu Bakar atau keluarga Umar bahkan sebagian istrinya bersatu untuk  meminta kepada beliau agar beliau menambah nafkah mereka sehingga Nabi  meninggalkan istri-istrinya, lalu tersebarlah isu yang menyatakan bahwa beliau  telah menceraikan semua istrinya. Kemudian turunlah ayat Takhyir (yaitu ayat  yang memberikan pilihan kepada istri-istri Nabi untuk tetap menjadi istri beliau  atau diceraikannya). Turunlah Al-Qur'an al-Karim memberikan pilihan pada  istri-istri Nabi antara menjalani kehidupan di rumah kenabian dengan penuh  kesederhanaan atau menerima perceraian. Allah SWT berfirman: 
"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu:  'Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah  supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.  Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta  (kesenangan) di negeri akhirat, maka Sesungguhnya Allah menyediakan siapa yang  berbuat baik di antaramu pahala yang besar. " (QS. al-Ahzab: 28-29)
Selesailah fitnah. Demikianlah pergulatan di  rumah Rasul saw. Akhirnya, istri-istri beliau memilih kehidupan zuhud dan  bersabar serta akhirat daripada kehidupan dunia. Permintaan istri-istri nabi  tidak melebihi hal-hal yang bersifat mubah, namun Rasul saw merupakan teladan  bagi seluruh umat, karena itu beliau harus menjadi teladan bagi umat sehingga  beliau dapat menjadi cermin tertinggi yang layak diemban oleh seorang yang  memegang tampuk kepemimpinan Muslimin. Allah SWT telah membalas pengorbanan  istri-istri Nabi saw dalam bentuk mengangkat kedudukan mereka dan menjadikan  mereka sebagai ibu dari kaum mukmin. Allah SWT berfirman: 
"Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka." (QS. al-Ahzab: 6)
"Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka." (QS. al-Ahzab: 6)
Dan, sebagai penegasan terhadap keibuan  spiritual ini, Islam mewajibkan hijab yang teliti kepada mereka, yaitu suatu  hijab yang tidak diberlakukan seperti itu kepada Muslimah-Muslimah lain. Nabi  saw melanjutkan dakwahnya. Beliau mengirim surat ke raja-raja dan para penguasa  di mana beliau ingin menunjukkan universalitas ajaran Islam. Nabi saw mengajak  Kaisar Romawi untuk mengikuti Islam, lalu beliau mengirim utusan ke Amir  Damaskus mengajaknya untuk memeluk Islam, dan beliau mengutus utusan ke Amir  Basrah bagian dari wilayah Romawi dan mengajaknya untuk mengikuti Islam, dan  beliau juga mengirim surat ke penguasa Qibti dan mengajaknya untuk masuk Islam,  dan beliau juga menulis surat ke Kisra, Raja Persia dan mengajaknya untuk  mengikuti Islam. Beliau juga mengirim utusan ke Amir Bahrain dan mengajaknya  untuk mengikuti Islam.
Lalu berbagai reaksi disampaikan berkenaan  dengan surat-surat Nabi itu. Di antara mereka ada yang berusaha menyampaikan  kepada pembawa surat bahwa ia masuk Islam dan mengembalikannya dengan hadiah,  dan di antara mereka ada yang merobek-robek surat itu dan di antara mereka ada  yang membalas surat itu dengan jawaban yang baik, dan di antara mereka ada yang  menerima kebenaran. Demikianlah hari berlalu dalam pergulatan yang tidak pernah  padam, suatu pergulatan yang dipimpin oleh Nabi sehingga beliau menaklukkan  Mekah dan menyucikan jazirah Arab. Akhirnya, manusia masuk dalam agama Allah SWT  dalam keadaan berbondong-bodong, dan Allah SWT menyempurnakan agama bagi kaum  Muslim dan Nabi saw melaksanakan haji wada' (haji yang terakhir) dan turunlah  kepada beliau wahyu di Arafah sebagaimana firman-Nya: 
"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu  agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam  itujadi agama bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)
Ayat tersebut dibacakan kepada Abu Bakar sehingga ia menangis. Allah SWT merasa bahwa telah tiba waktunya untuk mengakhiri misi Rasul-Nya. Aisyah berkata kepada anak-anak yang berteriak dan bermain-main di luar rumah: "Diamlah kalian karena Rasulullah saw sedang sakit." Anak-anak itu pun terdiam dan mereka merasakan ketakutan yang luar biasa. Pada hari-hari terakhir, Rasulullah saw tidak lagi bercanda dengan mereka sebagaimana yang biasa beliau lakukan.
Ayat tersebut dibacakan kepada Abu Bakar sehingga ia menangis. Allah SWT merasa bahwa telah tiba waktunya untuk mengakhiri misi Rasul-Nya. Aisyah berkata kepada anak-anak yang berteriak dan bermain-main di luar rumah: "Diamlah kalian karena Rasulullah saw sedang sakit." Anak-anak itu pun terdiam dan mereka merasakan ketakutan yang luar biasa. Pada hari-hari terakhir, Rasulullah saw tidak lagi bercanda dengan mereka sebagaimana yang biasa beliau lakukan.
Mereka memperhatikan bahwa kepucatan yang aneh  menyelimuti Nabi saw yang biasanya wajah beliau dipenuhi dengan senyuman  hingga wajahnya laksana lempengan emas. Nabi saw yang terakhir masuk dalam  rumahnya dan hampir saja beliau tidak kuat menahan langkah kedua kakinya. Beliau  memasuki rumahnya dan bersandar kepada tangan Fadl bin Abbas dan Ali  bin Abu Thalib. Beliau merasakan keletihan dan kesakitan. Kemudian Aisyah  menidurkan beliau di atas ranjangnya yang kasar dan Aisyah meletakkan tangannya  di atas kening beliau. Kepala beliau tampak panas karena saking hebatnya demam.  Aisyah berkata dalam keadaan kedua matanya mengucurkan air mata, "demi ayah dan  ibuku, ya Rasulullah apakah engkau merasakan sakit?" Nabi saw tersenyum untuk  menenangkan Aisyah lalu beliau tertidur. Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi  saw berbagai gambar hidup: Jibril turun kepada beliau dengan membawa wahyu di  gua Hira. Beliau telah melewati waktu yang diberkati selama dua puluh tiga  tahun, yang sekarang tampak seperti mimpi. Bahkan empat puluh tahun yang  mendahuluinya tampak seperti gambar yang hanya dilukis sesaat.
Segala sesuatu menjadi mudah bagi Allah SWT dan  Rasulullah saw telah berhasil melalui berbagai penderitaan dengan penuh  kesabaran, bahkan beliau tidak pernah mengeluh sekali pun. Beliau mengajarkan  akidah kepada para pengikutnya dengan penuh kemantapan. Akhirnya, Islam menjadi  mulia dan benderanya semakin berkibar. Kemudian beliau bangun karena melihat  tangisan yang tersembunyi dari Aisyah. Beliau membuka kedua matanya dan melihat  wajah Aisyah sambil beliau sendiri berusaha melawan rasa pusing, demam, dan  sakit yang dirasakannya. Beliau kembali tersenyum untuk menenangkan Aisyah dan  beliau kembali memejamkan matanya dan tidak sadarkan diri. Apa gerangan yang  menyebabkan Aisyah menangis? Tidakkah Allah SWT memahkotai jihad Nabi saw yang  berat dengan penaklukan Mekah dan penyucian Baitul Haram?
Berbagai gambar hidup dan aktual  melayang-layang dalam memori Nabi saw. Beliau mengingat bagaimana tindakan orang  Quraisy ketika membantalkan perjanjian Hudaibiyah dan mereka memerangi Khaza'ah  yang saat itu bersekutu dengan kaum Muslim dan akhirnya mereka membunuh semua  sekutu kaum Muslim di Baitul Haram. Kemudian beliau berjalan bersama pasukan  yang berjumlah sepuluh ribu di mana semua pasukan telah siap, dan tentara Muslim  turun dari gunung Mekah laksana air bah yang tidak berhenti sedikit pun. Telah  lewatlah masa para pembawa tombak, panah, dan pedang; telah lewatiah masa di  mana Rasulullah saw memimpim pasukan yang di dalamnya terdapat kaum Muhajirin  dan Anshar. Di tengah-tengah pasukan besar tersebut yang berhasil menaklukkan  Mekah, Nabi saw menunggangi untanya dan beliau menundukkan kepalanya dengan  penuh rendah diri di hadapan Allah SWT sampai-sampai kepalanya hampir menyentuh  punggung unta yang dinaiki. Pintu Mekah terbuka untuk pasukan ini.
Para pemimpin Mekah dan pengikut-pengikut  mereka menyerahkan diri. Kalimat Allah SWT semakin meninggi di dalamnya. Nabi  saw memasuki Baitul Haram lalu beliau berkeliling di sekitar Ka'bah. Beliau  menghancurkan berbagai patung yang berbaris di sekitarnya, lalu beliau  memukulnya dengan kampaknya. Kemudian patung-patung itu berjatuhan dan hancur.  Setelah beliau membersihkan masjid dari berbagai patung dan mengembalikannya  sebagaimana yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai rumah tauhid yang mutlak,  beliau menoleh kepada orang Quraisy dan memaafkan mereka dan mengajak mereka  untuk kembali ke jalan Allah SWT. Kemudian tibalah waktu salat, lalu Bilal naik  di atas punggung Ka'bah dan mengumandangkan Azan. Penduduk Mekah mende-ngarkan  panggilan baru ini di mana gemanya berputar-putar di antara gunung:
"Allah Maha Besar. Aku bersaksi bahwa tiada  Tuhan selain Allah. Aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah. Marilah  melaksanakan salat. Marilah menuju keberuntungan. Allah Maha Besar. Tiada Tuhan  selain Allah." 
Akhirnya, rumah itu dikembalikan kehormatannya  dan kemuliannya. Kemudian lagi-lagi arus berbagai gambar terlintas dalam  memorinya: itulah peperangan Hunain dengan kekalahannya, kemenangannya, dan  ganimahnya; Itulah Nabi saw yang memberikan ganimah terhadap orang-orang yang  bergabung dengan Islam hanya dua hari dari penduduk Mekah, dan mencegah untuk  memberi ganimah Hunaian kepada kaum Anshar yang telah memberikan segalanya untuk  Islam. Salah seorang di antara mereka berkata: "Demi Allah, Rasulullah saw telah  menemui kaumnya." Sa'ad bin 'Ubadah berjalan ke arah Rasulullah saw dan  memberitahunya bahwa kaum Anshar sedang marah. Rasul saw bertanya: "Mengapa  marah?" Sa'ad menjawab: "Mereka protes saat engkau membagikan ganimah ini pada  kaummu dan pada seluruh orang Arab namun mereka tidak mendapatkan apa-apa."  Rasulullah saw bertanya kepada Sa'ad bin Ubadah: "Kamu sendiri bagaimana  pendapatmu wahai Sa'ad?" Sa'ad berkata: "Aku tidak lain kecuali seseorang dari  kaumku." Rasulullah saw berkata: "Kumpulkanlah kepadaku kaummu untuk masalah  yang penting ini dan jika kalian telah berkumpul, maka beritahulah  aku."
Sa'ad mengumpulkan seluruh kaum Anshar  lalu ia memberitahu Rasul saw bahwa ia telah mengumpulkan mereka. Rasulullah saw  keluar menemui mereka dan berdiri di hadapan mereka sambil memuji Allah SWT dan  kemudian berkata: "Wahai orang-orang Anshar, tidakkah aku datang kepada kalian  saat kalian dalam keadaan sesat lalu Allah SWT memberikan petunjuk kepada  kalian, dan kalian menjadi orang-orang yang fakir lalu Allah SWT memampukan  kalian, dan kalian dalam keadaan bermusuhan lalu Allah SWT menyatukan hati  kalian?" Mereka menjawab: "Benar." Rasulullah saw berkata: "Mengapa kalian tidak  menjawab wahai kaum Anshar?" Mereka berkata: "Apa yang kita akan katakan wahai  Rasulullah dan dengan apa kita akan menjawabnya. Sungguh segala karunia hanya  milik Allah SWT dan Rasul-Nya."
Rasulullah saw berkata: "Demi Allah,  seandainya kalian mau niscaya kalian akan mengatakan dan benar apa yang kalian  katakan: Engkau datang kepada kami sebagai seorang yang terusir, maka kami  melingdungimu dan engkau datang dalam keadaan miskin lalu kami menghiburmu dan  engkau datang dalam keadaaan ketakutan lalu kami mengamankanmu dan engkau datang  dalam keadaan teraniaya lalu kami menolongmu." Mereka berkata: "Segala puji dan  karunia bagi Allah SWT dan Rasul-Nya." Rasulullah saw berkata: "Wahai kaum  Anshar, apakah kalian akan marah terhadap harta yang telah aku berikan kepada  suatu kaum dengan harapan agar keimanan meresap dalam hati mereka dan kalian  justru melupakan karunia yang telah Allah SWT berikan kepada kalian dalam bentuk  nikmat Islam. Tidakkah kalian wahai kaum Anshar merasa puas ketika manusia pergi  untuk melakukan perjalanan di musim dingin sedangkan kalian pergi dengan  Rasulullah saw. Maka demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya manusia  melalui suatu jalan dan kaum Anshar melalui jalan yang lain niscaya aku akan  melalui jalan kaum Anshar. Ya Allah, rahmatilah kaum Anshar dan anak-anak kaum  Anshar dan cucu kaum Anshar."
Mendengar doa itu, kaum tersebut menanggis  sehingga jenggot mereka terbasahi dengan air mata dan mereka berkata: "Kami rela  dengan Allah SWT sebagai Tuhan dan sangat puas dengan pembagian  Rasulullah saw." Kemudian Nabi saw pun meninggalkan mereka dan mereka pergi  dalam keadaan puas. Orang-orang Anshar memahami bahwa Muslim yang hakiki di  dunia adalah seorang yang datang di dunia untuk memberi, bukan untuk mengambil.  Nabi saw terbangun dan beliau mendapati dirinya sendirian di kamar. Suhu tubuh  beliau meningkat karena demam, lalu beliau memanggil Aisyah dan meminta  kepadanya untuk membawa air yang dapat digunakannya untuk mendinginkan tubuhnya.  Aisyah mulai menuangkan air kepada Rasulullah saw sampai demam beliau  berangsur-angsur sedikit menurun. Tampak bahwa waktu berlalu cukup lambat dan  berat. Sakit Rasulullah saw semakin meningkat.
Beliau mulai merasa bahwa tidak mampu lagi  untuk salat bersama para sahabat, lalu beliau memerintahkan Abu Bakar untuk  salat bersama mereka. Pada saat Nabi mengalami antara keadaan terjaga dan tidur,  beliau selalu berpikir apa gerangan yang belum disampaikannya kepada manusia.  Beliau telah menyampaikan segala sesuatu dan telah mengajari mereka segala  sesuatu serta telah meninggalkan sebuah Kitab yang siapa pun berpegangan  dengannya ia tidak akan sesat.
Rasul saw mulai mengantuk dan berbagai  nostalgia terlintas di kepalanya. Beliau melihat dirinya di haji Wada'.  Selesailah perjanjian yang diberikan kepada kaum musyrik dan mereka telah  dilarang untuk memasuki Masjidil Haram dan sekarang Nabi saw keluar sebagai  pemimpin haji dan mengajari kaum Muslim cara manasiknya. Rasulullah saw  memperhatikan ribuan orang-orang yang bertauhid saat mereka menuju Baitul Haram  dalam keadaan memenuhi panggilan Tuhan dan tunduk kepadanya. Mereka menghidupkan  memori kakek mereka, Ibrahim Khalilullah. Nabi saw berdiri dan berpidato di  tengah-tengah keramaian itu. Nabi saw mulai merasakan bahwa kehidupannya di  dunia sebentar lagi akan berakhir. Beliau mengetahui bahwa kafilah ini akan  pergi sendirian dalam menjalani kehidupan. Beliau kembali menanamkan nilai-nilai  Islam dan wasiat dakwah di jalan Allah SWT. Setelah berjuang selama dua  puluh tiga tahun menegakkan agama Allah SWT, beliau bertanya kepada mereka:  "Apakah aku telah menyampaikan amanat Tuhan?" Lalu manusia yang hadir saat itu  menyatakan bahwa beliau benar-benar telah menyampaikan dakwah. Beliau memanggil  Mu'ad bin Jabal dan mengajarinya bagaimana berdakwah kepada manusia di jalan  Allah SWT dan bagaimana mengenalkan agama kepada mereka.
Kemudian beliau berwasiat kepadaa Mu'ad  saat ia menunggangi kendaraannya sedangkan Rasulullah saw beijalan di sebelah  untanya: "Sesungguhnya orang yang paling utama di sisiku adalah orang-orang yang  bertakwa, siapa pun mereka dan di mana pun mereka." Nabi saw adalah rahmat bagi  semua manusia dan sebagal cermin yang tertinggi dari cermin persaudaraan dan  kepatuhan. Beliau menegakkan Al-Qur'an di tengah-tengah umat Islam namun beliau  menolak segala bentuk penampilan yang biasa melekat pada seorang penguasa atau  raja atau pemimpin apa pun. Beliau berkata kepada para sahabatnya: "Aku hanya  seorang hamba Allah SWT dan Rasul-Nya."
Beliau keluar menemui sekelompok sahabatnya  lalu sebagai bentuk penghormatan kepada beliau mereka berdiri. Kemudian beliau  memerintahkan kepada mereka agar tidak berdiri. Ketika beliau keluar untuk  menemui sahabat-sahabatnya dan murid-muridnya, maka beliau duduk bersama mereka  di tempat terakhir yang ditemukannya. Beliau sangat bersahabat dan ramah dengan  para sahabatnya, bahkan beliau bercanda dengan anak-anak mereka dan mendudukkan  mereka di ruangannya. Beliau memenuhi panggilan orang dewasa maupun anak-anak.  Beliau membesuk orang-orang yang sakit meskipun berada di tempat yang jauh.  Beliau menerima alasan orang yang mempunyai uzur. Beliau mendahului orang yang  ditemuinya dengan salam bahkan beliau mendahului berjabat tangan dengan para  sahabatnya.
Ketika seseorang datang untuk menemuinya saat  beliau salat, maka beliau mempersingkat salatnya dan menanyakan keperluan orang  itu. Setelah menyelesaikan keperluan manusia, beliau kembali menyelesaikan  shalatnya. Beliau selalu menebar senyum kepada kawan dan lawan dan memiliki  kepribadian yang paling baik. Ketika beliau berada di rumahnya, beliau melayani  keluarganya. Beliau mencuci bajunya. Beliau memperbaiki sandalnya dan memberi  minum unta. Beliau makan bersama pembantu. Beliau memenuhi kebutuhan orang yang  lemah, orang yang sedih, dan orang yang miskin. Bahkan kebaikan beliau dan kasih  sayangnya sampai pada tingkat di mana beliau membiarkan cucunya menaiki  punggungnya saat beliau sedang shalat. Kasih sayang beliau tidak hanya terbatas  kepada manusia bahkan juga tertuju pada binatang dan pohon. Beliau memberi makan  binatang dengan tangannya sendiri bahkan beliau pernah merawat anjing yang  sakit. Beliau memerintahkan pasukan Islam saat berperang demi menegakkan  keadilan Islam agar mereka tidak membunuh anak kecil, orang tua, kaum wanita dan  hendaklah mereka tidak mencabut pohon dan tidak pula merobohkan rumah.
Apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan  hanya suatu undang-undang yang mengatur hubungan antara manusia dan manusia yang  lain, dan apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan hanya berisi suatu sistem untuk  meningkatkan kualitas kehidupan dan kemajuannya, ini semua adalah hal relatif  namun beliau datang dengan membawa peradaban yang abadi yang mengatur hubungan  antara manusia dan alam, dan mengembalikan keserasian di alam wujud sehingga  semua berjalan secara seimbang dan mencapai kesempurnaan menuju Allah SWT.  Meskipun pada titik terakhir dari kehidupannya, beliau masih sibuk mengurusi  masa depan dakwah dan beliau sangat cemas terhadap masa depan agama dan sangat  peduli dengan problema kaum Muslim. Beliau khawatir suatu saat Islam hanya  tinggal namanya namun hakikatnya telah lenyap. Namun sebelum beliau meninggal,  Allah SWT telah memperlihatkan kepada beliau sesuatu yang membuat hati beliau  menjadi tenang. Dan di hari Senin dari bulan Rabiul Awal yang mulia, beliau  kembali kepada Tuhannya dalam keadaan ridha dan diridhai. Salam kepadamu ya Rasulullah dan kepada keluarga serta sahabat yang setia bersamamu.  Demikian kisah Nabi Muhammad SAW semoga  bermanfaat.
Sumber Artikel : http://subsafan.blogspot.com/2012/07/kisah-lengkap-nabi-muhammad-saw.html
				Subscribe to:
				
Posting Komentar (Atom)

0 komentar:
Posting Komentar