Sabtu, 23 Februari 2013
Nabi Zakaria adalah ayah dari Nabi Yahya putera tunggalnya yang lahir  setelah ia mencapai usia sembilan puluh tahun. Sejak beristeri Hanna, ibu  saudaranya Maryam, Zakaria mendambakan mendapat anak yang akan menjadi  pewarisnya. Siang dan malam tiada henti-hentinya ia memanjatkan doanya dan  permohonan kepada Allah agar dikurniai seorang putera yang akan dapat meneruskan  tugasnya memimpin Bani Israil. Ia khuatir bahawa bila ia mati tanpa meninggalkan  seorang pengganti, kaumnya akan kehilangan pemimpin dan akan kembali kepada  cara-cara hidup mereka yang penuh dengan mungkar dan kemaksiatan dan bahkan  mungkin mereka akan mengubah syariat Musa dengan menambah atau mengurangi isi  kitab Taurat sekehendak hati mereka. Selain itu, ia sebagai manusia, ingin pula  agar keturunannya tidak terputus dan terus bersambung dari generasi sepanjang  Allah mengizinkannya dan memperkenankan.
Nabi Zakaria tiap hari sebagai  tugas rutin pergi ke mihrab besar melakukan sembahyang serta menjenguk Maryam  anak iparnya yang diserahkan kepada mihrab oleh ibunya sesuai dengan nadzarnya  sewaktu ia masih dalam kandungan. Dan memang Zakarialah yang ditugaskan oleh  para pengurus mihrab untuk mengawasi Maryam sejak ia diserahkan oleh ibunya.  Tugas pengawasan atas diri Maryam diterima oleh Zakaria melalui undian yang  dilakukan oleh para pengurus mihrab di kala menerima bayi Maryam yang diserahkan  pengawasannya kepadanya itu adalah anak saudara isterinya sendiri yang hingga  saat itu belum dikurniai seorang anak pun oleh Tuhan.
Suatu peristiwa yang sangat menakjubkan dan menghairankan  Zakaria telah terjadi pada suatu hari ketika ia datang ke mihrab sebagaimana  biasa. Ia melihat Maryam disalah satu sudut mihrab sedang tenggelam dalam  sembahyangnya sehingga tidak menghiraukan bapa saudaranya yang datang  menjenguknya. Di depan Maryam yang sedang asyik bersembahyang itu terlihat oleh  Zakaria berbagai jenis buah-buahan musim panas. Bertanya-tanya Nabi Zakaria  dalam hatinya, dari mana datangnya buah-buahan musim panas ini, padahal mereka  masih berada dalam musim dingin. Ia tidak sabar menanti anak saudaranya selesai  sembahyang, ia lalu mendekatinya dan menegur bertanya kepadanya: "Wahai Maryam,  dari manakah engkau dapat ini semua?"
Maryam menjawab: "Ini adalah  pemberian Allah yang aku dapat tanpa kucari dan aku minta. Diwaktu pagi dikala  matahari terbit aku mendapatkan rezekiku ini sudah berada didepan mataku,  demikian pula bila matahari terbenam di waktu senja. Mengapa bapa saudaranya  merasa hairan dan takjub? Bukankah Allah berkuasa memberikan rezekinya kepada  siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan?" 
Maryam binti  Imran
Maryam yang disebut-sebut dalam kisah Zakaria adalah anak tunggal dari  Imran seorang daripada pemuka-pemuka dam ulama Bani Isra'il. Ibunya saudara ipar  dari Nabi Zakaria adalah seorang perempuan yang mandul yang sejak bersuamikan  Imran belum merasa berbahagia jika belum memperoleh anak. Ia merasa hidup tanpa  anak adalah sunyi dan membosankan. Ia sangat mendambakan keturunan untuk menjadi  pengikat yang kuat dalam kehidupan bersuami-isteri, penglipur duka dan pembawa  suka di dalam kehidupan keluarga. Ia sangat akan keturunan sehingga bila ia  melihat seorang ibu menggandung bayinya atau burung memberi makan kepada  anaknya, ia merasa iri hati dan terus menjadikan kenangan yang tak kunjung lepas  dari ingatannya.
Tahun demi tahun berlalu, usia makin hari makin lanjut,  namun keinginan tetap tinggal keinginan dan idam-idaman tetap tidak menjelma  menjadi kenyataan. Berbagai cara dicubanya dan berbagai nasihat dan petunjuk  orang diterapkannya, namun belum juga membawa hasil. Dan setelah segala daya  upaya yang bersumber dari kepandaian dan kekuasaan manusia tidak membawa buah  yang diharapkan, sedarlah isteri Imran bahawa hanya Allah tempat satu-satunya  yang berkuasa memenuhi keinginannya dan sanggup mengurniainya dengan seorang  anak yang didambakan walaupun rambutnya sudah beruban dan usianya sudah lanjut.  Maka ia bertekad membulatkan harapannya hanya kepada Allah bersujud siang dan  malam dengan penuh khusyuk dan kerendahan hati bernadzar dan berjanji kepada  Allah bila permohonannya dikalbulkan, akan menyerahkan dan menghibahkan anaknya  ke Baitul Maqdis untuk menjadi pelayan, penjaga dan memelihara rumah suci itu  dan sesekali tidak akan mengambil manfaat dari anaknya untuk kepentingan dirinya  atau kepentingan keluarganya.
Harapan isteri Imran yang dibulatkan kepada  Allah tidak tersia-sia. Allah telah menerima permohonannya dan mempersembahkan  doanya sesuai dengan apa yang telah disuratkan dalam takdir-Nya bahwa dari suami  isteri Imran akan diturunkan seorang nabi besar. Maka tanda-tanda permulaan  kehamilan yang dirasakan oleh setiap perempuan yang mengandung tampak pada  isteri Imran yang lama kelamaan merasa gerakan janin di dalam perutnya yang  makin membesar. Alangkah bahagia si isteri yang sedang hamil itu, bahawa  idam-idamannya itu akan menjadi kenyataan dan kesunyian rumah tangganya akan  terpecahlah bila bayi yang dikandungkan itu lahir. Ia bersama suami mulai  merancang apa yang akan diberikan kepada bayi yang akan datang itu. Jika mereka  sedang duduk berduaan tidak ada yang diperbincangkan selain soal bayi yang akan  dilahirkan. Suasana suram sedih yang selalu meliputi rumah tangga Imran berbalik  menjadi riang gembira, wajah sepasang suami isteri Imaran menjadi berseri-seri  tanda suka cita dan bahagia dan rasa putus asa yang mencekam hati mereka berdua  berbalik menjadi rasa penuh harapan akan hari kemudian yang baik dan  cemerlang.
Akan tetapi sangat benarlah kata mutiara yang berbunyi:  "Manusia merancang, Tuhan menentukan. Imran yang sangat dicintai dan sayangi  oleh isterinya dan diharapkan akan menerima putera pertamanya serta  mendampinginya dikala ia melahirkan , tiba-tiba direnggut nyawanya oleh Izra'il  dan meninggallah isterinya seorang diri dalam keadaan hamil tua, pada saat mana  biasanya rasa cinta kasih sayang antara suami isteri menjadi makin  mesra.
Rasa sedih yang ditinggalkan oleh suami yang disayangi bercampur  dengan rasa sakit dan letih yang didahului kelahiran si bayi, menimpa isteri  Imran di saat-saat dekatnya masa melahirkan. Maka setelah segala persiapan untuk  menyambut kedatangan bayi telah dilakukan dengan sempurna lahirlah ia dari  kandungan ibunya yang malang menghirup udara bebas. Agak kecewalah si ibu janda  Imran setelah mengetahui bahawa bayi yang lahir itu adalah seorang puteri  sedangkan ia menanti seorang putera yang telah dijanjikan dan bernadzar untuk  dihibahkan kepada Baitulmaqdis. Dengan nada kecewa dan suara sedih berucaplah ia  seraya menghadapkan wajahnya ke atas: "Wahai Tuhanku, aku telah melahirkan  seorang puteri, sedangkan aku bernadzar akan menyerahkan seorang putera yang  lebih layak menjadi pelayan dan pengurus Baitulmaqdis. Allah akan mendidik  puterinya itu dengan pendidikan yang baik dan akan menjadikan Zakaria, iparnya  dan bapa saudara Maryam sebagai pengawas dan pemeliharanya.
Demikianlah  maka tatkala Maryam diserahkan oleh ibunya kepada pengurus Baitulmaqdis, para  rahib berebutan masing-masing ingin ditunjuk sebagai wali yang bertanggungjawab  atas pengawasan dan pemeliharaan Maryam. Dan kerana tidak ada yang mahu  mengalah, maka terpaksalah diundi diantara mereka yang akhirnya undian jatuh  kepada Zakaria sebagaimana dijanjikan oleh Allah kepada ibunya.
Tindakan  pertama yang diambil oleh Zakaria sebagai petugas yang diwajibkan menjaga  keselamatan Maryam ialah menjauhkannya dari keramaian sekeliling dan dari  jangkauan para pengunjung yang tiada henti-hentinya berdatangan ingin melihat  dan menjenguknya. Ia ditempatkan oleh Zakaria di sebuah kamar diatas loteng  Baitulmaqdis yang tinggi yang tidak dapat dicapai melainkan dengan menggunakan  sebuah tangga.Zakarian merasa bangga dan bahagia beruntung memenangkan undian  memperolehi tugas mengawasi dan memelihara Maryam secara sah adalah anak  saudaranya sendiri. Ia mencurahkan cinta dan kasih sayangnya sepenuhnya kepada  Maryam untuk menggantikan anak kandungnya yang tidak kunjung datang. Tiap ada  kesempatan ia datang menjenguknya, melihat keadaannya, mengurus keperluannya dan  menyediakan segala sesuatu yang membawa ketenangan dan kegembiraan baginya.  Tidak satu hari pun Zakaria pernah meninggalkan tugasnya menjenguk  Maryam.
Rasa cinta dan kasih sayang Zakaria terhadap Maryam sebagai anak  saudra isterinya yang ditinggalkan ayahnya meningkat menjadi rasa hormat dan  takzim tatkala terjadi suatu peristiwa yang menandakan bahawa Maryam bukanlah  gadis biasa sebagaimana gadis-gadis yang lain, tetapi ia adalah wanita pilihan  Allah untuk suatu kedudukan dan peranan besar di kemudian hari.
Pada suatu  hari tatkala Zakaria datang sebagaimana biasa, mengunjungi Maryam, ia  mendapatinya lagi berada di mihrabnya tenggelam dalam ibadah berzikir dan  bersujud kepada Allah. Ia terperanjat ketika pandangan matanya menangkap  hidangan makanan berupa buah-buahan musim panas terletak di depan Maryam yang  lagi bersujud. Ia lalu bertanya dalam hatinya, dari manakah gerangan buah-buahan  itu datang, padahal mereka masih lagi berada pada musim dingin dan setahu  Zakaria tidak seorang pun selain dari dirinya yang datang mengunjungi Maryam.  Maka ditegurlah Maryam tatkala setelah selesai ia bersujud dan mengangkat  kepala: "Wahai Maryam, dari manakah engkau memperolehi rezeki ini, padahal tidak  seorang pun mengunjungimu dan tidak pula engkau pernah meninggalkan mihrabmu?  Selain itu buah-buahan ini adalah buah-buahan musim panas yang tidak dapat  dibeli di pasar dalam musim dingin ini."
Maryam menjawab: "Inilah  peberian Allah kepadaku tanpa aku berusaha atau minta. Dan mengapa engkau merasa  hairan dan takjub? Bukankah Allah Yang Maha Berkuasa memberikan rezekinya kepada  sesiapa yang Dia kehendaki dalam bilangan yang tidak ternilai  besarnya?"
Demikianlah Allah telah memberikan tanda pertamanya sebagai  mukjizat bagi Maryam, gadis suci, yang dipersiapkan oleh-Nya untuk melahirkan  seorang nabi besar yang bernama Isa Almasih a.s.
Kisah lahirnya Maryam dan  pemeliharaan Zakaria kepadanya dapat dibaca dalam Al-Quran surah Ali Imran ayat  35 hingga 37 dan 42 hingga 44. 
SUMBER : http://yudhim.blogspot.com/2008/08/kisah-nabi-zakaria-as.html

0 komentar:
Posting Komentar